Gaya Lebih Ekspresif , Gen Z terbilang merupakan generasi yang lebih ekspresif dibandingkan generasi sebelumnya. Membidik pasar ini, industri otomotif dituntut merilis produk yang sesuai dengan karakter mereka.
Dalam memilih produk otomotif, Gen Z juga perlu merasakan adanya koneksi kesamaan antara merek dengan mereka. Gen Z perlu merasa bahwa merek memiliki produk yang mewakili karakternya. Koneksi ini yang memperkuat Gen Z dalam melakukan pembelian.
Gen Z memahami kendaraan pribadi bukan sekadar moda transportasi belaka. Kendaraan pribadi yang ingin dibeli haruslah mengakomodasi kebutuhan dan juga keinginan. Karenanya, merek harus jeli dalam membaca karakter Gen Z.
Merek juga harus memahami terlebih persepsi Gen Z akan kendaraan yang dibelinya. Bukan cuma akselerasi cepat, fitur termutakhir, namun kecocokan untuk hidup mereka. Rupanya, mayoritas Gen Z meyakini bahwa kendaraan yang dibelinya merupakan ruang ketiga. (Grafik 1).

Survei ini menunjukkan 75% dari pengemudi Gen Z (usia 18 hingga 25 tahun), dan 49% dari pengemudi secara keseluruhan, lebih cenderung melihat kendaraan mereka sebagai ruang ketiga dibandingkan dengan sebelum pandemi COVID-19. Ruang ketiga didefinisikan sebagai tempat di luar tempat kerja dan rumah, tempat untuk bersantai, menikmati hobi, melarikan diri dari tekanan kerja seperti kafe, perpustakaan, taman, atau kendaraan pribadi.
Gen Z bisa dibilang masih melihat kendaraan pribadi sebagai sebuah kebutuhan. Meski isu kemacetan dan keberlanjutan mulai santer terdengar, kebutuhan akan moda transportasi pribadi masih berkembang. Masih banyak Gen Z yang memilih menggunakan transportasi pribadi dibandingkan transportasi publik, meskipun kini transportasi publik terus berkembang. (Grafik 2).

Laporan McKinsey yang berjudul “Europe’s Gen Z and Future of Mobility” menyebut sebanyak 42% Gen Z yang disurvei mengaku memiliki kendaraan pribadi. Jumlah yang lebih sedikit yakni 20% mengaku menggunakan transportasi publik. Sisanya sebanyak 38% mengaku menggunakan taksi online atau bergantian kendaraan dengan temannya.
Laporan ini juga menyoroti moda transportasi yang akan digunakan Gen Z ke depannya. Sebanyak 32% Gen Z mengaku akan lebih sering menggunakan transportasi pribadi ke depannya. Persentase ini sama dengan Gen Z yang ingin menggunakan taksi online atau bergantian kendaraan.
baca juga
Karakter Gen Z tidak hanya terlihat dalam melakukan pemilihan kendaraan, tapi juga terlihat dari cara generasi ini memperoleh informasi tentang kendaraan pribadi yang ingin dibeli. Dengan karakteristik yang unik dan kebutuhan yang berbeda, strategi pemasaran harus disesuaikan agar dapat menarik perhatian dan mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Mereka terbiasa dengan teknologi dan terhubung secara online hampir sepanjang waktu.
Cara Gen Z memperoleh informasi hingga menentukan pembelian produk pun berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi sebelumnya mungkin cukup melihat brosur atau iklan yang terpampang di televisi atau billboard untuk memperoleh informasi. Kini, Gen Z sebagai digital natives memiliki banyak opsi dalam memperoleh informasi seputar produk.
Asal tahu saja, Gen Z cenderung mencari informasi sendiri sebelum membuat keputusan pembelian. Mereka cenderung skeptis terhadap iklan yang hard selling, sehingga strategi pemasaran harus berfokus pada nilai tambah dan konten yang informatif dan berguna. Misalnya, merek otomotif dapat membuat konten yang menyoroti fitur-fitur teknis dari kendaraan mereka, memberikan ulasan pelanggan yang jujur, atau bahkan menyediakan panduan merawat kendaraan mereka dengan baik.
Selain itu, penggunaan influencer menjadi semakin penting dalam menjangkau Gen Z. Mereka cenderung percaya pada rekomendasi dari orang-orang yang mereka ikuti dan dianggap sebagai kredibel di bidangnya. Merek otomotif dapat bekerja sama dengan influencer yang memiliki basis pengikut yang besar di platform, seperti YouTube, Instagram, atau TikTok untuk memperkenalkan produk mereka secara organik dan meyakinkan.
