Franchise COCO GROUP

Kuncinya Percaya Diri dan Berani Self Branding

 

Seorang pebisnis membuat sejarah jika  berhasil melekatkan identitas pada

usahanya. ltulah yang dilakukan | Nengah Natyanta, pendiri sekaligus pemilik Coco Group. Putra Bali ini menilai brand bukan sekadar melekat sebagai nama perusahaan, melainkan juga citra dan persepsi seseorang terhadap usaha dan produknya,

Pria asal Karangasem ini berbisnis dengan menjadi dirl sendin, menawarkan kelebihan diri, membuat arah dan tujuan dengan cara terus berinovasi,

Usahanya mungkin belum tersebar di seluruh Indonesia, tetapi sangat populer di Bali. Dia juga melakukan self—branding, yaitu menamai jaringan hotelnya dengan nama sendiri, Hotel Natya ketimbang bermitra dengan merek aging atau brand lokal yang umum. Self—branding baginya menentukan kualitas, atribut, dan kepribadian seorang pebisnis.

 

Pebisnis sukses bagi Natya adalah yang bisa memupuk merek kecil menjadi besar, Berikut petikan wawancara Warlawan Majalah Franchise, Alvin Pratama

Bagaimana Awal Mula berdirinya Coco Group?

Saya dulunya hanya karyawan basa di Hotel Grand Hyatt Bali selama 12 tahun, yaitu 1992-2004. Emam tahun saya menjadi skuad dan enam tahun berikutnya menjadi waiter. Kehidupan karyawan hotel tak seglamor kehidupan para tamunya. Pada 1998, istri menyarankan supaya kami merintis bisnis sendiri. Kami pun membuka toko Kecil bersama dengan teman.

Pada 2002, saya akhimya membuka restoran bemama Coco Bistro. Alasan saya member nana tersebut cukup sederhana dan simpel, di restoran itu saya berjualan es kelapa muda (coconut),

 

Bisnis pariwisata di Bali naik turun, sehingga pada 2004 saya putuskan keluar dari hotel dan fokus berwirausaha. Bisnis kami temyata barjalan baqus, hingga 2006 kami memberanikan dir mendirikan outlet Coco Mart pertama. Modal awalnya hanya Ap 15 juta dari gaji dan uang tip yang saya kumpulkan selama bekerja di hotel. Sejak itu, saya terus memetakan bisnis yang berkembang sampai sekarang.

Coco Group terdiri atas usaha apa saja? Aga 11 anak usaha, mulai dari Coco Mart, Coco Supermarket, Coco Express, Coco Roti (bread & pastry), Caco Gourmet, Coco Gift Shop, Coco Dewata (pusat oleh— oleh khas Bali), Jaringan Hotel Natya, Natys Restaurant, Blue Surf (The Surf Riding Store|, dan yang terbaru Coco Grosir.

Lini bisnisnya apa saja?

Coco Group terdiri atas tiga lini usaha, yaitu bisnis ritel, hospitality, dan produksi. Bisnis ritel terdirl atas minimarket, Supernnarkel, dan grosir daring (online). Bidang hospitality ada hotel dan resort, sementara bisnis produksi ada pabrik roti yang memasok semua isi Coco Mart, hotel, vila, Serta restoran, dan rencana terbaru kami, produk air minum dalam kemiasan.

Mengapa tertarik ke grosir daring (online)?

Coco Grosir baru sebulan berjalan, Ini sifatnya delivery order. Ke depannya, bisnis ini akan kami perkuat dengan membentuk manajer wilayah, khususnya di titik—titik pariwisata, seperti Denpasar, Buleleng, dan Klungkung.

Bisnis ini sangat mvenjanjikan karena perkembangan bisnis tak lepas dari perkambangan teknologi, Mereka yang sukses adalah yang bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Buktinya, baru sepekan Coco Grosir beroperasi Sudah memberi omzet hingga Ap 900 juta, Omzetnya besar karena kami tak perlu kantor besar, yang penting ada gudang

 

penyimpanan. Barang tinggal taruh di gudang, tenaga pemasaran berjalan, dan sisanya dikerjakan secara daring.

Jumlah hotel yang dimiliki?

Saat ini sudah ada empat jaringan Hotel Natya berlokasi di Tanah Lot, Ubud, Denpasar, dan Gili Trawangan (Lombok), Kami juga mempunyai tiga jaringan Hotel Black Penny yang berlokasi di Gili Trawangan dan dua lainnya di Ubwd. Bisnis perhotelan kami berbentuk city hotel yang menyasar pasar menengah ke bawah. Khusus resort, Kami menyasar pasar menengah ke atas, Natya Resort sudah dibangun di Ubud di atas tanah seluas 1,5 hektare (ha). Resart ini terdiri atas 24 vila pribadi dan secara resmi Desember tahun ini kami buka.

