ukms.or.id – Mendulang Cuan dari Tempe , Dalam memenangkan persaingan, merek perlu melakukan inovasi di tengah kondisi pasar yang berubah-ubah. Semakin jauh merek dari inovasi, semakin jauh merek dengan konsumen.
Tempe menjadi makanan yang tak asing di lidah orang Indonesia. Meski proses pembuatannya tak semudah mengolahnya menjadi makanan siap santap, tapi tempe bisa dibilang menjadi makanan yang mudah ditemukan di seluruh Indonesia. Identitas tempe pun lekat dengan Indonesia sebagai negara asal.
Berabad-abad tempe sudah menjadi makanan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia, khususnya pulau Jawa. Tidak hanya digoreng, jenis olahan lain seperti di-bacem, atau dijadikan bahan sup, atau tumisan sudah mulai menjadi kebiasaan masyarakat dalam mengolah tempe. Mulai dari makanan berat, hingga makanan ringan dalam bentuk keripik, tempe sudah menjadi bahan yang tidak asing di telinga masyarakat Indonesia.
Karenanya persaingan dalam bisnis makanan berbahan baku tempe mulai menjadi sengit. Merek perlu melakukan inovasi dalam pengolahan tempe untuk bisa bersaing. Dengan lidah masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa dengan tempe dan berbagai olahannya, merek perlu lebih kreatif dalam kreasi rasa dan rupa.
Sebagai merek yang menjual makanan hasil olahan tempe, Tempeman menyadari hal tersebut. Saat ini, banyak dari kita terbiasa menikmati tempe dalam hidangan yang umum, seperti tempe goreng, orek, atau ditumis bersama sayuran. Founder Tempeman, Benny Santoso mencoba mengubah pandangan tempe sebagai makanan konvensional dengan menghadirkannya sebagai snack dengan penyajian yang unik.
Awal perjalanan bisnis olahan snack tempe Benny bermula dari tugas akhirnya di jurusan tata boga. Pemuda asal Surakarta ini menghasilkan tempe rasa keju yang ternyata disukai oleh banyak orang. Pengalaman inilah yang menginspirasi langkahnya untuk menjadikannya sebagai bisnis.
Meski respons terhadap tempe rasa keju tersebut positif, pemuda dengan latar belakang pendidikan tata boga tersebut memilih bekerja sebagai juru masak di beberapa hotel. Bertemu dengan kolega yang lebih senior, ia belajar banyak pengalaman dan akhirnya memutuskan untuk mengembangkan masakan tradisional Indonesia.
Pada tahun 2016, Benny akhirnya memulai bisnis olahan snack tempe. Merek mengawali langkah dengan menjual kripik tempe yang pada waktu itu cukup laku di pasaran menurutnya. Namun, dengan perilaku konsumen yang berubah dari tahun ke tahun, pola konsumsi pun berbeda.
Menyadari hal tersebut, ia merasa bahwa perlu untuk Tempeman tetap relevan dengan perkembangan zaman melalui inovasi. Akhirnya, merek pun bergerak dengan mengkampanyekan tempe sebagai makanan sehat dan bergizi. Kampanye ini diiringi dengan inovasi produk yang diikuti riset dan uji coba.
Hasilnya, merek akhirnya merilis produk olahan tempe seperti kue kering (cookies), cokelat batang, dan protein ball. Menyadari bahwa beroperasi di Bali artinya akan ada wisman yang juga menjadi pembeli, merek juga merilis versi gluten free. Produk keripik, cookies, cokelat batang, dan protein ball dijual mulai dari Rp 27.000.
“Menurut kami, inovasilah yang membedakan produk kami dengan produk pesaing. Inovasi tersebut sangat membantu pengembangan produk,” ujar pendiri Tempeman.
Benny mengakui bahwa modal awal dalam memulai bisnisnya hanya sebesar Rp3 juta. Sebagian besar anggaran dialokasikan untuk pembelian mesin penggiling kedelai sebagai bahan baku utama untuk membuat tempe. Sementara itu, modal untuk bahan makanan sekitar Rp 500.000.
baca juga
Modal tersebut dibilang cukup, karena untuk urusan masak memasak, Benny menggunakan alat masak milik pribadi. Modal Rp 3 juta ditambah dengan inovasi yang dilakukan, Tempeman mampu meraup omzet di angka ratusan juta rupiah per bulannya. Usahanya kini berkembang dengan kehadiran sebelas orang di bagian operasional.
Merek sedari awal mencoba menjajakan produknya untuk segmen pasar menengah dan menengah ke atas. Hotel bintang lima, restoran, hingga butik rutin menjadi pelanggan produk-produk Tempeman.
Kenapa dinamakan Tempeman? Menurut pria lulusan program studi tata boga tersebut, inspirasi dari nama ini diambil dari karakter Anpanman. Anpanman merupakan karakter superhero asal Jepang yang dibuat untuk menyasar target pasar anak-anak.
“Sepertinya mudah diingat oleh audiens. Karena itu kami memilih menggunakan nama Tempeman,” katanya.
Merek yang berlokasi di Jl. Raya Angantaka-Kutri, Kecamatan Badung, Bali ini mampu mengolah 100 kg kedelai menjadi tempe per minggunya. Dalam sebulan merek ini mengolah kedelai menjadi tempe dalam dua minggu pertama. Sisanya digunakan untuk memproduksi snack.
Bahan baku tempe yang digunakan Benny didapat dari Bali dan Jawa Timur. Ungkapnya, semua bahan baku tempe diproduksi petani lokal, mulai dari kedelai dan raginya. Untuk bahan produk snack, ada beberapa bahan yang memang tidak tersedia secara lokal sehingga perlu dilakukan impor.
Tak lepas dari suka duka, pendiri Tempeman mengakui bahwa usahanya ini terdampak pandemi dan penjualannya turun sebanyak 40%. Mengintegrasikan penjualan offline dan online, Tempeman berhasil pulih secara perlahan. Kini jangkauan penjualan merek sudah mencapai Lombok, Nusa Penida, Jakarta, Surabaya, bahkan Medan.
Pria asal Surakarta ini menuturkan bahwa dirinya tak menyangka Tempeman bisa berkembang sampai kondisinya saat ini. Usaha yang dimodali Rp 3 juta, berawal dari tugas kuliah dan niat isengnya, kini menghasilkan pundi-pundi ratusan juta. Tentu, Benny masih ingin melihat usahanya berkembang, begitu pula komunitas dan pemasok petani yang dibina usaha ini.
Pengolahan tempe menjadi snack masih menjadi prioritas bisnis utama saat ini. Mengolah tempe menjadi produk turunan dengan variasi yang lebih banyak masih terus dikerjakan. Menurutnya, ia ingin agar banyak anak muda yang lebih bangga berbisnis atau mengolah masakan dari produk-produk lokal.
Penjualan produk tempe ini pun menurutnya masih akan dikembangkan secara serius di area Bali dan Jakarta. Setelah fase tersebut sudah matang, merek berencana melakukan ekspor ke Singapura. Tentunya setelah berkas-berkas perizinan ekspor sudah terpenuhi.
Inovasilah yang membedakan produk kami dengan produk pesaing. Inovasi tersebut sangat membantu pengembangan produk.
+ There are no comments
Add yours