Beda Kanal, Beda Segmen

Beda Kanal, Beda Segmen . Media sosial saat ini menjelma menjadi tools yang sangat efektif untuk sekadar mendapatkan awareness dari konsumen atau bahkan meningkatkan penjualan. Namun, pemasar perlu memahami segmen setiap kanal.

Dengan memilih influencer yang tepat, merancang strategi konten yang kuat, dan melakukan analisis yang mendalam, merek dapat memanfaatkan kekuatan orang-orang berpengaruh untuk meningkatkan penjualan. Influencer juga bisa membangun kepercayaan dan komunikasi dengan pengikut melalui konten. 

Agar kampanye yang menggunakan jasa influencer semakin berdampak, pemasar perlu mengetahui media sosial mana yang paling banyak digunakan oleh netizen atau target pasar. Berdasarkan riset yang diluncurkan Cube Asia dan Impact.com bertajuk The Power of Influence E-commerce Influencer Marketing in Southeast Asia, di Indonesia YouTube dan Instagram paling banyak digunakan oleh netizen dan influencer. Kedua platform ini memiliki persentase 91%.

Peringkat ketiga ditempati oleh TikTok dengan jumlah pengguna sebesar 86%. Facebook menempati peringkat selanjutnya dengan persentase 76%. Kondisi yang sedikit berbeda dengan rerata di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) yang didominasi oleh pengguna YouTube dan Facebook dengan persentase 87% serta 86%. Grafik 1.

Image or Photo Marketeers Max

Menyelami lebih dalam laporan tersebut, influencer yang paling mempengaruhi keputusan pembelian netizen di Indonesia dan ASEAN yakni mega influencers. Adapun penjelasan mega influencers yakni orang-orang berpengaruh dengan jumlah pengikut di media sosial hingga jutaan orang. Di Indonesia, mereka mampu mempengaruhi keputusan pembelian sebesar 73%.

Sedangkan di ASEAN kemampuan mereka mampu mempengaruhi 67% keputusan pembelian. Peringkat kedua ditempati oleh artis-artis yang terkenal di televisi dengan persentase 66% mempengaruhi keputusan di Indonesia dan 63% di ASEAN. Selanjutnya adalah macro influencers dengan jumlah pengikut lebih dari 100 ribu orang.

Mereka mampu mempengaruhi keputusan pembelian sebesar 62% netizen Indonesia. Sementara itu, di kawasan ASEAN berpengaruh sebesar 63%. Grafik 2.

Image or Photo Marketeers Max

Haswar Hafid, Head of Brand Partnerships TikTok Indonesia menjelaskan, agar lebih efektif mempengaruhi penjualan merek dan influencer perlu membuat konten paling tidak tiga hingga lima konten per hari. Konten mengenai superiority atau kelebihan utama dari produk yang dijual, behind the scene, mengajak konsumen berpartisipasi untuk membuat konten dengan tema tertentu, dan juga tutorial, adalah beberapa tipe konten yang dapat dicoba.

baca juga

    Tidak hanya itu, berdasarkan penelitian berjudul Future of Commerce, 77% konsumen mengatakan bahwa keputusan pembelian mereka dipengaruhi oleh konten-konten yang menghibur. Masih dari studi yang sama, 70% konsumen mengatakan bahwa mereka percaya dengan konten dan influencer yang mereka lihat di TikTok sebelum melakukan keputusan pembelian. Sehingga kolaborasi merek dan influencer bisa menjadi pertimbangan sebelum melakukan pembelian.

    “Kedua hal ini berpengaruh sangat besar untuk keputusan pembelian konsumen. Ketika konsumen terhibur, halangan untuk menerima pesan yang ingin disampaikan oleh brand maupun untuk membeli produk dari brand tersebut, akan menjadi lebih rendah. Ketika konten disajikan oleh influencer itu autentik, trust terhadap brand pun juga meningkat,” kata Haswar.

    Di sisi lain, seiring dengan berkembangnya teknologi di media sosial, fenomena baru berupa live shopping pun saat ini semakin diminati. Merek dan influencer pun mulai merambah dengan strategi pemasaran ini. Biasanya, mereka melakukan review produk sekaligus menawarkan penjualan secara langsung.

    “Tidak hanya itu, ekosistem terkait live shopping juga ikut tumbuh. Brand maupun agensi membangun studio untuk melakukan live shopping. Profesi sebagai live streamer, influencer dan affiliator juga semakin menjamur,” kata dia.

    Terkait jenis kontennya, influencer bisa melakukan eksplorasi lebih dalam dengan konten yang sifatnya jangka pendek dan kepopuleran yang singkat atau disebut sebagai Trend Moments. Tren ini muncul dengan cepat dan tingkat partisipasi komunitas juga sangat tinggi. Konten ini populer secara singkat dan redup tidak lama kemudian.

