Spotify

ukms.or.id/ — Bagi sebagian orang, musik adalah teman bagi kegiatan sehari-hari. Rasa-rasanya ada yang kurang jika harus mengendalikan mobil, atau bekerja, tanpa suara yang menemani.

Maka, tidak mengherankan jika aplikasi-aplikasi untuk streaming musik menjadi sangat diminati.

8tracks sempat menjadi pilihan, sampai akhirnya perusahaan itu membatasi jangkauan sehingga orang-orang di luar Amerika Utara—termasuk Indonesia—tidak bisa mengaksesnya.

Namun, pilihan lain cepat datang. Kini, kebanyakan orang menggunakan Spotify. Aplikasi dengan UI (User Interface) dominan warna hijau ini bisa dinikmati dengan dua model: gratis dan berbayar.

Versi berbayar, tentu saja, memberikan lebih banyak keuntungan seperti tidak ada iklan, bisa melongkap lagu sebelum atau berikutnya dalam suatu album, dan juga mengunduh lagu untuk didengarkan secara offline.

 

Banyaknya peminat membuat revenue Spotify semakin naik dari tahun ke tahun. Namun baru-baru ini, perusahaan berbasis Swedia tersebut membuka lowongan kerja khusus bagi orang-orang dengan spesialisasi hardware. Dikabarkan pula, mereka mengalami kerugian sebanyak 1,6 billion dollar tahun 2017 lalu.

Ada apa, sebenarnya?

Smart Speakers

Usut punya usut, rupanya Spotify juga sedang mengalami hambatan besar untuk tetap berkembang. Ancaman datang dati tiga raksasa bisnis yang menjadi kompetitor mereka: Amazon Echo, Apple HomePod, dan Google Home.

Selama ini, mereka bisa dibilang berhasil melenggang jaya di atas layanan streaming lain seperti Pandora dan Apple Music, namun perubahan model ini harus membuat Spotify memutar otak.

Tidak seperti dua kompetitor di atas, Spotify sama sekali tidak punya stake untuk membuat perangkat keras—yang bisa jadi memblokir akses antara para pengguna dan layanan mereka.

Pangsa Pendengar Spotify

Realitanya, makin banyak orang mendengarkan musik dari perangkat smart speakers sekarang ini. Orang-orang yang punya smart speaker lebih suka mendengar musik dari sana daripada menggunakan headphone atau speaker biasa.

Lebih parahnya lagi, dua per tiga para pengguna jadi lebih sering mendengarkan musik sejak membeli smart speaker. Kualitas suara dan kemudahan yang ditawarkan rupanya cukup bisa mengubah gaya hidup para pengguna.

Menurut salah satu sumber, saat ini di Amerika diperkirakan bahwa 50% dari semua musik yang di-stream di Amerika Serikat menggunakan perangkat Amazon Echo atau Google Home Device.

Setengah, dan sebanyak itu dikuasai hanya oleh dua perangkat.

Kelebihan Smart Speaker Spotify

Kelebihan smart speaker jelas ada pada kemampuannya untuk membaca suara.

Tanpa menatap layar pun, kita bisa menyuruh pemutar musik kita dengan perintah verbal (seperti: “Putar musik Jazz”), dan itu memudahkan bagi sebagian besar orang.

Pengguna yang lebih mementingkan desain UI (Spotify punya desain yang cantik dan efektif) mungkin tidak akan goyah oleh teknologi ini, namun seberapa lama itu akan bertahan?

Lebih-lebih ketika kompetitor dengan smart speaker gencar berpromosi suara “Suka musik jazz? Minta smart speaker Anda untuk memutarkan lagu jazz langsung dari…”

Celah untuk Bertahan Spotify

Meskipun demikian, informasi suara hanya memberikan satu akses informasi antara pengguna dan aplikasi.

Kita tidak bisa memindah lagu atau menutup aplikasi secepat jika melihat layar langsung, misalnya.

Namun, hal di atas hanya satu kelebihan yang dirasa kecil. Belum lagi jika mempertimbangkan kemungkinan update smart speaker yang akan mengembangkan teknologi pengenalan suaranya menjadi lebih kompleks.

Dalam hal ini, Spotify sudah berusaha untuk mengontak para raksasa teknologi di Silicon Valley tersebut.