Pengalaman pengguna juga merupakan faktor penting dalam mempengaruhi keputusan pembelian Gen Z. Mereka menghargai kemudahan penggunaan, inovasi, dan kenyamanan dalam produk dan layanan. Oleh karena itu, merek otomotif harus memastikan bahwa proses pembelian kendaraan mereka mudah, transparan, dan dapat diakses secara online.
Hal ini yang dilakukan oleh Subaru Indonesia. Ismail Ahlan, General Manager Marketing dan Public Relations Subaru Indonesia mengatakan bahwa mereknya telah merambah platform-platform yang kerap digunakan Gen Z seperti Instagram, YouTube, dan TikTok. Platform media sosial ini juga menjadi jembatan untuk merek membangun interaksi phygital dengan konsumen Gen Z.
Di setiap kanal media sosialnya, Subaru Indonesia menambahkan tautan ke nomor WhatsApp resmi milik merek. Dari nomor tersebut, konsumen bisa bertanya seputar produk, menjadwalkan uji kendara, atau menjadwalkan diri untuk kunjungan ke showroom. Merek juga melayani pengantaran kendaraan untuk diuji coba oleh konsumen.
Merek juga mendekati Gen Z melalui konten yang organik dengan menggandeng influencer. Salah satu influencer yang digandeng merek adalah Julian Johan, atlet balap mobil offroad. Dalam kontennya, Julian Johan mengajarkan teknik-teknik dalam balap offroad dan juga berkemah di alam bebas.
Kombinasi antara influencer, media sosial, serta komunikasi dengan pelanggan yang dipermudah tersebut menurut Ihsan menjadi pendorong baik untuk penjualan merek maupun brand awareness.
“Gen Z itu butuh keautentikan. Mereka ingin sesuatu yang autentik dan bisa mereka rasakan, jadi harus experience base marketing agar mereka tertarik. Mereka tidak bisa didorong melalui promo-promo,” kata Ihsan.
Di sisi kendaraan roda dua, PT Astra Honda Motor atau AHM membidik Gen Z dengan merilis produk yang sesuai dengan karakternya. Produk yang dirilis merupakan Honda Stylo 160, skuter matik yang didesain dengan tema modern klasik retro. Merek juga berkolaborasi dengan media, brand ambassador, serta memanfaatkan penggunaan media sosial dalam pemasaran.
“Kami tidak hanya menghadirkan produk sepeda motor sebagai sarana transportasi, tetapi juga sebagai partner berkendara untuk meraih mimpi, merefleksikan gaya, kepribadian, dan karakter Gen Z, sehingga memberikan kegembiraan dan kebanggaan bagi mereka,” kata Andy Wijaya, General Manager Marketing Planning and Analysis PT Astra Honda Motor.
Selain itu, penting bagi merek otomotif untuk mempertimbangkan isu-isu baik lingkungan, pendidikan, dan hal-hal di luar unit bisnis merek dalam strategi pemasaran mereka kepada Gen Z. Generasi ini dikenal sebagai generasi yang tidak takut membahas isu-isu yang dianggap sulit. Oleh karena itu, merek otomotif yang menawarkan kendaraan ramah lingkungan atau memiliki inisiatif keberlanjutan yang kuat akan memiliki daya tarik yang lebih besar bagi generasi ini.
AHM melaksanakan strategi ini dengan menggalang program Sinergi Bagi Negeri. Program tersebut adalah kontribusi perusahaan pada berbagai bidang yaitu pendidikan, kesehatan, lingkungan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta keselamatan berkendara.
Dalam upaya mengkampanyekan aktivitas positif di masyarakat, AHM juga turut mengajak masyarakat khususnya anak muda untuk ikut andil dalam memberikan kontribusi bagi masyarakat menggunakan tagline #YukBisaYuk pada unggahan media sosial dalam beberapa program aktivitas sosial.
Secara keseluruhan, pemasaran kepada Gen Z dalam industri otomotif membutuhkan pendekatan yang berbeda dan inovatif. Dengan memanfaatkan platform digital, konten yang informatif, kolaborasi dengan influencer, pengalaman pengguna yang baik, nilai-nilai lingkungan yang penting, citra merek yang autentik, dan adaptasi terhadap tren pasar, merek otomotif dapat memengaruhi keputusan pembelian generasi ini dan memenangkan hati mereka sebagai pelanggan setia.
Kami tidak hanya menghadirkan produk sepeda motor sebagai sarana transportasi, tetapi juga untuk meraih mimpi.
Andy Wijaya
General Manager Marketing Planning and Analysis PT Astra Honda Motor