    Kemudian selanjutnya adalah Trend Signals. Ini biasanya terjadi ketika netizen melihat munculnya perubahan perilaku komunitas yang disebabkan oleh tipe-tipe konten tertentu. Contohnya, ketika pandemi COVID-19 terjadi, konten video berdurasi pendek di TikTok menjadi salah satu cara merek menggunakan influencer untuk memperkenalkan dan menunjukkan kegunaan produk mereka.

    Dari kategori pakaian sampai kecantikan, komunitas TikTok menjadi semakin terbiasa untuk menonton dan bahkan membuat review tentang produk-produk yang mereka gunakan. Hal ini kemudian mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.

    “Terakhir adalah Trend Forces. Hal ini kami kategorisasikan ketika terjadi perubahan perilaku yang lebih besar, lebih transformatif dan mempengaruhi lingkup industri secara keseluruhan,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Haswar menambahkan, optimalisasi penjualan melalui TikTok bisa dilakukan dengan kerangka strategi yang disebut sebagai GROW yang juga sebuah singkatan. G berarti generate engaging content and sales. Semakin banyak konten yang dibuat oleh influencer maka semakin besar kemungkinan konten tersebut untuk dilihat oleh calon pelanggan. Kemudian, R yang berarti reach beyond with creators dengan maksud brand tidak perlu bergantung dengan diri sendiri untuk membuat konten.

    Kerja sama dengan creator atau influencer untuk membuat konten dan sistem afiliasi yang membantu penjualan, juga penting untuk dilakukan oleh brand. Ketiga adalah O yang artinya optimize conversion and results. Konten organik dan konten dari influencer juga belum cukup apabila tidak didukung oleh strategi iklan yang kuat. Penentuan target audience, variasi konten yang tinggi dan optimisasi iklan secara terus menerus, akan membantu merek untuk mencapai tujuan pemasaran mereka.

    Terakhir adalah W yang artinya win via actionable insights. TikTok memiliki banyak insights yang bisa digunakan oleh brand dan pelaku pemasaran untuk meningkatkan kinerja strategi pemasaran mereka di TikTok. Analisis mengenai tren, konten dan juga iklan disajikan dengan intuitif, sehingga membantu pelaku pemasaran bisa mengambil keputusan lebih optimal ketika menjalankan strategi pemasaran mereka.

    Gen Z Lebih Sukai YouTube

    Bagi influencer dan merek, memanfaatkan platform video YouTube merupakan cara yang sangat baik untuk membidik segmen pasar Gen Z. Pasalnya, survei terbaru dari Kantar dan Ipsos menyatakan YouTube menjadi layanan video yang paling banyak ditonton dan disukai Gen Z Indonesia. Adapun Gen Z yang terlibat dari survei ini merupakan generasi yang berusia 8-24 tahun, melek digital dan tumbuh bersamaan dengan perkembangan teknologi. 

    Ajay Vidyasagar selaku Regional Director, YouTube Asia-Pacific menjelaskan, YouTube menjadi pilihan Gen Z Indonesia dalam mengakses berbagai konten karena platform ini memiliki koleksi konten yang begitu lengkap yakni video pendek, video panjang, dan live. Hal tersebut didasari karena Gen Z paling tertarik menggunakan layanan video yang dapat dibuka di berbagai perangkat secara lancar, memungkinkan mereka untuk memilih tontonan dengan mudah, dan memberikan rekomendasi yang bagus.

    Dengan konten yang beragam dan unik, dari riset tersebut 94% Gen Z juga menilai YouTube memiliki konten yang relevan dan memungkinkan bagi mereka untuk mendalami sebuah topik yang diminati. Lebih lanjut, riset tersebut juga menemukan fakta lainnya berupa adanya peningkatan jumlah orang Indonesia yang menonton video pendek, dan 90% dari total responden Gen Z mengaku menggunakan YouTube Shorts.

    Hal ini menunjukkan adanya perkembangan lanskap digital, preferensi, dan perilaku penonton yang terus berubah seiring berjalannya waktu. Penelitian tersebut pun didukung oleh hasil riset lembaga survei, Ipsos yang menyoroti kedalaman interaksi di antara Gen Z dan YouTube. Menariknya, 52% responden Gen Z setuju bahwa mereka merasa lebih dekat dengan kreator atau influencer dan artis yang mereka tonton di YouTube daripada di platform lain. 

    Kemudian, sebanyak 95% responden Gen Z menyatakan bahwa menonton video mengenai tutorial melakukan sesuatu sebanyak satu kali atau lebih per bulan. Riset-riset tersebut pun semakin menunjukkan betapa kuatnya posisi YouTube sebagai platform video dengan konten yang beragam dan unik di hadapan para Gen Z.

    “Kami melihat tren dan minat yang luar biasa untuk YouTube. Berdasarkan riset dan pendalaman, ditemukan fakta bahwa YouTube adalah satu-satunya platform yang memiliki kelengkapan dan kedalaman konten di satu tempat,” kata Ajay.

    Leave a Comment

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Scroll to Top