Sambut Era Web3 dan Kripto
Indonesia menjadi negara yang paling progresif menyambut era Web3 dan kripto. Hal ini menjadi sinyal positif untuk perkembangan ekonomi digital yang didukung pula oleh regulasi.
Web3 digadang-gadang oleh banyak pihak sebagai evolusi dari internet yang mampu memahami semua keinginan penggunanya. Ini merupakan generasi ketiga dari web yang berbasis blockchain dengan sistem yang terdesentralisasi. Dengan cara kerja yang terdesentralisasi, Web3 sangat berkaitan dengan mata uang kripto.
Secara konsep, aset kripto disebut mata uang virtual yang keamanannya dijamin dengan kriptografi. Konsep ini membuat uang kripto tidak mungkin dipalsukan atau dibelanjakan secara ganda. Jadi, meskipun digunakan secara virtual, tidak mungkin ada pemalsuan yang merugikan pemiliknya.
Consensys, perusahaan perangkat lunak blockchain dan Web3 bersama dengan YouGov melaporkan hasil survei terbarunya terkait dengan perkembangan industri Web3 dan kripto. Hasilnya, Indonesia menjadi negara yang memiliki persepsi paling positif dan progresif terhadap kripto.
Joe Lubin, Founder dan Chief Executive Officer (CEO) Consensys mengatakan penelitian ini menggunakan sampel secara global sebanyak 15.158 orang yang berusia 18 hingga 65 tahun. Adapun periode penelitian dilakukan sejak 26 April hingga 18 Mei 2023 di 15 negara pada benua Afrika, Amerika, Eropa, dan Asia. Termasuk di dalamnya responden dari Indonesia sebanyak 1.015 orang.
Joe menyebut survei ini memberikan wawasan yang menarik dan unik tentang pemahaman dan pandangan publik terhadap ekosistem Web3 dan kripto secara keseluruhan. Bahkan, temuan terbaru melampaui survei-survei sebelumnya yang hanya mempertimbangkan persepsi orang-orang terhadap investasi dalam aset kripto.
“Berbeda dengan beberapa negara Asia lainnya, Indonesia memiliki persepsi yang paling positif dan progresif terhadap kripto, di mana kripto dianggap sebagai mata uang masa depan dengan persentase 17% dan memiliki potensi untuk kepemilikan digital sebanyak 15%. Termasuk pula sebagai alternatif terhadap ekosistem keuangan tradisional sebanyak 9%,” papar Joe.
Menurutnya, temuan ini menunjukkan Indonesia dengan populasi pemuda yang dimilikinya, sangat terbuka terhadap konsep-konsep Web3 dan kripto. Hal ini sekaligus menjadi sinyal yang baik bagi Indonesia untuk menjadi salah satu yang terdepan. Utamanya dalam pergeseran paradigma menuju internet yang didukung oleh pengguna dan berpusat pada komunitas.
Tak hanya itu, temuan lain dalam survei ini, yakni sebanyak 77% responden menjawab bahwa mereka telah memberikan nilai tambah pada internet. Jumlah yang jauh lebih tinggi dibandingkan sebagian besar negara lain dan semua negara Asia yang disurvei, misalnya Jepang dengan persentase 40%.
Survei juga mengungkapkan masyarakat Indonesia adalah orang-orang yang paling peduli terhadap privasi di Asia dan hanya kalah dari Nigeria secara global dengan persentase 92% responden menyatakan bahwa privasi data penting bagi mereka. Indonesia juga menempati peringkat kedua dalam keinginan untuk membagi keuntungan yang diperoleh perusahaan dari data pengguna dengan persentase 81%.
Termasuk pula untuk memiliki lebih banyak kontrol atas data pengguna mereka dengan persentase 89%. Di Asia, Indonesia menempati peringkat pertama dalam keyakinan terhadap kepemilikan digital yang menunjukkan bahwa mereka seharusnya memiliki hal-hal yang mereka ciptakan di internet.
Masyarakat Indonesia juga lebih sadar akan konsep Web3 dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di Asia dengan 23% responden menyatakan mereka memiliki pengetahuan tentang Web3. Capaian ini mengalahkan Jepang yang hanya 9%.
“Hasil-hasil tersebut juga menggambarkan pengguna Indonesia sebagai builder dan pencipta yang berorientasi ke masa depan, yang berkontribusi pada transformasi era baru Internet,” tutur Joe.
Google Bentuk Tim Khusus
Dengan tren yang semakin meningkat, perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS), Google membuat tim khusus untuk pengembangan blockchain sejak tahun 2022. Proyek pembentukan tim ini didasari oleh popularitas kripto yang meningkat sehingga perusahaan ingin memanfaatkan momentum tersebut dengan baik. Artinya, para raksasa teknologi dunia saling berebut menjadi yang terdepan dalam menyambut era Web3 dan kripto.
Vice President Google Cloud dan Head of Platform for Google Cloud Amit Zavery menyatakan tujuannya adalah untuk menjadikan Google Cloud Platform sebagai pilihan utama bagi pengembang di lapangan. Permintaan pelanggan pun juga menjadi motivasi untuk Google Cloud agar meningkatkan layanannya.
“Masyarakat dunia masih tahap awal dalam merangkul Web3. Ini adalah pasar yang telah menunjukkan potensi luar biasa dengan banyak pelanggan meminta kami untuk meningkatkan dukungan untuk teknologi terkait Web3 dan kripto,” kata Zavery.
Web3 diciptakan sebagai seperangkat sistem terdesentralisasi dan peer-to-peer yang diharapkan dapat membentuk generasi internet berikutnya. Hal ini menjadi filosofi yang cukup menantang mengingat keadaan web saat ini, yang dikendalikan oleh perusahaan besar seperti Amazon, Google, dan Meta Platform sang induk Facebook.
Di sini, Google ingin menyediakan layanan back-end terintegrasi kepada pengembang. Terutama bagi yang tertarik dalam pembuatan perangkat lunak Web3 mereka sendiri di saat perusahaan berjuang untuk pangsa pasar dalam infrastruktur cloud melawan Alibaba, Amazon dan Microsoft.
“Kami tidak mencoba menjadi bagian dari gelombang cryptocurrency itu secara langsung, kami menyediakan teknologi bagi perusahaan untuk menggunakan dan memanfaatkan sifat terdistribusi Web3 dalam bisnis dan perusahaan mereka saat ini,” imbuhnya.
Dalam membangun tim internal untuk Web3, Google mengambil langkah pada bulan Januari 2023. Di sini, unit cloud Google mengungkapkan rencananya bahwa Digital Assets Team akan bekerja dengan pelanggan melalui kegiatan aktif dalam memantau pertumbuhan yang muncul dari token yang tidak dapat dipertukarkan atau NFT (Non Fungible Token). Perusahaan mengatakan sedang melihat bagaimana pelanggan dapat melakukan pembayaran dengan cryptocurrency.
Ke depannya, Google siap untuk merancang sistem yang dapat diterapkan perusahaan lain dalam pembuatan data blockchain yang mudah dijelajahi pengguna. Dengan menyederhanakan proses pembangunan dan menjalankan blockchain nodes, validasi dan pencatatan transaksi akan lebih efektif. Ditambah pula dengan alat Google yang dapat bekerja di lingkungan komputasi lain, seperti Amazon Web Services.
Langkah ini dapat menjadi tahap awal Google di ruang terdesentralisasi. Jika Google dapat melepaskan hiper-sentralisasi, tujuan dari pengembangan aplikasi Web3 dan layanannya akan lebih signifikan.