Masuk Lewat Literasi Keuangan , Terkait layanan keuangan, Gen Z masih membutuhkan edukasi yang memadai agar terjadi keseimbangan antara keinginan dan kemampuan berbelanja. Literasi keuangan menjadi pintu masuk merek untuk menggarap segmen ini.
Sebagian besar anak-anak muda cenderung lebih memilih menghabiskan uang untuk kegiatan yang menyenangkan, seperti makan enak, menonton konser, dan traveling ke tempat-tempat baru. Mereka menghamburkan uang untuk kegiatan itu dengan maksud menjaga eksistensi di media sosial. Tak jarang untuk membiayai keinginan tersebut, mereka harus mengutang, baik kredit, paylater, atau bahkan pinjaman online alias pinjol.
Kebiasaan konsumtif seperti ini terjadi karena kurangnya perencanaan keuangan sehingga Gen Z relatif tidak memiliki aset pribadi dibandingkan dengan generasi seniornya, Milenial. Buruknya perencanaan keuangan mereka terpotret dari riset bertajuk IFG Progress Insurance Literacy Survey yang dilakukan oleh IFG Progress pada Oktober-Desember 2022. Dalam survei tersebut, mayoritas pemuda hanya memiliki produk keuangan tabungan.
Riset melibatkan 532 responden dengan rentang usia 18-25 tahun. Penelitian ini melibatkan mahasiswa tingkat sarjana (S1) dan pascasarjana (S2) yang berasal dari empat universitas yakni di Jawa sebanyak dua universitas, Sumatera satu universitas, dan Nusa Tenggara serta Bali satu universitas. Komposisi dari responden yakni berjenis kelamin perempuan 68% dan laki-laki sebanyak 32%.
Selain itu, sebagian besar responden berusia 18-21 tahun dengan persentase 81% dan ada sekitar 18% dari responden berusia 21-25 tahun. Jika dikategorikan menurut program studi, 76% dari total responden merupakan mahasiswa yang berasal dari program studi bidang ekonomi. Sedangkan sisanya, 24% berasal dari program studi lainnya. Grafik 1.
Secara keseluruhan, sebagian besar dari responden dengan tingkat persentase sebesar 54% memiliki tingkat literasi asuransi yang tergolong moderately literate. Di samping itu, jika dilihat berdasarkan dimensi literasi, sebagian besar responden masih tergolong moderately literate pada dimensi understanding of product dan tergolong low literate untuk dimensi knowledge of product.
Pada dimensi attitude of potential policyholders, sebagian besar responden tergolong highly literate. Pengetahuan (knowledge of product) asuransi dikalangan responden terpantau masih sangat rendah terutama terkait dengan jenis-jenis produk dan manfaat dari masing-masing produk.
Sementara, pemahaman (understanding of product) terkait konsep dasar dan prinsip dasar asuransi, hak dan kewajiban pemegang polis, serta risiko memegang polis asuransi masih tergolong moderat. Hal tersebut diduga dikarenakan sebagian besar responden tidak memiliki polis asuransi sehingga kurang memiliki informasi yang cukup terkait asuransi. Grafik 2.
Di Indonesia, Gen Z sangat potensial dijadikan pangsa pasar pada berbagai sektor industri seperti jasa keuangan. Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlahnya mencapai 74,93 juta orang atau 27,94% dari total populasi. Kendati demikian, kekurangan dari generasi ini adalah daya belinya yang masih lebih rendah dibandingkan seniornya.
Agar Gen Z mempunyai daya beli yang cukup tinggi, merek harus menunggu selama 10-15 tahun ke depan. Namun, merek tidak disarankan hanya berdiam diri dan menunggu, melainkan harus membina sejak jauh-jauh hari. Sehingga ketika sudah waktunya, Gen Z bisa menjadi konsumen loyal dari produk yang dijual.
Dalam membidik Gen Z, pemasar perlu mengetahui karakter mereka dalam kehidupan sehari-hari. Adapun karakter yang paling mendominasi mereka di antaranya senang menunjukkan dirinya secara autentik. Mereka juga menggunakan atau membeli barang berdasarkan fungsinya (product utility).
baca juga
Gen Z cenderung memandang dirinya sukses jika bahagia, sehingga tak segan-segan mengeluarkan uang demi kemauan dibandingkan dengan kebutuhan. Perilaku tersebut membuat Gen Z berfokus pada life experiences.
Karakter kuat terakhir yang ada pada generasi ini yaitu dalam hal mengambil keputusan mereka tidak terlalu peduli dengan pendapat orang lain. Dalam hal ini biasa disebut sebagai non-conformist, sehingga mereka sangat menjaga identitas diri dengan kuat.
Melihat fenomena tersebut, Josua Pardede, Chief Economist Permata Bank menyebut produk jasa keuangan yang tepat untuk membidik Gen Z, yakni pinjaman lunak dengan bunga rendah, paylater, atau kartu kredit. Sebab, untuk memenuhi gaya hidup dan eksistensi mereka tak jarang melakukan pinjaman baik melalui lembaga keuangan maupun non lembaga keuangan. Meski begitu, perbankan atau lembaga keuangan juga perlu berhati-hati dalam memberikan pinjaman pada generasi ini.
