ukms.or.id – Bubble Burst Fenomena Bisnis Biasa , Eksistensi perusahaan rintisan (startup), baik di Indonesia maupun global, saat ini tengah mendapatkan tantangan yang luar biasa. Krisis ekonomi berkepanjangan akibat pandemi COVID-19 dan disusul kondisi geopolitik global yang tidak stabil ditengarai menjadi pemicu adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal karyawan startup.
Beberapa waktu lalu, santer terdengar kabar terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) masaal oleh beberapa startup di Indonesia.
Herannya, yang melakukan PHK ini bukanlah stamp kemarin sore, sebut saja JDID, Zenius Education, LinkAja, Pahamiy Mobile Premier League (MPL), TaniHub, dan lainnya. Perusahaan-perusahaan rintisan ini harus mengurangi jumlah pegawai dengan alasan eferens Tidak cukup mengurangi karyawan, bahkan ada yang harus menutup operasional di negara ini, seperti MPL
Melakukan dengan mengurangi pegawai ternyata tak hanya terjadi di Tanah Ait Ada banyak startup di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China juga melakukannya. Bahkan, di AS startup melakukan PHK hingga ribuan karyawan pada periode Januari hingga Mel 2022 Laporan yang dipublikasikan Layoffy, startup propertiBetter.com sudah melakukan PHK terhadap 3.000 karyawannya. Hal serupa dilakukan dua startup AS lain yang sudah malantai di bursa saham, yaitu Peloton yang memecat 2.800 karyawan dan Carvana memecat 2.500 pekerja Kemudian, ada startup pendidikan India Unacademy yang memecat 1.000 karyawan.
Lalu, startup transportasi AS, Reef, yang memecat 750 karyawan Gelombang pemecatan ini salah satunya dipengaruhi oleh tran kejatuhan saham perusahaan teknologi sejak awal tahun 2022 yang kemudian membatasi kemampuan modal ventura dalam mendanai startup
Melihat hal tersebut, Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mental industri stratup dalam kondisi bubble burstatus untuk menggambarkan kondisi ekonomi yang melonjak tinggi, kemudian secara bersamaan dikuti oleh kejatuhan yang cepat. Dalam hal ini, dilihat dari menjamumnya startup di seluruh dunia yang mendapat suntikan dana segar dengan nilai besar dan investor. Tapi, kaka pemodal menahan uangnya, secara serentak para startup bertumbangan
Menurut pengamatan Bhima, kondisi bisnis startup di Indonesia semakin diperburuk dengan produk dan layanan yang sebagian besar seragam. Alhasil pasar semakin jenuh dijejali dengan layanan yang hampir sama. Hal Itu menyebabkan persaingan memperebutkan pangsa pasar semakin ketat sehingga peluang untuk bisa mencatatkan neraca keuangan positif atau bahkan mendapatkan untungkan lama
“Hal tersebut terjadi sekarang karena pada saat pandami orang dipaksa bergerak menggunakan sistem digital Sehingga seakan- akan terjadi kenalkan user yang sangat tinggi Tapi, setelah ada pelanggaran mobilitas, masyarakat yang kembali menggunakan layanan offline, seperti ke kantor cabang atau belanja ka pasar tradisional.
Jadi, ekspektasi bahwa terjadi digital booming setelah masa pandemi itu sekarang juga diragukan,” ujar Bhima Di sisi lain, peningkatan penggunaan layanan digital dari startup terjadi karena adanya faktor subsidi dari startup, baik diskon atau youcar sehingga harga lebih murah. Sudah pasti, subsidi ini menggunakan dana dari investor untuk mengakuiset konsumen. Ketika sudah tidak ada promo, maka dengan mudah masyarakat meninggalkan aplikasi tau layanan tersebut
Hal ini diperkuat dengan laporan yang dipublikasikan perusahaan riset DS/innovate yang bertajuk Startup Report 2021-202201 Hasil survei menunjukkan sebesar 77% masyarakat menggunakan layanan startup karena harganya yang murah.
Kemudian dikuti dengan kecepatan dan memroses layanan sebesar 72% dan promosi serta diskon 71%. Selanjutnya, di peringkat lima ada keunggulan dan fitur yang disediakan dengan persentase 52%. Lalu, pada posisi ke enam dan tujuh ada jaminan keamanan membeli produk melalui startup dan terakhir brand image dari perusahaan Masing-masing memik persentase 52% dan 36%
Bhima melanjutkan, di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil, diperkirakan gelombang PHK dari industri startup masih terus berlanjut dalam beberapa waktu ka depan. Meski begitu, hal itu tidak akan mengurungkan minat pemuda untuk mendirikan startup baru.
Di sisi lain, kata Bhima, kondisi ini juga berdampak positif pada industri startup. Memunculkan startup yang mampu bertahan tanpa terlalu gencar
memberi promo dan potongan harga. Dengan kata lain, produk dan layanan menjadi kunci pertumbuhan. “Seleksi alam ini akan menghasilkan startup yang memang layanannya bagus dan meminimalkan cashback dan bakar uang. Proses seleksi ini terjadi berbagai sektor, tidak hanya satu sektor,” katnya.
