ukms.or.id Majukan Bisnis Lewat Visi dan Tim yang Kuat , Seorang pemimpin harus memiliki visi untuk menjawab berbagai tantangan di masa mendatang. Oleh karena itu, pemimpin juga harus berani bermimpi, meski belum diketahui apa yang akan terjadi di masa depan nantinya.
Prinsip itu menjadi pedoman bagi Ivan Cahyadi, Direktur Penjualan PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) dalam memimpin. Berkarier selama 27 tahun di Sampoerna, Ivan sudah melewati berbagai dinamika dan tantangan sektor industri.
Bergabung pada tahun 1996, Ivan telah ditempatkan di berbagai divisi hingga akhirnya didapuk sebagai Direktur Penjualan perusahaan sejak 2016. Melewati hampir tiga dekade bersama perusahaan, Ivan menggarisbawahi prinsip yang ia pegang dalam memimpin, yaitu pengelolaan sumber daya manusia (SDM).
Bagaimana kiprah Ivan dalam memimpin divisinya? Kemudian apa yang melandasi perusahaan sekaliber Sampoerna terjun langsung membantu pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di bandung
Bisa Anda jelaskan perjalanan karier Anda di Sampoerna?
Saya bergabung ke perusahaan sejak 1996, sebagai seorang graduate trainee. Sebenarnya, waktu itu saya mengawali karier saya dengan menjadi bagian dari internal consultant, dan setelahnya pindah ke divisi People and Culture (SDM/Personalia). Setelah itu, masuk divisi Commercial sampai sekarang. Jadi memang dari awal karier, saya sudah berpindah-pindah divisi. Setelah masuk divisi Commercial, saya lalu menerima penugasan ke Malaysia pada tahun 2009 dan setahun setelahnya kembali ke Indonesia sampai sekarang.
Sepanjang berkarier selama 27 tahun apa pembelajaran yang bisa Anda bagikan?
Banyak orang sering bertanya, kok bisa bertahan selama itu? Akan tetapi, saya lihat bahwa setiap hari itu hari pertama untuk sesuatu, kok. Karena yang kami kerjakan tahun kemarin dan hari ini, biarpun dengan title yang sama, jabatan yang sama, tidak ada yang sama persis. Sebagai sebuah perusahaan, kami selalu berubah.
Jadi misalnya, dulu waktu saya dipercaya untuk penugasan luar negeri sebagai Direktur Penjualan di Malaysia. Sampoerna saat itu berada pada masa awal akuisisi oleh Philip Morris International (PMI). Saya dikirim belajar ke luar untuk memimpin departemen penjualan Malaysia sekaligus melihat cara pengelolaan PMI di luar negeri. Saat kembali ke Indonesia, saya memadukan ilmu yang didapat dari sana dan dari PMI secara global dengan kearifan lokal yang Sampoerna miliki sehingga menghasilkan divisi Commercial yang lebih kokoh di Indonesia. Kami terapkan cara melihat pasar dari berbagai macam aspek, mulai dari konsumen, sales operations, engagement ke konsumen, sampai ke finansial, manusia, dan hubungan dengan pihak-pihak eksternal. Pelajaran itu yang kami ambil. Perusahaan itu selalu mencari hal yang baru. Memang waktu itu saya dikirim ke luar supaya bisa melihat apa yang bisa diterapkan di sini. Kami juga punya “Falsafah Tiga Tangan”.
Bisa Anda jelaskan lebih lanjut tentang “Falsafah Tiga Tangan” Sampoerna?
“Falsafah Tiga Tangan” yang merupakan prinsip panduan Sampoerna itu berbicara tentang penciptaan nilai bagi tiga pemangku kepentingan utama kami, yakni konsumen dewasa; karyawan, mitra bisnis, dan pemegang saham; serta masyarakat luas. Salah satu penerapannya bisa dilihat pada perhatian kami terhadap teman-teman kami di tingkat ritel, pedagang-pedagang toko kelontong. Mereka punya tantangan dalam beradaptasi terhadap perkembangan zaman. Kami masuk memberikan pendampingan. Kami mulai dari satu toko kelontong dan kini berkembang hingga ratusan ribu.
baca juga
Apa perbedaan budaya sebelum dan sesudah Sampoerna diakuisisi oleh PMI?
