Entrepreneurial Market-Ing: Retail Management , Secara makro, sektor ritel bisa menjadi salah satu indikator penting terkait kondisi ekonomi kita karena bisa merepresentasikan kepercayaan dan perilaku konsumen.
Why: Retail Does Matter
Pada tulisan kali ini, saya akan khusus membahas satu industri atau sektor saja: ritel. Kenapa ritel? Secara makro, sektor ritel bisa menjadi salah satu indikator penting terkait kondisi ekonomi kita karena bisa merepresentasikan kepercayaan dan perilaku konsumen. Indeks keyakinan konsumen (Consumer Confidence Index) yang meningkat menunjukkan kepercayaan konsumen yang lebih tinggi terhadap kondisi ekonomi, yang pada gilirannya dapat mendorong peningkatan belanja di sektor ritel.
Peningkatan penjualan di sektor ritel juga dapat menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat meningkat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan output domestik bruto (GDP). Ini bisa menjadi sinyal bahwa perekonomian negara masih stabil dan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, tren penjualan ritel bisa digunakan sebagai indikator awal untuk memprediksi kondisi ekonomi Indonesia di masa depan.
Apabila penjualan ritel terus meningkat, maka ini bisa menjadi indikator bahwa perekonomian negara tersebut akan terus tumbuh dan stabil. Sedangkan penurunan penjualan ritel dapat diinterpretasikan sebagai tanda buruk untuk kondisi ekonomi.
Secara mikro, sektor ritel juga sangat berkaitan dengan industri lainnya. Misalnya, industri jasa keuangan. Sektor ritel dan jasa keuangan memiliki koneksi yang erat dalam konteks ekonomi modern saat ini. Penjualan ritel yang meningkat dapat merupakan indikator positif atas kepercayaan konsumen terhadap kondisi ekonomi, yang pada gilirannya dapat memacu pertumbuhan sektor jasa keuangan.
Misalnya, peningkatan indeks keyakinan konsumen pada Juli 2024 yang mencapai 123,4 menunjukkan kepercayaan konsumen yang lebih tinggi terhadap kondisi ekonomi, sehingga mendorong peningkatan belanja di sektor ritel. Hal ini juga berdampak positif pada sektor jasa keuangan, karena konsumen yang percaya dengan kondisi ekonomi cenderung lebih aktif dalam menggunakan layanan keuangan seperti rekening tabungan dan pinjaman.
Lalu, bagaimana prediksi sektor ini pada tahun 2025 nanti? Tentunya, ada banyak peluang sekaligus tantangan yang ada di depan mata kita. Dari sisi teknologi, perkembangan kecerdasan buatan dan teknologi augmented reality (AR) mulai diadopsi pelaku bisnis ritel. Situasi politik di bawah pemerintahan baru nampaknya akan menjanjikan stabilitas yang penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dominasi peran gen Z pun nampak akan semakin terlihat pada tahun depan.
Tentu saja tahun depan tidak lepas dari tantangan. Situasi geopolitik global yang masih bergejolak tentunya akan berdampak terhadap pertumbuhan sektor ritel nasional tahun depan.
Salah satu dampaknya adalah kenaikan harga minyak global yang dapat terjadi akibat ketegangan di kawasan Timur Tengah. Mengingat kita adalah negara pengimpor minyak, lonjakan harga minyak dapat menyebabkan inflasi yang tinggi, berkurangnya daya beli masyarakat, dan peningkatan biaya operasional bagi retailer. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan penjualan ritel, terutama di sektor-sektor yang sensitif terhadap biaya seperti transportasi dan barang-barang konsumsi.
Selain itu, disrupsi rantai pasokan akibat ketegangan geopolitik juga dapat mempengaruhi ketersediaan barang di pasar Indonesia. Ketidakpastian dalam pengiriman barang dan peningkatan biaya logistik dapat mempersulit peritel untuk menjaga stok produk mereka.
baca juga
Situasi yang penuh turbulensi semacam ini mengharuskan para pelaku bisnis untuk memiliki mindset sebagai entrepreneurial marketer. Mindset semacam ini mengharuskan Anda untuk bisa mengintegrasikan antara kapabilitas entrepreneurship dengan professionalism.
Entrepreneurship yang kuat akan menjadikan pelaku bisnis ritel lihai dalam melihat peluang, berani mengambil risiko serta bisa berkolaborasi dengan pihak-pihak lain yang relevan. Sedangkan professionalism akan menjadikan perusahaan ritel memiliki sistem dan manajemen yang rapi.