Hal berbeda justru diungkapkan oleh Rudiantara, Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia yang menilai fenomena PHK massal karyawan startup bukan sebagai bubble burst Melainkan dinamika bisnis biasa yang bisa terjadi pada semua perusahaan. Dia tetap optimistis industri startup mashakan berkembang dan melahirkan unicom-unicom baru Rudiantara bilang di semua negara, lebih banyak startup yang gagal dibandingkan dengan yang berhasil hingga puluhan tahun
Bahkan, dari seluruh jumlah startup yang ada hanya ada 10% yang bisa mempertahankan usaha hingga tahun lebih dari 10 tahun. Sedangkan sisanya, 90% secara sendirinya akan bertumbangan lantaran kalah bersaing “Sebetulnya secara mendasar itu siklus bisnis yang normal Tapi, karena in tech startup seolah-olah harus berhasil. Bisnis yang besar saja bisa berguguran apalagi yang kecil-kecil. Contohnya, Kodak dan Fuji Film yang sekarang sudah tidak ada. Pada prinsipnya bisnis yang besar saja bisa rontok, apalagi startup.” ungkapny
Agar bisnis startup bisa berkelanjutan, ke depan mereka harus mengubah model bisnisnya. Kebiasaan bakar-bakar uang tanpa adanya pendapatan yang besar harus dihentikan. Kemudian, usaha harus berorientas pada keuntungan dan tidak hanya mengandalkan pertumbuhan jumlah pengguna atau pangsa pasar
Tak hanya itu, ketergantungan aliran dana dari pemodal juga harus dihentikan. Sebab, pandangan dan cara investor startup dalam menanamkan modalnya kepada Industri tersebut mulai berubah secara signifikan. Pamodal dewasa ini dalam menanamkan investasi akan mengutamakan kinerja bisnis yang baik dengan keuntungan dalam setiap transaksi dibandingkan harus bakar-bakar uang untuk mencari pertumbuhan pangsa pasar cepat
baca juga
“Jadi, uang itu masih ada dan uang Investor tidak akan berhenti mencari tempat untuk Investasi. Hanya cara investasinya berbeda, kriteria untuk investasinya juga berbeda. Makanya, para founder startup harus mengubah model bisnisnya,” katanya.
Lebih lanjut, mantan Menteri Komunikasi dan informatika (Menkominfo) itu memastikan banyaknya startup yang melakukan efisiensi bukan disebabkan oleh keluarnya modal asing atau capital outflow akibat adanya kerakan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat
(AS), The Fed.
Dia berpendapat, tidak adanya capital outflow terlihat dan beberapa indikator seperti modal asing yang masuk ke Indonesia pada akhir tahun 2001 yang masih tinggi Berdasarkan catatannya, modal asing yang mendaal startup di Tanah Air mencapai US$ 900 juta.
Indikator lainnya adalah jumlah startup yang memegang predikat unicom atau perusahaan dengan valuasi lebih dari US$ 1 miliar tarus bertambah. Hingga sekarang, setidaknya ada 14 unicom dan beberapa di antaranya tumbuh pada tahun 2019 atau di masa pandem
Selain tu, program pemerintah yang menargetkan 25 unicom hingga tahun 20255 juga masih berjalan sesuai dengan target.
“Kalau untuk startup di indonesia mash akan berjalan terus dan tidak mungkin berhenti
karena demografinya semakin ke sini semakin banyak yang muda-muda atau Can 2. Marka yang lebih muda itu cenderung lebih berani mengambil risiko. Apalagi secara pasar ada sekitar 70 juta Milenal dan sekitar 80 juta Generasi Z. Jadi, total ada 150 juta pemuda Indonesia. Artinya, pasar kita sangat powerfull
ujarnya.
Sementara itu, dari pendiri startup, Ivan Tambunan, Co-Founder dan Chief Executive Officer (CED) PT Akselern Keuangan Inklusif indonesia atau Akseleran yang merupakan startup peer-to-peer (P2P) lending membeberkan kondisi bisnis at int. Sebagian besar perusahaan yang masih menggantungkan suntikan dana dari investor terkendala oleh tertahannya uang pemodal Kenakan suku bungs acuan The Fed yang dibarengi dengan inflasi menjadi alasan pemodal enggan jor-joran memberikan uang.
han menambahkan, dalam keadaan seperti ini para pendiri startup harus bisa lebih cepat beradaptasi dengan keadaan. Biaya produksi yang dikeluarkan harus seefisien mungkin dan harus bisa mendatangkan pendapatan sebesar mungkin. Dia sangat optimistis Akselaran tidak akan terimbas dengan dinamika yang terjadi lantaran telah mampu membukukan kinerja positif sejak tahun 2020
Dia mengklaim sejak merebaknya pandemi COVID-19, Akseleran fokus meningkatkan pendapatan dan melakukan
pengeluaran. Hasilnya, pada tahun 2021 neraca keuangan di level operasional telah membukukan hal yang positif. Targetnya, pada pertengahan tahun 2022 neraca keuangan secara holding group telah positif pula dan di akhir tahun bisa mendapatkan keuangan
“Kami sudah mempersiapkan sejak jauh-jauh hari untuk mengejar pendapatan yang ujung- ujungnya bisa membukukan keuntungan. Pada situasi seperti ini, kami sudah siap-siap dan tidak terlalu mengkhawatirkan risiko yang lebih buruk karena perencanaan bisnis yang sangat matang,” pungkasnya.
Seleksi alam ini akan menghasilkan startup yang memang Layanannya bagus dan meminimalkan cashback dan bakar uang. Proses seleksi ini terjadi berbagai sektor, tidak hanya satu sektor.
+ There are no comments
Add yours