Hal itu karena pendapatannya yang kerap tak sebanding dengan pengeluaran atau kemauan Gen Z. Alhasil, tingkat non performing loan (NPL) bisa saja menjadi taruhan ketika lembaga keuangan terlalu memanjakan Gen Z. Sehingga ada baiknya lembaga keuangan mengkombinasikan produk pinjaman bunga rendah dengan edukasi perencanaan keuangan.
“Penting sekali perencanaan keuangan bagi Gen Z agar awareness mereka semakin meningkat. Alasannya, kalau hanya spending tanpa investasi akan memberikan dampak negatif tidak hanya kepada bank, tapi juga kehidupan mereka,” kata Josua.
Ubah Strategi Penjualan
Kepemilikan polis asuransi yang masih cukup rendah dari kalangan Gen Z membuat para pemainnya harus mengubah strategi pemasaran. Sama seperti industri perbankan, relevansi, keselarasan, dan konsistensi dengan kebutuhan menjadi kata kunci untuk bisa meningkatkan penetrasi pada kawula muda.
Untuk memperluas informasi produk, perusahaan asuransi mengemasnya melalui konten pemasaran yang relate dengan kehidupan sehari-hari dan strategi integrated marketing communications (IMC) di media sosial.
Vivin Arbianti Gautama, Chief Marketing Officer (CMO) Generali Indonesia menjelaskan, Gen Z memiliki karakter yang unik dibandingkan generasi-generasi lainnya sehingga terkadang sulit disentuh dengan strategi pemasaran yang itu-itu saja. Di industri asuransi, mengerti dan memahami kebutuhan mereka saja tidaklah cukup. Pemasar perlu rajin-rajin berkreasi dalam menentukan strategi dan terus mengamati perubahan perilaku mereka dalam menggunakan produk keuangan.
Pemasar diwajibkan memiliki kelincahan atau agile dalam melihat perkembangan pasar, khususnya untuk segmen Milenial dan Gen Z. Agar cepat merespons perubahan perilaku, Generali Indonesia terus menganalisis apa yang dibutuhkan setiap generasi pada seluruh tahapan hidup atau life cycle yang sedang dilalui dan menciptakan solusi keuangan dari pain point yang mereka hadapi.
Tidak hanya itu, perusahaan juga secara rutin melakukan riset terkait topik-topik apa yang hangat dibicarakan oleh Gen Z dan terus memperkuat brand authenticity, membangun brand image yang autentik dengan nilai serta misi perusahaan yang mengedepankan prove points untuk membangun trust publik.
“Dulu pendekatan untuk segmen muda yang dilakukan adalah push marketing, sekarang sudah bertransformasi menjadi pull marketing, segmen pasar menentukan produk mana yang sesuai untuk mereka,” katanya.
Sementara, push marketing adalah pendekatan yang dilakukan pemasar dengan berusaha mendorong produk kepada pelanggan melalui saluran distribusi atau agen asuransi. Dalam strategi ini, pemasar berupaya meyakinkan saluran distribusi tentang keunggulan dan manfaat produk, memberikan insentif, dukungan pemasaran. Bahkan, potongan harga agar konsumen mau membeli produk. Keunggulan strategi ini adalah membantu produsen menemukan distributor yang akan membantu membangun saluran penjualan dan mempromosikan produk.
Sedangkan pull marketing umumnya dilakukan untuk menarik pelanggan yang sudah mengenal merek dan berusaha ditarik kembali oleh merek. Misalnya, pemasaran berdasarkan rekomendasi orang-orang terdekat atau advocated marketing, exposure media, iklan, maupun influencer marketing. Kelebihan dari cara ini adalah bisa menguji kelayakan produk di pasar dan menggunakannya untuk mendapatkan umpan balik pelanggan mengenai produk tersebut.
Vivin menyebut, perubahan strategi yang dilakukan tak lepas dari kecerdasan Gen Z dalam memilih produk asuransi. Mereka bisa dengan mudah mencari informasi secara online dan melihat track record suatu perusahaan sebelum akhirnya memutuskan untuk memiliki perlindungan. Bahkan, uniknya generasi ini sudah melihat nilai-nilai sustainability pada suatu brand, apakah ada kontribusi merusak lingkungan di masa depan, dan juga melihat testimoni para pengguna asuransi lainnya.
Generali Indonesia memaksimalkan cara IMC dengan berbagai elemen komunikasi pemasaran seperti periklanan, promosi penjualan, public relations, dan pemasaran langsung yang digabungkan secara terintegrasi. Tujuannya untuk mendapatkan target penjualan yang konsisten dan efektif.
“Penggunaan influencer memang menjadi salah satu implementasi dari strategi untuk mengambil hati para kaum muda, karena mereka menyenangi hal-hal yang relate dengan gaya hidup serta kehidupan sehari-hari juga yang memiliki nilai serta kesesuaian yang sama dengan mereka,” pungkas Vivin.
Penting sekali perencanaan keuangan bagi Gen Z agar awareness mereka semakin meningkat.
Josua Pardede
Chief Economist Permata Bank