Di dalam buku Entrepreneurial Marketing yang terbit tahun 2023 lalu, saya menyebut pelaku bisnis yang lemah dari sisi entrepreneurship dan professionalism sebagai Zombie. Di industri ritel, umumnya mereka adalah pelaku usaha mikro yang masih butuh bimbingan dan dukungan. Ada juga jenis Vigorous Dwarf yang lincah berubah namun cenderung tidak memiliki manajemen yang rapi. Kebalikannya adalah Sluggish Giant yang organisasinya tertata rapi namun cenderung menjadi lamban dalam merespon perubahan (lihat Figure 1).
Bentuk perusahaan ritel yang ideal adalah Omni Star. Perusahaan ini memiliki sistem key performance indicator (KPI) yang jelas, manajemen yang rapi, serta budaya kerja yang profesional. Namun, semua itu tidak menjadikan mereka lamban dalam merespons dinamika perubahan. Karyawan di dalam perusahaan tetap bisa memiliki mindset layaknya entrepreneur yang memiliki ownership tinggi terhadap bisnis yang dijalankannya.
Figure 1. The Shifts: More Professional, More Entrepreneurial
Sumber: Entrepreneurial Marketing, Philip Kotler, Hermawan Kartajaya, Jacky Mussry, and Hooi Den Huan, Wiley (2023).
What: Entrepreneurial Market-Ing In Retail Management
Untuk bisa menjadi perusahaan ritel yang entrepreneurial sekaligus professional, salah satu syaratnya adalah kemampuan untuk mengintegrasikan human dan technology. Ilustrasinya bisa dilihat di Figure 2.
Fondasinya adalah Entrepreneurial Marketing Mindset and Values. Konkretnya adalah melalui integrasi antara creativity, innovation, entrepreneurship dan leadership (CI-EL) dengan productivity, improvement, professionalism dan management (PI-PM). Saya sudah banyak membahas tentang topik CI-EL dan PI-PM ini ditulisan-tulisan Marketeers sebelumnya.
Aspek berikutnya yang perlu dibangun adalah operational excellence di dalam menjalankan bisnis ritel. Di dalam buku Reimagining Operational Excellence yang saya luncurkan tahun 2024 ini sebagai kelanjutan dari Entrepreneurial Marketing, saya menegaskan pentingnya aspek quality, cost, delivery dan service (QCDS) di dalam bisnis.
Empat hal itu tentunya sangat penting untuk diperhatikan di industri ritel, terutama dengan menggabungkan human dan technology. Contoh penerapan quality, cost, delivery, dan service (QCDS) dalam industri ritel fashion dapat dilihat melalui berbagai inovasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan terkemuka.
Contohnya adalah Nike House of Innovation di New York yang menerapkan teknologi canggih untuk meningkatkan kualitas pengalaman belanja dengan fitur “Speed Shop” yang memungkinkan pelanggan memesan barang melalui smartphone dan menyimpannya di “loker khusus”. Teknologi ini tidak hanya meningkatkan mutu layanan, tetapi juga mengurangi biaya operasional dengan mengurangi staf yang diperlukan di tempat. Selain itu, sistem penyimpanan ini memastikan barang siap diambil secara instan sehingga meningkatkan ketepatan waktu pengiriman.
Figure 2. Integrating Human and Technology in Retail Management
Setelah sumber daya manusia Anda memiliki mindset yang tepat dan operasional perusahaan telah menerapkan QCDS yang berbasis teknologi, maka aktivitas-aktivitas Anda pun harus lebih kreatif dan inovatif.
Ada lima hal teknis yang perlu diperhatikan oleh para pelaku bisnis ritel:
- Community Marketing
Dengan memanfaatkan media sosial dan forum komunitas, pelaku bisnis ritel dapat melibatkan konsumen untuk berpartisipasi aktif dalam proses pemasaran. Misalnya, Zalora Indonesia melalui Thread by Zalora, berusaha tampil sebagai market leader di industri fesyenn dengan tagline “#1 Komunitas Fashion di Indonesia,” sehingga meningkatkan brand awareness dan loyalitas pelanggan. Melalui interaksi aktif di dalam komunitas pelanggan, pelaku bisnis ritel dapat membangun relasi yang baik dan memudahkan pelanggan untuk berdiskusi, bertanya jawab, dan berbagi tips.
