Menggoyang Kemapanan

Menggoyang Kemapanan

Pasar ponsel pintar merupakan salah satu pasar paling dinamis. Para pemainnya bersaing sangat ketat dengan inovasi terbaru mereka. Mereka mengedepankan fitur-fitur yang paling dibutuhkan oleh segmen yang dibidik.

Industri smartphone telah lama dikuasai oleh merek-merek besar seperti Apple dan Samsung. Namun, di tengah dominasi mereka, ada yang dikenal sebagai challenger brands atau merek-merek penantang yang berupaya mengguncang pangsa pasar yang mapan tersebut. Para penantang dominasi tersebut datang dengan beragam inovasi.

Tak cuma dari sisi harga, para penantang petahana pasar ini juga membawa pembaruan dalam persaingan. Para penantang ini menyadari bahwa penguasa pasar memiliki keunggulannya sendiri. Karenanya, merek mencoba memenangkan persaingan dari sisi yang tak terjamah penguasa pasar. Tak jarang para challenger brands ini kerap disebut “perusak pasar.”

Untuk menumbangkan hegemoni penguasa pasar, para challenger brands perlu memahami konsumennya. Smartphone tak bisa cuma sekadar canggih, memiliki merek dengan nama besar, atau fitur dengan kemampuan sejagat. Mereka harus tahu apa yang betul-betul dibutuhkan pasar guna meraup pangsa pasar yang besar.

Menurut survei Populix yang berjudul “Indonesia Mobile Phone Purchase Behavior” edisi September 2023, terdapat sejumlah faktor yang menjadi pertimbangan utama konsumen Indonesia dalam memilih smartphone yang akan mereka gunakan. Hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas, atau sekitar 78% dari responden Indonesia, memilih tipe smartphone berdasarkan kapasitas RAM-nya. Selain itu, sekitar 65% responden memilih smartphone berdasarkan kapasitas memori, sementara sekitar 60% mempertimbangkan karena harganya yang terjangkau. (Grafik 1)

Image or Photo Marketeers Max

Faktor lain seperti kapasitas baterai diyakini penting oleh 56% responden. Berbeda tipis, kualitas kamera diyakini penting oleh 55% responden. Lalu, 52% responden menganggap bahwa reputasi merek penting dalam pemilihan smartphone.

Selain itu, aplikasi bawaan smartphone memiliki proporsi lebih rendah dalam pemilihan yakni 44%. Responden yang memilih smartphone karena model terbaru bahkan menempati peringkat terbawah dengan persentase sebesar 22%.

Survei juga menemukan bahwa mayoritas responden, yaitu sekitar 90%, membeli smartphone secara tunai. Hanya sekitar 5% responden yang membeli smartphone menggunakan kartu kredit dan paylater. Survei ini dilakukan secara daring terhadap 1.096 responden pada periode 9-14 Agustus 2023.

Di Indonesia, dominasi vendor asal Korea Selatan, Samsung masih kuat. Di global, Samsung merupakan rival dari vendor ponsel asal Amerika Serikat, Apple. Meski begitu bukan berarti dominasi Samsung di Indonesia tak mendapat perlawanan.

Indonesia telah kedatangan banyak vendor smartphone dari Cina. Keberadaan smartphone asal Cina ini awalnya tak memberi pengaruh yang signifikan. Kini, Samsung telah mendapat rival yang sepadan di Indonesia.

OPPO menjadi vendor smartphone yang kini mampu menyaingi Samsung di kancah ponsel Indonesia. Mengawali debutnya di pasar Indonesia pada April 2013, kini merek telah mampu menandingi dominasi Samsung. (Grafik 2).

Image or Photo Marketeers Max

Menurut laporan International Data Corporation (IDC), pasar smartphone di Indonesia menunjukkan peningkatan menjelang akhir tahun. Selama kuartal III 2023, tercatat total penjualan smartphone mencapai 8,9 juta unit, yang menandai pertumbuhan sebesar 8,8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/ yoy).

Vanessa Aurelia, Associate Market Analyst IDC Indonesia, menyatakan bahwa pertumbuhan pengiriman smartphone di Indonesia pada kuartal terakhir terjadi di semua segmen harga, terutama dipimpin oleh smartphone dengan harga di atas US$ 600.

Laporan IDC juga menunjukkan bahwa Oppo berhasil menggeser posisi Samsung sebagai vendor smartphone terlaris di Indonesia pada kuartal III 2023. Pengiriman smartphone Oppo mencapai 1,8 juta unit sepanjang periode tersebut, meskipun mengalami penurunan sebesar 4,4% dari kuartal III 2022 yang mencapai 1,9 juta unit. Oppo menempati posisi pertama karena berbagai perilisan model baru yang mendorong pertumbuhan di berbagai rentang harga.

    Samsung menempati peringkat kedua dengan mengirimkan 1,4 juta unit smartphone, mengalami penurunan pengiriman sebesar 17,8% secara tahunan (yoy). Transsion menduduki peringkat ketiga dengan mengirimkan 1,4 juta unit smartphone, mencatat lonjakan signifikan sebesar 79,7% (yoy). Di sisi lain, Xiaomi mencatat pengiriman sebanyak 1,3 juta unit, naik 17,9% (yoy).

    Pengiriman smartphone dari vivo turun 16,9% dari 1,5 juta unit menjadi 1,3 juta unit pada kuartal III 2023. Sementara itu, pengiriman dari vendor smartphone lainnya meningkat sebesar 50% (yoy) dari 1,1 juta unit menjadi 1,7 juta unit pada periode yang sama.