Orang selalu bertanya apa bedanya, akan tetapi tidak pernah bertanya apa persamaannya. Saya datang dari zaman sebelum akuisisi itu terjadi. Di balik akuisisi itu ada proses due diligence ekstensif yang PMI lakukan. Ternyata, proses due diligence itu mengatakan bahwa di antara perusahaan-perusahaan di Indonesia saat itu, Sampoerna lah yang paling dekat dan punya kesamaan nilai dengan PMI. Saya rasa tidak banyak orang yang menyadari itu. Saya tergabung dalam salah satu tim yang terlibat di proses integrasinya dan kami kaget sendiri karena banyaknya kesamaan itu.
Apa saja kesamaan itu? Ada beberapa hal. Yang pertama ialah inovasi. Inovasi itu bukan yang setahun sekali, tapi setiap bulan. Artinya, dua perusahaan ini sama-sama tahu bahwa tanpa inovasi tidak akan ada yang berkembang. Kedua itu perihal people (SDM). Urusan sumber daya manusia di Sampoerna dan Philip Morris ini tidak main-main. Mungkin saya dulu tidak terlalu sadar, tetapi sekarang sebagai bagian dari manajemen saya semakin menyadari bahwa investasi-investasi yang diberikan untuk SDM itu sangat dipikirkan satu per satu.
Adapun perbedaannya, sekarang kami memiliki akses ke seluruh dunia. Menjadi bagian dari perusahaan global seperti PMI membuat akses itu jauh lebih mudah. Saya dapat belajar tentang apa yang terjadi di belahan dunia yang lain.
Model kepemimpinan apa yang Anda terapkan sehingga tim yang Anda pimpin bisa belajar banyak dari Anda?
Kalau saya, pimpinan itu cuma perlu dua hal. Yang pertama harus punya visi. Itu yang paling penting, harus berani bermimpi untuk melihat masa depan seperti apa. Akan tetapi, tidak ada orang yang tahu masa depan seperti apa, sehingga seorang pimpinan harus punya
visi dengan berbagai macam skenario yang mungkin terjadi di masa depan. Dengan begitu, apa pun yang terjadi, perusahaan bisa bertahan dan berkembang. Harus punya keberanian dan nyali untuk bermimpi sesuatu yang bukan hari ini. Kami menyebutnya constructive dissatisfaction. Jadi harus tidak puas dengan apa yang hari ini sudah ada.
Setelah punya visi, hal kedua adalah people. People itu buat saya sangat penting sekali. Sebagai gambaran, saya punya prinsip seperti ini. Anggaran Rp1 triliun itu tidak ada artinya di tangan orang yang salah. Akan tetapi, anggaran Rp1 juta di tangan orang yang benar akan jadi luar biasa. Ada yang bilang itu klise, tidak masuk akal, tapi dalam pengalaman saya selama 27 tahun, saya telah melihat bagaimana orang yang tepat bisa menggunakan Rp1 juta untuk hasil yang bisa luar biasa. Buat kami, people development dan keberagaman itu sangat penting.
Saya menggunakan dua pin pada seragam saya, satu besar dan kecil. Penempatan pin yang besar di atas pin kecil menggambarkan bahwa seorang pimpinan harus melindungi yang di bawahnya. Ini adalah pengingat bagi kami di manajemen Sampoerna, setiap pagi saat mengenakan seragam dan memakai pin.
Anda berbicara people menjadi amat penting. Bagaimana pengelolaan SDM memengaruhi bisnis Sampoerna?
Kembali lagi, bagi saya yang terpenting adalah menemukan dan memelihara keberagaman talenta dalam perusahaan. Dengan begitu, masa depan yang kita tidak tahu akan seperti apa, akan dapat ditemukan jawabannya.
Berbicara sales operations, masa pandemi mengubah cara kerja kami dari kunjungan secara fisik ke toko-toko menjadi remote secara digital. Kami berhasil menjalankan transisinya dalam waktu dua bulan di seluruh Indonesia. Indonesia ini seluas Eropa, tapi kami mampu melakukannya dalam dua bulan. Waktu itu masa-masa yang penuh tantangan, tanpa ada acuan. Kami tidak bisa belajar dari mana pun, semua orang juga bingung cara mengatasinya.