- Business Analytics
Business analytics dalam industri ritel sangat penting untuk memahami perilaku konsumen dan tren pasar. Dengan menggunakan perangkat analitik canggih, bisnis dapat menganalisis data transaksi, pola pembelian, dan preferensi konsumen. Misalnya, melalui analisis data pelanggan, bisnis dapat menyesuaikan strategi pemasaran untuk meningkatkan efektivitas kampanye iklan dan promosi. Selain itu, analisis ini juga membantu dalam remarketing, yaitu mempromosikan ulang produk kepada konsumen yang telah berinteraksi sebelumnya, sehingga meningkatkan konversi penjualan.
- Brand Ambassador dan Influencer
Brand ambassador dan influencer dalam industri ritel berperan sebagai representasi merek yang autentik dan kredibel. Mereka dapat mempromosikan produk secara organik melalui kanal media sosial pribadi mereka, sehingga meningkatkan visibility merek dan membangun kepercayaan dengan target audiens. Kedekatan emosional antara brand ambassador dengan follower-nya menjadi peluang bagi pelaku bisnis ritel untuk mendapatkan pelanggan-pelanggan baru.
- E-Commerce dan Omni Channel
Omnichannel adalah pendekatan yang mengintegrasikan berbagai saluran penjualan dan komunikasi untuk menciptakan pengalaman berbelanja yang seamless dan konsisten bagi pelanggan. Dalam konteks ritel, perusahaan seperti Zara menerapkan strategi omnichannel dengan menghubungkan toko fisik dan platform e-commerce mereka. Pelanggan dapat menjelajahi produk secara online, memesan barang untuk pengambilan di toko, atau sebaliknya, mencoba produk di toko sebelum membeli secara online. Dengan integrasi ini, pelanggan memiliki fleksibilitas untuk berinteraksi dengan merek melalui berbagai saluran, sehingga meningkatkan kepuasan dan loyalitas mereka.
- Loyalty Program
Mitra Adiperkasa Tbk (MAP) menerapkan program loyalitas yang dikenal sebagai MAP Club, yang dirancang untuk meningkatkan retensi pelanggan dan memberikan nilai lebih kepada anggotanya. Program ini memungkinkan anggota untuk mengumpulkan poin setiap kali mereka berbelanja di berbagai merek yang berada di bawah naungan MAP. Poin yang terkumpul dapat ditukarkan dengan diskon atau produk gratis, memberikan insentif bagi pelanggan untuk terus berbelanja di gerai MAP. Dengan memanfaatkan teknologi, MAP Club menyediakan aplikasi mobile yang memudahkan anggota untuk memantau poin mereka dan mendapatkan informasi terbaru tentang penawaran dan acara eksklusif. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan loyalitas pelanggan tetapi juga membantu MAP dalam mengumpulkan data berharga tentang perilaku belanja konsumen.
How: Live Executive Development Program
Saking tertariknya dengan sektor ritel ini, pada Oktober kemarin saya secara khusus meminta tim MarkPlus Institute untuk menyelenggarakan program Live Executive Education Program selama lima hari. Acaranya full offline di kantor MarkPlus (Lihat Figure 3).
Programnya dirancang secara khusus agar memberikan pengalaman yang immersive kepada peserta. Konsep dan contoh-contohnya dirancang khusus untuk bisnis ritel.
Tidak hanya itu, setiap harinya akan ada studi kasus dari perusahaan ritel lokal di Indonesia. Secara khusus tim Case Center MarkPlus Institute mewawancarai beberapa narasumber penting dari lima perusahaan bisnis ritel ternama yang memiliki outlet di Mal Kota Kasablanka. Kelima perusahaan itu adalah Kopi Kenangan, Erajaya, Zap, BliBli, dan Bakmi GM.
Setiap harinya, fasilitator akan membahas satu studi kasus untuk didiskusikan bersama peserta. Uniknya, dalam program ini kami berusaha menghadirkan perwakilan dari merek yang dibahas untuk memberikan perspektif dan pengalaman riil mereka. Tidak berhenti sampai di situ, di akhir sesi pada sore harinya, peserta akan diajak untuk mengunjungi outlet brand yang dibahas tadi di area Mal Kota Kasablanka.
Dengan pendekatan program semacam ini, saya berharap agar peserta benar-benar bisa menghayati dinamika bisnis ritel dengan benar-benar “terjun” ke dalamnya. Bagaimana menurut Anda? Tertarik untuk join di program berikutnya?