Elon Musk dan Mitos Digital Marketing

Elon Musk dan Mitos Digital Marketing , Bicara digital marketing, kisah Elon Musk menarik untuk ditelaah. Kisah-kisahnya menggawangi banyak merek terkenal memberi banyak inspirasi baru.

Menurut majalah Forbes edisi Maret 2024, Elon Musk masuk dalam tiga besar orang terkaya di dunia. Biasanya, orang-orang yang hartanya berlimpah seperti Elon Musk akan cenderung menutup diri atau membatasi interaksi dengan publik. Sebagai pemilik satu media sosial yang populer, X, dan sekaligus punya followers terbesar di X, Elon aktif membuat post di X dan terkadang memberikan tanggapan untuk post dari orang lain.

Menariknya, unggahan dari Elon Musk itu tidak hanya terkait dengan teknologi, sektor yang membuat dia dikenal luas sebagai pendiri Tesla dan SpaceX. Dia juga berani dan aktif memposting bidang politik, baik terkait dengan politik domestik di Amerika maupun juga terkait dengan political culture lintas negara. Terutama terkait dengan isu liberal versus conservative, dan isu-isu turunannya serta lengkap dengan berbagai kontroversi dan polarisasi yang melingkupinya.

Apakah Elon Musk yang dianggap jenius dalam pengembangan SpaceX tidak tahu ilmu digital marketing yang efektif? Dengan follower terbesar di X, di atas selebriti dan tokoh politik, Elon adalah fenomena tersendiri. Followers dia jauh di atas jumlah customers Tesla dan SpaceX, dua produk andalan dia yang sebetulnya bisa dianggap produk yang bersifat elit.

Dengan kata lain, dia sukses menarik banyak non customers Tesla dan SpaceX. Meski Tesla bukanlah satu-satunya produser mobil EV, tapi Elon adalah duta utama penggunaan mobil EV. Dia dianggap orang visioner yang terdepan dalam mendorong sektor otomotif terlibat dalam mengatasi climate change.

Keterlibatan dia dalam SpaceX dengan misi memindahkan manusia dari Planet Bumi ke Planet Mars semakin memperkuat Elon sebagai orang teknologi yang visioner. Meski banyak yang ragu bahwa hal tersebut akan terwujud ketika Elon masih hidup, tapi banyak yang tertarik dengan rencana Elon tersebut. Apalagi dia tidak hanya sesumbar tapi berani berinvestasi besar-besaran dalam pembuatan dan peluncuran wahana luar angkasa menuju Mars.

Meski menarik karena bukan merupakan lembaga negara, harus diakui kalau misi Elon ke Planet Mars masih seperti mimpi. Dibandingkan dengan misi ke Mars yang telah dilakukan oleh lembaga antariksa milik lima negara, Elon dan perusahaannya masih ketinggalan. Sehingga Elon belum menjadi yang paling kredibel dalam misi ke Mars dan hal itu tidak bisa menjadi basis bagi Elon dalam membangun brand association sebagai technology influencer.

Bagaimana dengan mobil EV? Di Tiongkok pengguna mobil EV sudah besar populasinya, dan kini menjadi basis terbesar mobil EV di dunia. Tapi di Tiongkok, media sosial X, tidak bisa digunakan dengan bebas, dan membuat pengguna mobil EV di Tiongkok tidak bisa berinteraksi dengan Elon di X.

Di luar Tiongkok, populasi mobil EV, khususnya di negara-negara dengan pasar mobil yang besar, secara rata-rata masih kecil. Hanya di beberapa negara tertentu yang sudah punya kebijakan ketat transisi mobil dari yang berbahan bakar fosil ke EV, seperti di sejumlah negara Skandinavia, yang punya persentase pengguna EV yang besar. Masalahnya negara tersebut kecil penduduknya dan kecil pula pasar mobilnya.

Tesla memang masih relatif kecil populasinya di dunia. Tapi selama hampir dua dekade, Elon memang aktif mengkampanyekan EV sejak dari nol hingga Tesla menjadi perusahaan otomotif dengan market capitalization terbesar di dunia, dan sumber utama yang membuatnya menjadi tiga besar orang terkaya di dunia. Dus, kredibilitasnya sebagai technology influencer banyak terbangun dari EV dan Tesla.

Masalahnya di bidang teknologi, Elon tidak hanya aktif bermedia sosial dalam EV atau Tesla tapi juga isu teknologi lain. Paling terkenal ketika harga saham perusahaan gaming retailer GameStop sedang bergerak naik dan dia memposting Gamestonk!!! Di tahun 2021. Meski jumlah followers saat itu belum sebesar seperti sekarang, apa yang dilakukannya membuat pasar saham heboh.

baca juga

    Ia bukan hanya ikut meramaikan suasana melalui media sosial di tengah-tengah kehebohan pergerakan saham GameStop tapi juga dalam cryptocurrency. Melalui tulisan Dogecoin to the Moooonn di Februari 2021, dia ikut membuat harga cryptocurrency naik 35%. Pengaruhnya semakin besar ketika di bulan Maret 2021 dia bilang melalui media sosial bahwa Bitcoin bisa digunakan untuk membeli Tesla.