    Baskoro Adiwiyono, Head of Public Relation OPPO Indonesia menilai industri smartphone di Indonesia masih didominasi oleh pasar untuk perangkat low-end hingga middle. Namun demikian, merek juga melihat adanya tren potensi pasar middle hingga high-end yang terus berkembang. Semakin banyak konsumen yang memilih perangkat kategori flagship dengan daya tahan yang lebih baik agar smartphone-nya bisa digunakan untuk jangka waktu yang lebih lama.

    “Kompetisi pun semakin ketat, terutama di segmen low-end dan premium di mana masing-masing pemain terus menonjolkan keunggulannya,” kata Baskoro.

    Salah satu perangkat yang membantu merek dalam merebut tahta market leader adalah foldable miliknya. Perangkat foldable OPPO Find N Series (Find N2 Flip, Find N3 dan Find N3 Flip) memang bukan merupakan perangkat foldable yang pertama dijual di pasar Indonesia. OPPO memilih fokus terlebih dahulu untuk memahami pain point dari pengguna foldable yang sudah lebih dulu ada di pasaran.

    “Kami tidak serta-merta mengincar untuk jadi yang pertama, melainkan menjadi yang terbaik, sehingga kami mengembangkan teknologi yang unggul untuk menjawab kekhawatiran konsumen tersebut,” lanjutnya.

    Baskoro mengakui, dalam persaingan, merek memerlukan diferensiasi dan positioning yang jelas. Tuturnya, resep memenangkan persaingan antara lain adalah teknologi untuk meningkatkan daya tahan perangkat yang berorientasi pada pengguna. Tentunya juga ditunjang dengan layanan pelanggan yang selalu dapat diandalkan dari staf profesional perusahaan.

    Perusahaan melihat bahwa segmen flagship terus berkembang. Namun, eksistensi low-end market juga tetap bertumbuh. Perusahaan melihat ini sebagai peluang untuk meraih pangsa pasar yang lebih banyak dengan membawa teknologi canggih untuk lebih merakyat.

    “Kami percaya kualitas adalah yang utama, bukan sekadar kuantitas. Sehingga kami pun senantiasa fokus pada pengembangan terobosan teknologi di perangkat flagship untuk melayani konsumen premium, sembari terus menyediakan berbagai inovasi yang sebelumnya hanya tersedia di perangkat flagship untuk perangkat midrange,” kata Baskoro.

    Tak hanya OPPO, dominasi Samsung juga mendapat tantangan dari realme. Merek smartphone asal Cina ini juga mampu mengusik ketenangan market leader dengan inovasi yang dibawa. Hingga kini, realme mampu menjual 200 juta lebih unit smartphone.

    Krisva Angnieszca, PR Lead realme menjelaskan bahwa perusahaan berusaha memenangkan persaingan dengan membawa teknologi canggih lebih merakyat. Salah satunya dengan peluncuran realme C67. Produk tersebut memiliki kamera dengan ukuran 108 MP yang umumnya hanya ditemukan pada ponsel flagship.

    “Kami mendengarkan apa yang menjadi keinginan anak muda. Mereka sebenarnya ingin mencoba smartphone dengan kamera yang 108MP karena hasil kualitas fotonya juga bagus. Tapi mungkin selama ini mereka sulit menjangkau itu,” kata perempuan yang karib disapa Vava itu.

    Alasan mengapa perusahaan berniat membawa teknologi canggih ke ponsel di segmen low-end adalah karena merek menyadari penjualan smartphone terkonsentrasi di segmen tersebut. Ungkap Vava, dari 200 juta smartphone realme yang terjual, 100 juta unit yang terjual adalah seri C atau entry-level. Meski demikian, perusahaan membawa teknologi tersebut secara bertahap dari flagship, middle, kemudian diturunkan lagi ke entry-level.

    Posisi realme di Asia Tenggara juga telah diakui sebagai challenger brand. Menurut data dari lembaga riset Canalys, realme menduduki posisi kedua dengan pangsa pasar 19% di Filipina pada kuartal kedua. Di Thailand, realme menanjak ke posisi keempat dengan pangsa pasar 12%. Kemudian di Vietnam dan Malaysia, merek ini meraup pangsa pasar 10%.

    Merek memposisikan diri sebagai ponsel dengan diferensiasi pada fitur fotografi. Vava juga mengatakan bahwa realme akan berfokus pada teknologi fotografi kedepannya. Apa yang membantu realme bersaing di industri ini tak lepas dari riset, survei, dan pengenalan konsumen lebih dalam.

    “Karena kami strateginya lebih mendekatkan diri lagi pada user kami untuk mendapatkan feedback dari mereka. Kualitas foto seperti apa yang mereka inginkan. Jadi bukan hanya sekedar mengikuti tren, tapi kami benar-benar mensurvei cara langsung. Kualitas kamera seperti apa yang mereka inginkan dari anak muda, kemudian akhirnya kita terapkan. Itu yang akan menjadi perbedaan,” pungkas Vava.

    Kami tidak serta-merta mengincar posisi pertama, melainkan menjadi yang terbaik, sehingga kami mengembangkan teknologi yang unggul untuk menjawab kekhawatiran konsumen tersebut.

    Baskoro AdiwiyonoHead of Public Relation OPPO Indonesia

    Leave a Comment

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Scroll to Top