Mengapa Hotel Natya, bukan Hotel Coco?

Awalnya, saya memang mau menamakannya Hotel Coco, tapi ternyata sudah dipatenkan seorang pengusaha di Bandung. Sebelumnya di bidang ritel, saya haru saja membeli hak paten Coco karena ternyata sudah dimiliki seorang pengusaha di Manado yang berbisnis Coco Swalayan, Hak Kekayaan intelektual (HAKI) Caco itu kemudian saya beli seharga Rp 7 miliar. Ini karena bisnis utama kami memang di ritel dan kami sudah Kuat dengan merek Coco. Angka satu militar itu murah ketimbang saya harus ganti nama jaringan ritel kami,

Bagaimana capaian bisnis Anda?

Kami komsisten bertumbuh 25 persen per tahun, Bisnis ritel masih memimpin pasar. Coco Mart saat ini ada 85 outlet dan akan bertambah terus minimal 15 outlet per tahun. Hingga September 2016, kami sudah membangun 10 outlet Coco Mart baru yang statusnya berupa kerja sama dengan pihak lain, tetapi lebih banyak dimiliki Coco Group,

 

Ada rencana ekspansi? menjadi lebih branding lagi. Qrang—orang Bali dan Lombok masih menjadi fokus harus tahu Coco Mart, tanpa periu tahu

ulama bisnis ritel kami. Meski demikian, siapa pemiliknya. Saya punya kebanggaan

ke depannya kami bemiat berbisnis ke luar itu.

daerah. Potensi bisnis ritel di Bali masih Kita kadang mengagungkan perusahaan

sangat besar sehingga sayang jika tak luar sehingga dengan bangganya berada di

digarap. Buktinya? Banyak perital masuk bawah label ritel asing, padahal faktanya ke sini, Saya pun tertantang dengan pasar saat itu kita sedang dijajah. Kita harus rite! di Bali yang selama ini masih dikuasai bangkit. Brand lokal berpotensi besar

ritel asing. karena pasar kita besar, Mengapa kita tidak . . . bikin sendirl? Kita yang punya, kita yang

Saat ini bagaimana penyebaran ritel kelola, Jangan bangga ikut brand tuar, Kita

Coco khususnya di Bali? perlu mendorong labih banyak orang lokal

Saat ini penyebarannya di Bali masih di untuk berani berwirausaha. Tabanan, Gianyar, Badung, dan Denpasar. Coco Mart itu konsepnya mix—market, jadi Pengembangan bisnis dalam waktu

ada di lokasi mana saja yang potansial, dekat?

Mmulal dari titik parwisata, perumahan, mal, Saya berencana membuat grup ritel

juga bandara kam go public melalui penawaran saham pcs Bs ; perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia,

Apa bisnis Anda tain di luar ritel, Bisnis rite! kami sudah Kuat, tapi saya

hospitality, dan produksi? = masih ingin mengembangkannya.

Kami juga mengelola stasiun pengisian Sayangnya, sumber dana belum maksimeal.

bahan bakar umum (SPBU), Billabong Shop, IPO merupakan salah satu instrumen

Art Market, dan Bank Perkreditan Rakyat investasi dalam rangka mendapatkan uang

(BPR) Tulus. segar untuk modal kerja sehingga bisnis bisa berkembang lagi.

Apa alasan Anda mendiversifikasi

usaha? Langkah apa yang Anda tempuh untuk Orang bilang saya ini pebisnis serakah. memuluskan IPO?

Padahal, saya ini memang senang Saat ini saya sedang berdiskusi dengan

mengembangkan bisnis. Bisnis itu bagian salah satu perusahaan sekuritas, terkait

dari hobi saya, yaitu membuat sesuatu, tahapan dan prosedur yang harus dilalui

dan ketika sesuatu itu jadi, ada kepuasan sebuah perusahaan yang akan IPO. Melepas

di hati. Saat ide dan inspirasi saya menjadi saham di bursa, menurut saya, bebin

kenyataan, saat itu pula saya bisa senang. menguntungkan Karena jumlah dana yang diperoleh bisa lebih besar, tidak dibatasi

Tidak takut bersaing dengan pemain plafon dan suku bunga. raksasa, dan peritel asing? Keuntungan lainnya, aset perusahaan Seorang pengusaha itu tugasnya juga tidak berpindah tangan. Yang

menjual merek. Saya tak gentar. Saya tah = terpenting adalah pengawasan bisnis lebih tempat mana yang belum berkembang, tapi —terjamin saat sebuah perusahaan menjadi berpotensi menghasilkan. Jika ada potensi, perusahaan terbuka, kelimbang perusahaan pasar pasti tercipta. Saya mau merek saya tertutup.

You May Also Like

More From Author