    Pengaruh postingannya tidak selalu mendorong kenaikan harga saham atau cryptocurrency tapi juga ikut membantu menurunkan aset kripto dan saham Tesla. Ini terjadi ketika dia menanggapi fakta mengenai besarnya energi yang dibutuhkan dalam proses mining untuk mendapatkan cryptocurrency. Akibatnya, bukan hanya harga cryptocurrency yang turun, tapi juga harga saham Tesla.

    Kontroversi Elon berlanjut ketika dia bermaksud menjual saham Tesla yang dimilikinya dengan meminta pendapat followers-nya di media sosial. Ternyata banyak followers yang setuju dengan rencana dia untuk menjual saham Tesla. Ternyata harga saham Tesla kemudian jatuh.

    Otoritas pasar modal Amerika tentu merespons langkah Elon yang dilakukan melalui media sosial dan berakibat jatuhnya harga saham. Otoritas pasar modal Amerika bahkan mengajukan subpoena kepada Tesla. Terutama karena pada tahun 2018, otoritas pasar modal sudah meminta pengacara Tesla untuk mengecek postingan Elon terkait Tesla sebelum benar-benar muncul di media sosial. Singkat kata, Elon dianggap melanggar panduan bermedia sosial.

    Meski sudah mengalami sejumlah masalah, ternyata tidak membuat Elon menjadi lebih hati-hati dalam bermedia sosial. Dua bulan setelah Tesla menghadapi subpoena, Elon malah memutuskan untuk membeli salah satu perusahaan sosial media, Twitter yang kini disebut X. Di satu sisi langkah ini bisa membuat Twitter atau X yang selama ini kalah dibandingkan media sosial lain menemukan dewa penyelamat, tapi di sisi lain langkah ini menimbulkan kekhawatiran karena Elon adalah tokoh yang kontroversial dan susah diatur.

    Ketika secara resmi menjadi pemilik Twitter pada Oktober 2022, Elon pun membuat sejumlah langkah yang menambah daftar kontroversi yang dilakukan. Sistem moderasi yang sebelumnya diberlakukan Twitter untuk meminimalkan hoaks dan aktivitas pemicu polarisasi dia hilangkan, termasuk dengan memecat orang-orang yang merintis upaya moderasi. Yang paling kontroversial adalah langkah dia untuk menghidupkan Kembali akun Donald Trump, orang yang banyak memicu polarisasi.

    Berbagai kontroversi yang muncul setelah Elon Musk menjadi pemilik Twitter ternyata membuat saham Tesla bergerak turun. Normalnya, kondisi ini akan membuat pihak yang terpengaruh penurunan harga saham dan kekayaan untuk meminimalkan kontroversi. Tapi Elon seperti tidak peduli.

    Bukan hanya harga saham Tesla yang terpengaruh dengan postingan Elon, tapi juga pendapatan iklan Twitter. Para pengiklan Twitter yang secara kuantitas dan kualitas sebetulnya tidak sebanyak media sosial lainnya juga keberatan dengan berbagai langkah Elon setelah menjadi pemilik Twitter. Mereka bahkan mengultimatum Twitter untuk tidak lagi beriklan kalau berbagai langkah kontroversi yang terjadi di media sosial itu tidak dihentikan dan berbagai kebijakan bagus Twitter dikembalikan lagi seperti semula.

    Ternyata hal tersebut tidak membuat goyah Elon Musk. Ia terus menjalankan kebijakan barunya, meski secara bisnis berisiko bagi Twitter. Untuk mempertegas berbagai perubahan yang dilakukan, Twitter kemudian diubah namanya menjadi X.

    Selain kebijakan baru, ada inovasi yang dilakukan Elon. Jika dahulu postingan dibatasi jumlah karakter, kini bisa panjang. Tentu ini dibatasi untuk pelanggan terdaftar dan berbayar.

    Inovasi lain adalah video panjang yang juga bisa muncul. Itulah sebabnya, beberapa podcaster bahkan kini punya alternatif lain untuk siaran, antara lain dipopulerkan sendiri oleh Elon.

    Meski secara bisnis X, masih jauh tertinggal dibandingkan para pemain media sosial lainnya, berbagai langkah baru Elon rupanya bisa menarik fans baru. Kini dia pun dikenal bukan hanya sebagai pemilik X, tapi juga punya followers terbesar di X. Padahal berbagai pemilik atau pendiri media sosial lainnya tidak ada yang punya followers terbesar di media sosial miliknya atau yang dipimpinnya.

    Apa terjadi pada Elon ini menjadi gambaran menarik mengenai praktek ber-digital marketing. Meski secara pribadi sukses menjadi influencer terbesar di X, tapi jumlah pengguna Twitter atau X sejak dimiliki Elon menurut data dari statista mengalami penurunan. Berbagai kontroversi, yang membuatnya jadi bahan pemberitaan atau diskusi di internet atau berbagai media sosial ternyata tidak mendorong conversion ke X.

    Kalau bukan pemilik X, penambahan jumlah besar followers jelas sebuah prestasi hebat. Begitu juga dengan besarnya awareness yang berhasil dibangun dan banyaknya postingan untuk orang sibuk seperti Elon. Itulah sebabnya, ukuran utama untuk Elon dan keaktifan dalam posting di X mesti diukur seberapa jauh ada peningkatan users, seperti yang berlaku pada Instagram atau TikTok.

    Meski Tesla bukanlah satu-satunya produser mobil EV, tapi Elon merupakan duta utama penggunaan mobil EV.

    Leave a Comment

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Scroll to Top