Akan tetapi, kami punya prinsip. Yang paling penting, prioritas pertama adalah orangnya. Harus selamat dulu. Karena bisnis itu selalu bisa dibangun, berbeda dengan manusia. Kalau sudah kehilangan, tidak bisa kembali. Prinsip ini berbuah hasil. Kami jalankan bisnis secara remote dengan pelanggan–pelanggan dan bisnis bisa berjalan. Kenapa bisnis bisa berjalan? Kenapa bisa terjadi semulus itu? Karena kami punya SDM tim yang kuat, semuanya sudah well-developed sehingga saat sesuatu di luar perkiraan terjadi, kami bisa pivot. Kalau kami tidak pernah berinvestasi pada orang yang tepat dari awal, saat kejadian seperti ini baru akan terasa. Itu yang banyak organisasi mungkin tidak menyadari. Prinsip perusahaan tidak berubah, lindungi tim kita, kembangkan mereka, maka bisnis akan datang.
Bagaimana Anda menjaga semangat kerja sehingga memberi pengaruh positif kepada tim?
Menjadi pemimpin itu harus punya stamina. Stamina itu artinya fisik harus sehat dulu. Karena banyak orang kerja tidak kenal waktu, fisiknya terganggu. Tidak bisa begitu. Jadi saya selalu menganjurkan ke tim saya untuk rajin berolahraga apa pun bentuknya, selama tidak berlebihan juga.
Kedua, ini prinsip gelas. Gelas diangkat selama satu jam, pasti tangan capek. Jadi harus tahu masa-masa untuk gelas ini harus ditaruh. Itu penting, supaya kesehatan mentalnya terjaga. Healing itu enggak salah, asal jangan setiap hari healing. Ketiga, tak kalah penting buat saya, ini bukan lagi tentang Anda, ini tentang orang lain. Keputusan ini buat orang banyak, jadi pimpinan memang tugasnya menghadapi tantangan dan bertanggung jawab. Tidak hanya bicara tentang tim Anda, karena ini bicara kelangsungan perusahaan dan semua mitra bisnis yang bisa terdampak juga.
Apa salah satu inovasi yang Anda kembangkan bersama tim sehingga menjadi besar seperti sekarang?
Di sini mungkin saya akan membahas tentang Sampoerna Retail Community (SRC), program Sampoerna untuk pengembangan UMKM toko kelontong. Dalam rangka mendukung toko-toko kelontong anggota SRC beradaptasi dengan digitalisasi, kami mengembangkan sebuah ekosistem digital yang bernama AYO by SRC. Aplikasi ini dibuat dan digunakan di Indonesia. Sekarang sudah digunakan juga di negara lain karena PMI menganggap ini merupakan contoh yang bagus.
AYO by SRC terdiri dari tiga aplikasi, yaitu My AYO untuk konsumen yang ingin berbelanja di toko kelontong anggota SRC. Kami buat juga AYO Mitra yang ditujukan untuk memudahkan para pemilik toko kelontong berbelanja ke toko grosir sehingga tidak perlu meninggalkan toko. Ketiga, kami juga punya AYO Toko bagi toko-toko kelontong itu sendiri. Ekosistem digital inilah yang membantu sehingga terjadi proses digitalisasi di UMKM.
Sebagai informasi, hingga Kuartal III 2023, jumlah toko SRC di seluruh Indonesia telah mencapai lebih dari 243.000 toko yang tergabung dalam 8.200 paguyuban, serta aktif berkolaborasi dengan 6.300 Mitra SRC yang merupakan toko grosir. Omzet Toko SRC secara keseluruhan pada tahun lalu mencapai Rp236 triliun, atau setara dengan 11,36% dari total PDB Retail Nasional tahun 2022. Kontribusi SRC ke perekonomian nasional sudah besar sekali. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari kemauan pelaku UMKM ini untuk maju. Banyak perusahaan berinovasi, tapi tidak dilandasi oleh filosofi yang tepat. Kami berbisnis dengan prinsip panduan kami, “Falsafah Tiga Tangan”, sehingga semua mitra, perusahaan dan tim sama-sama berkembang. Kami selalu tekankan bahwa yang kami kerjakan semua jangka panjang. Bukan satu dua kali selesai. Ini antargenerasi.
Bisa Anda jelaskan awal mula yang membuat Sampoerna melahirkan SRC?
