Berani Menerobos
Industri teknologi atau perusahaan rintisan (startup) menjadi salah satu bisnis yang sangat kental nuansa challenger brands. Untuk menggerus pangsa pasar market leader, perusahaan baru tak hanya fokus pada bakar uang sebagai mesin akuisisi pelanggan.
Di Indonesia nuansa challenger brands sangat terlihat di sektor ride hailing dan dompet digital atau e-wallet. Seperti diketahui pada sektor ini market leader terbesar hanya ada satu atau dua perusahaan. Kendati demikian, pemain-pemain baru terus bermunculan.
Pada sektor ride hailing, survei yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkap mayoritas publik paling banyak menggunakan aplikasi transportasi online Gojek. Tercatat, sebanyak 59,13% responden mengaku memilih aplikasi buatan perusahaan decacorn dalam negeri ini.
Kemudian, masyarakat menggunakan aplikasi Grab dengan persentase 32,24%, Maxim 6,93%, InDriver 1,47 % dan lainnya 0,23 %. Sementara itu, masyarakat pengguna jasa ojek online didominasi oleh pria dengan persentase 53%, pekerjaan sebagai karyawan swasta 35,40% dan pendapatan per bulan terbanyak di bawah Rp 3 juta. Dari segi pengeluaran, kebanyakan menghabiskan kisaran Rp 10.000 hingga Rp 25.000 dengan persentase 51,41% untuk pemesanan ojek online dan kurang dari Rp 25.000 atau 41,47% untuk transportasi lainnya. (Grafik 1).
Sementara itu, di sektor e-wallet berdasarkan laporan dari Insight Asia bertajuk E-Wallet Industry Outlook 2023 mayoritas masyarakat perkotaan atau 74% di antaranya sudah pernah menggunakan dompet digital. Survei ini melibatkan 1.300 warga perkotaan yang diluncurkan pada September 2022. Pada kelompok tersebut, sekitar 61% menggunakan beberapa aplikasi dompet digital sekaligus.
Platform yang paling banyak digunakan adalah Gopay, dengan proporsi pengguna 71%. Namun, Gopay bersaing sangat ketat dengan OVO, yang proporsi penggunanya mencapai 70%. Adapun pengguna platform dompet digital lain seperti DANA, ShopeePay, dan LinkAja proporsinya lebih sedikit. (Grafik 2).
Di tengah tuntutan investor teknologi dan startup untuk cepat menyaingi market leader, tak jarang dijumpai banyak diskon pada layanan yang dikombinasikan dengan membajak karyawan atau talent hijacking. Kedua cara ini bisa menjadi solusi instan pertumbuhan pada awal era kemunculan startup. Namun, strategi ini mulai ditinggalkan oleh startup dan lebih fokus pada pengembangan produk serta layanan.
Agar bisa menjadi challenger brands di industri teknologi atau startup, hal pertama yang dilakukan yakni mencoba memengaruhi pasar agar konsumen meninggalkan market leader dan pelan-pelan menggerogoti market leader atau yang biasa disebut dengan a mindsetter. Langkah pertama yang harus dilakukan adalahi fokus pada segmen yang mau mencoba brand baru. Sebab, tidak semua konsumen mau mencoba merek baru.
Gen Z atau kalangan muda merupakan segmen yang mau mencoba brand baru dan mereka tidak punya beban pada merek yang selama ini digunakan. Tidak hanya itu, Gen Z cenderung lebih terbuka terhadap merek baru dibandingkan generasi lain yang lebih senior.
Langkah kedua adalah dengan mencari ide yang related dengan pasar Gen Z. Setelah ide ditemukan, merek fokuskan seluruh positioning pada ide tersebut. Sebisa mungkin ide dibalut dengan cerita yang kuat agar bisa semakin menarik.
Supaya lebih efektif, langkah tersebut dikombinasikan dengan memperbanyak kolaborasi atau obsess with collaboration. Ini membuat challenger brands berpeluang lebih besar masuk ke kategori-kategori lain dan mengakuisisi penggemar dari merek yang diajak bekerja sama sekaligus memperlebar pasar.
Roman Ermoshin, Business Development Director inDrive Asia Pasifik menuturkan, secara umum industri ride hailing di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Persaingannya pun masih sangat terbuka lantaran baru dikuasai oleh dua pemain besar dengan produk yang hampir sama. Sehingga inDrive masuk ke Indonesia dengan perbedaan layanan dibandingkan pemain lain.
“Diferensiasi kami adalah kami memberikan kebebasan bagi pengguna untuk memilih sendiri driver-nya siapa. Kemudian, harganya bisa disesuaikan dan ada fitur negosiasi harga yang disesuaikan juga dengan aturan batas harga pemerintah. Bagi mitra pengemudi, komisi yang diberikan sebesar 10,55% atau yang paling kompetitif dibandingkan lainnya,” kata Roman.
