Bandung Lautan Api

ukms.or.id – Bandung Lautan Api , 12 Oktober 1945, pasukan sekutu dibawah pimpinan Brigadir MacDonald tiba di Bandung. Kedatangan mereka ini lah yang akhirnya menjadi pemicu utama aksi bumihangus yang dilakukan 200.000 masyarakat Bandung. Kekuatan pejuang pribumi tidak sebanding dengan kekuatan pasukan sekutu yang mendapat dukungan dari NICA, sehingga tidak ada pilihan lain selain melancarkan operasi bumi hangus yang kemudian dikenal sebagai peristiwa Bandung Lautan Api.

Sebenarnya, hubungan pemerintah Indonesia dengan sekutu memang sudah memanas jauh-jauh hari sebelum kedatangan mereka. Belum lagi situasi kota Bandung saat itu sedang genting karena para pejuang Bandung tengah berupaya keras merebut persenjataan dari tangan Jepang.

Dalam situasi tegang seperti itu, sekutu yang baru saja tiba di Bandung langsung menyampaikan ultimatum yang berisi himbauan agar semua senjata hasil rampasan tersebut segera diserahkan kepada pihak sekutu, dan meminta seluruh masyarakat untuk meninggalkan kota Bandung dalam tenggat waktu sampai 29 November 1945. Mendengar hal itu, sontak saja TKR (Tentara Keamanan Rakjat) beserta jajaran milisi lainnya melakukan konfrontasi.

21 November 1945, serangan pertama terjadi. Malam itu TKR dan sejumlah barisan pejuang rakyat setempat menggempur beberapa barikade Inggris di utara kota Bandung, diantaranya Hotel Homann dan Hotel Preanger, dua bangunan yang kini menjadi ikon bersejarah.

Pasca serangan tersebut Brigadir MacDonald kembali menyampaikan ultimatum serupa, tetapi lagi-lagi masyarakat Bandung mengabaikannya. Akhirnya, pertempuran sengit pun tak bisa dihindari. Puncaknya terjadi setelah ultimatum yang kesekian kalinya kembali dilayangkan pada 23 Maret 1946, kali ini ditujukan kepada TRI (Tentara Republik Indonesia) yang kelak berganti nama menjadi TNI.

Dalam ultimatum tersebut, sekutu dan NICA meminta TRI untuk mundur sejauh 11 KM dari pusat kota Bandung paling lambat 24 jam setelah ultimatum keluar. Kondisi Bandung saat itu sudah terbagi menjadi dua teritori. Wilayah utara dikuasai sekutu dan NICA, sementara Bandung Selatan diduduki TRI. Dua wilayah tersebut dibatasi oleh jalur rel kereta api.

Kota Bandung mesti dilindungi, tidak peduli walaupun harus mengorbankan nyawa. Rakyat tidak akan semudah itu menerima perintah untuk meninggalkan tanah kelahiran mereka. Sejumlah tokoh penting akhirnya menggelar rapat pertemuan untuk menyusun rencana selanjutnya. Bisa kamu tebak kira-kira langkah apa saja yang dipilih para perjuang setelah pertemuan tersebut? Ikuti terus kelanjutan kisah bersejarah ini dalam artikel selanjutnya!

 

 

 

Waktu terus bergulir, sementara rakyat Bandung beserta jajaran milisi Indonesia harus segera meninggalkan kota Bandung dalam 24 jam kedepan. Dalam situasi yang serba darurat itu, para pejuang masih harus menghadapi dilema. Pemerintah RI pusat menghimbau agar semua orang menuruti permintaan NICA dan sekutu, sementara para petinggi TRI yang bermarkas di Yogyakarta lebih menginginkan wilayah Bandung dipertahankan, apapun langkah yang perlu diaukms.or.id/l walaupun harus mengorbankan nyawa.

Akhirnya, semua barisan pejuang yang ada di Bandung menggelar Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) untuk menuntukan keputusan. Melalui musyawarah tersebut, rakyat Bandung akhirnya terpaksa harus mundur. Sementara TRI, BKR, Laskar Rakyat, Barisan Banteng, Barisan Merah, Laswi, Siliwangi, Pelajar Pejuang, dan pejuang rakyat lainnya memutuskan untuk tetap tinggal demi mempertahankan wilayah Bandung.

Rukana, seorang komandan polisi militer di Bandung adalah pencetus ide bumi hangus dalam musyawarah tersebut. Setelah disepakati bersama, termasuk oleh Kolonel A.H. Nasution selaku Komandan Divisi III (sekarang Kodam III Siliwangi), rombongan besar masyarakat bandung akhirnya meninggalkan tempat tinggal mereka. Mereka mengungsi ke berbagai daerah seperti Pangalengan, Soreang, Cicalengka, dan beberapa daerah lain.

Pada saat yang bersamaan, semua orang berbondong-bondong membakar harta benda mereka, termasuk rumah tempat mereka tinggal serta bangunan-bangunan yang berdiri di daerah perkotaan. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan agar sekutu tidak bisa membangun markas di wilayah Bandung. Peristiwa bumi hangus ini berlangsung selama kurang lebih 7 jam pada malam hari, yang dilakukan oleh sekitar 200.000 jiwa rakyat Bandung.

Sampai pada tengah malam, kobaran api merah masih tampak menjilati seluruh penjuru Bandung, asap hitam mengepul bebas ke udara, situasi Bandung semakin mencekam setelah pasukan sekutu melakukan penyerangan besar-besaran. Pertempuran terbesar berlangsung di Dayeuh Kolot, lokasi dimana gudang mesiu milik sekutu berdiri, sekaligus lokasi dimana aksi heroik dua pemuda Bandung terjadi.

baca juga

    Mohamad Toha dan Mohamad Ramdan adalah dua pahlawan Bandung yang berhasil meledakan gudang mesiu tersebut. Sejarah mengatakan jika keduanya melakukan aksi tersebut menggunakan granat tangan, dan menyebabkan Ramdan tewas di tempat, tapi entah bagaimana dengan nasib akhir Mohamad Toha. Beberapa kalangan pun masih memperdebatkan tentang kejadian itu, ada yang mengatakan Moh. Toha juga tewas di tempat, sebagian lain mengatakan sosoknya menghilang. Bahkan sosok asli seorang Mohamad Toha pun masih menjadi bahan perdebatan sampai sekarang.

     

     

    Semua rentetan kejadian tersebut kini dikenal sebagai peristiwa “Bandung Lautan Api”. Istilah tersebut muncul ketika Rukana tengah berbincang dengan A.H Nasution dan Sutan Syahrir, Rukana kemudian mengemukakan pendapatnya dengan berkata “Mari kita bikin Bandung Selatan jadi lautan api!”. Selain itu, seorang wartawan surat kabar Suara Merdeka bernama Atje Bastaman juga ikut mempopulerkan istilah tersebut. Pada saat peristiwa berlangsung, Atje yang saat itu melihat sendiri penampakan kota Bandung dari atas bukit Pameungpeuk, Garut, menuliskan berita tersebut dengan judul “Bandoeng Djadi Laoetan Api”, tapi karena ruang tempatnya menulis terlalu sempit, akhirnya disingkat menjadi “Bandoeng Laoetan Api”.

    You May Also Like

    More From Author