Ini sebenarnya enggak muluk-muluk. Jadi waktu itu, saya kunjungan ke Bandung. Di sana berkunjung ke pelanggan lama, sebuah toko kelontong kecil yang kebetulan bisnisnya turun drastis karena pabrik di sebelahnya tutup. Toko ini berencana tutup juga. Saya berpikir, sayang sekali kalau dia harus tutup. Saya tanya tentang rencana, dia tidak punya rencana. Waktu itu kami berpikir bagaimana cara membantu. Kami bisa memberi pendampingan ke mereka, seperti menata toko, cara memperlakukan pelanggan hingga mengatur barang. Kami punya semua ilmu itu, dan kami buat pelatihan.
Jadi bermula dari hal simpel itu saja, kemudian program ini berkembang menjadi seperti sekarang. Program ini akhirnya getok tular dan terjadi selama bertahun-tahun selama 15 tahun. Sekarang total ada 243.000 toko kelontong SRC di seluruh Indonesia. Ke mana pun bepergian, mau ke Banyuwangi, Banten, Papua, Bangka, Aceh selalu akan ada. Akan tetapi, harus diingat bentuknya memang beda-beda. Mereka semua sedang berproses untuk jadi lebih baik. 110 tahun yang lalu Sampoerna dimulai dari sebuah warung kecil, kami berangkat dari sejarah yang sama.
Bisa Anda ceritakan tentang program IQOS affiliator. Apa akan seperti SRC ke depannya?
Saya jelaskan sedikit tentang IQOS terlebih dahulu. IQOS merupakan salah satu produk tembakau inovatif bebas asap yang dikembangkan oleh PMI. Dengan mengedepankan penelitian ilmiah dan teknologi, IQOS memanaskan batang tembakau yang menggunakan tembakau asli tanpa pembakaran, sehingga mengurangi paparan zat berbahaya atau berpotensi berbahaya hingga rata-rata 90-95% lebih rendah dibandingkan dengan asap rokok.
Kami memperkenalkan IQOS di Indonesia melalui skema uji pasar terbatas sejak tahun 2019 dan tersedia di 10 kota-kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Denpasar, Bandung, Medan, Pekanbaru, Palembang, Makassar, Balikpapan, dan Samarinda. Sekarang, kami punya teman-teman yang sudah sangat paham tentang IQOS dan merasakan manfaatnya. Lantas kami wujudkan saja ini menjadi sesuatu yang lebih nyata. Jadi saya mengajak teman-teman ini untuk bersama-sama membawa lingkungan mereka agar bisa lebih baik.
Program ini merupakan model bisnis berupa kemitraan sebagai bentuk komitmen kami untuk memberdayakan pengusaha lokal dan memperluas jaringan retail IQOS di Indonesia. Melalui skema ini, kami telah bekerja sama dengan lebih dari 300 pengusaha lokal Indonesia.
Persis seperti SRC, namun dalam bidang yang berbeda, dengan filosofi yang sama. Kami percaya kalau mau membuat Indonesia lebih baik, tidak bisa sendirian. Kalau mau bisnis sukses, dan bisa berlanjut hingga 110 tahun berikutnya, tidak hanya konsumen dewasa yang harus diperhatikan, tetapi juga mitra bisnis.
Menginjak usia Sampoerna yang ke-110 tahun, apa harapan Anda ke depan?
Mimpi kami adalah dapat bertahan hingga 110 tahun lagi. Untuk bisa ke sana, filosofi kami tidak akan berubah. Kedua, inovasi tidak boleh berhenti, visi ke depan tidak boleh berhenti. Jangan sekali-kali takut untuk mengubah sesuatu yang sudah sukses. Harus punya keberanian untuk selalu bervisi dan punya inovasi yang tidak dibayangkan oleh orang lain. Harus berani investasi di people. Karena orang-orang inilah yang akan menjadi pemimpin berikutnya.
Di samping itu, saya berharap Sampoerna dapat terus melanjutkan penciptaan nilai yang berkelanjutan di Indonesia, seperti investasi jangka panjang dan menyerap tenaga kerja secara sigfinikan, serta peran aktif lainnya utamanya dalam mengembangkan UMKM Indonesia. Semoga kehadiran Sampoerna dalam 110 tahun yang sudah berjalan hingga tahun-tahun selanjutnya, dapat terus mendukung kemajuan perekonomian Indonesia.
Harus punya keberanian untuk bervisi dan berinvestasi di people.
Ivan CahyadiDirektur Penjualan
PT HM Sampoerna Tbk.