Roman menyebut, untuk bisa mengusik dominasi market leader, inDrive lebih mengutamakan kualitas produk dan layanannya. Dia menyebut, fenomena tebar diskon dan bakar uang tidak membuat bisnis tumbuh dengan baik. Pasalnya, ketika diskon tidak diberikan maka pengguna akan meninggalkan aplikasi dan menggunakan aplikasi lain yang masih memberikan diskon besar-besaran.
Dari sisi internal perusahaan, pengembangan produk pun dilakukan secara organik melalui karyawannya. inDrive tidak memanfaatkan cara-cara instan membajak karyawan pesaing untuk mengembangkan produk. Hanya saja, perusahaan tetap menerima karyawan korban pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pekerja yang ingin mencari kesempatan baru dari perusahaan pesaing.
Sementara itu, dari sisi segmen yang dibidik inDrive sangat fokus terhadap pasar Gen Z dan konsumen yang sensitif dengan harga. Artinya orang-orang yang memilih meninggalkan ojek online jika harganya dinilai mahal. Sedangkan Gen Z biasanya cenderung tertarik dengan teknologi-teknologi baru.
“Untuk bisa bersaing di pasar yang sudah punya market leader yang kuat, kami harus fokus terhadap tujuan masuk ke pasar tersebut. Jadi, kami harus bisa melihat masalah yang belum diselesaikan dengan pesaing dan mesti bisa menghadirkan solusi yang tepat dan membawa perubahan yang baik,” ujarnya.
Perkuat Kolaborasi
Pada industri e-wallet untuk bisa memenangkan persaingan perlu banyak melakukan kolaborasi, terutama dengan merchant-merchant baik di dalam negeri maupun secara internasional. Sebab, lanskap pembayaran semakin besar lantaran pemainnya termasuk pula bank digital dengan fitur yang semakin mirip. Secara persaingan, kini bisnis e-wallet semakin ketat.
Lim Kusuma, Vice President (VP) of Marketing DANA Indonesia menjelaskan, hingga Juli 2023 DANA telah digunakan sebanyak lebih dari 150 juta pengguna di seluruh Indonesia. Uniknya, sebanyak 60% pengguna justru merupakan orang-orang yang berada di luar 20 kota besar. Agar bisa memenangkan persaingan di industri e-wallet diperlukan strategi yang berbeda antara konsumen di kota besar dengan konsumen di kota kecil.
Secara segmen pasar, DANA memisahkan antar daerah di antaranya daerah dengan konsumen menengah ke atas dan konsumen menengah ke bawah. Dengan kata lain, segmen pasar dibagi berdasarkan rencana penetrasi yang akan dilakukan dalam jangka pendek maupun panjang.
“Lanskap industri pembayaran sekarang berbeda dari yang awalnya menawarkan diskon besar-besaran sekarang mulai tidak digunakan. Kami memberikan produk berupa user experience, penetrasi yang luas, dan kolaborasi dengan partner,” ujar Lim.
Menurutnya, agar bisa menandingi market leader di industri e-wallet, perlu jeli untuk menentukan medan perang atau battlefield yang akan dimasuki. Dalam medan perang tersebut, terdapat target pasar dan daerah yang akan ditingkatkan penetrasinya. Hal ini kemudian dikombinasikan dengan pengenalan produk dan tentunya pengembangan produk harus bisa menjawab kebutuhan konsumen.
Di industri e-wallet, pengalaman pelanggan menjadi salah satu penentu kemenangan dalam persaingan. Sebab, jika prosesnya terlalu panjang akan cenderung ditinggalkan oleh pelanggannya. Sedangkan apabila prosesnya terlalu pendek dan navigasinya tidak jelas maka pengguna akan bingung, terutama terjadi pada pengguna yang berusia 35 tahun ke atas.
Sebagai bisnis jasa pembayaran, kepercayaan menjadi keharusan layanan yang diberikan. Keamanan saldo, data pribadi, dan data transaksi wajib dipenuhi oleh brand. Seluruh aspek ini kemudian disempurnakan lagi dengan kolaborasi yang baik.
“Agar bisa menang bersaing, kita harus tahu target market yang tepat dan ini merupakan yang paling penting dilakukan karena mustahil untuk bisa memenangkan di semua segmen. Merek juga harus bisa memenuhi janji-janji marketing mereka kepada pelanggan agar mereka tetap loyal menggunakan produk,” pungkasnya.
Untuk bisa bersaing di pasar yang sudah punya market leader yang kuat, kami harus focus pada tujuan masuk ke pasar tersebut.
Roman ErmoshinBusiness Development Director inDrive Asia Pasifik