Bagaimanapun juga, mereka juga memiliki aset yang tidak kecil untuk ditawarkan—termasuk pilihan lagu yang lebih banyak, dan gudang playlist milik masing-masing user yang bisa jadi terlalu sayang untuk pindah karena sudah terkategori dengan rapih.

Negosiasi Spotify

Saat ini, Spotify memiliki sekitar 70-80 tim pengacara yang memberikan saran tentang susunan konten digital serta taktik untuk berhadapan dengan para raksasa bisnis teknologi ini.

Apple, Amazon, dan Google menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap keinginan Spotify: mengizinkan aplikasi streaming tersebut bisa diakses menggunakan smart speaker mereka.

Yang paling toleran adalah Google, yang mengizinkan baik pengguna Spotify gratis maupun berbayar untuk menggunakan layanan itu di smart speaker mereka secara default. Amazon, sedikit lebih ketat, hanya mengizinkan subscriber.

Apple terang-terangan tidak mengizinkan akses Spotify di perangkat smart speaker mereka (Siri). Malah, mereka membuat akses lagu dari Spotify semakin rumit untuk diputar di sana.

Seorang pengguna menuturkan bahwa memutar lagu di Spotify dengan HomePod harus melalui fitur Apple Airplay, yang berarti harus mau diinterupsi pings dan iklan-iklan auto-ads.

 

 

 

Langkah untuk Membuat Perangkat Keras Sendiri Spotify

Desakan untuk membuat smart speaker, atau perangkat keras sejenis, memang mulai menggaung di mana-mana. Sebab jika tidak, para pemilik aplikasi jadi harus bergantung pada belas kasih perusahaan-perusahaan besar agar bisa tetap menggapai para pengguna mereka secara menyeluruh.

Pada kenyataannya keberadaan perangkat keras untuk kueri voice engagement semacam ini tidak hanya mengancam website streaming musik seperti Spotify.

Untuk alasan itu jugalah, Facebook mulai cepat tanggap dengan memulai proyek pembuatan smart speaker mereka sendiri, yang berkode nama Aloha dan Fiona. Direncanakan, perangkat itu akan dirilis sekitar tahun ini.

Meskipun begitu, sejauh ini Spotify masih di atas angin. Perusahaan yang didirikan pada tahun 2006 di Stockholm, Swedia, oleh Daniel Ek dan Martin Lorentzon ini memiliki 160 juta pengguna; bisa dibilang dua kali lipat pendengar Apple Music.

Namun, dominasi toh bisa berbalik cepat. Apalagi jika mengingat nasib perusahaan-perusahaan besar yang sudah gulung tikar—Nokia, contohnya.

Spotify Mengaukms.or.id/l Langkah Berani

Praktis, pilihan yang dimiliki Spotify hanyalah membuat perangkat keras sendiri.

Dan bukan itu saja, headphone serta speaker ini harus berkualitas sangat, sangat bagus, agar bisa menyaingi tiga raksasa kompetitornya.

Para ahli berpendapat ini akan menarik. Di satu sisi, Spotify adalah “anak baru” di dunia hardware. Tampak jelas bahwa mereka sudah mengumpulkan tim, dan kita tidak tahu produksi macam apa yang akan mereka rilis nantinya.

Dan yang jelas, produksi hardware tidaklah murah.

Meskipun begitu, dengan kansnya sekarang, para ahli berpendapat Spotify tidak akan mengalami kesulitan secara dana.

Investor akan mendekati apa saja yang ramai—dan jah skandal—di masa sekarang, dan untuk saat ini Spotify masih punya itu.

 

baca juga

Perjalanan 85 Brand Nasional Dan Internasional

Brand Jovian X Ria Miranda di Zalora

Brand Dapoer Roti Bakar Legenda Kuliner Indonesia

 

 

Toh, langkah sebuah perusahaan aplikasi yang banting setir membuat perangkat keras bukanlah barang baru di dunia teknologi.

Terlebih jika konsumennya ada, dan terus bertambah.

Nah, jika proyek ini lancar, maka bisa dipastikan dalam beberapa waktu ke depan kita jadi bisa mengakses Spotify menggunakan perangkat dengan merek yang sama. Yang perlu diperhatikan cuma kualitasnya.

Apabila pemutar musik ini bagus, maka orang tak akan berpikir untuk berpindah platform. Namun jika tidak, mungkin tidak ada ruginya membuang playlist lama kita di Spotify dan mendengarkan musik dari platform lain yang jelas lebih nyaman dan menjanjikan…

Scroll to Top