Flanking Marketing

Flanking Marketing , Menggarap yang Tak Tergarap


Persaingan bisnis menjadi sebuah keharusan bila dua atau lebih merek berada dalam segmen dan produk yang sama. Tapi, memenangkan persaingan tak mesti harus adu
banteng langsung.

Dalam dunia bisnis yang sangat kompetitif, perusahaan harus selalu mencari cara untuk menonjol dan merebut pasar yang mungkin sudah dikuasai oleh pesaing. Salah satu strategi yang sering diabaikan namun sangat efektif dalam menghadapi persaingan adalah flanking marketing.

Biasanya, pemain yang melakukan strategi ini menyasar pangsa pasar yang kurang diperhatikan atau kurang tergarap dengan baik oleh pemain besar. Mereka ingin menyerang dari pinggiran dengan menggarap wilayah-wilayah – bisa peripheral secara geografis – yang tidak tergarap dengan baik oleh pesaing.

Ketika perusahaan tidak bisa bersaing secara langsung dengan para pemimpin pasar, flanking marketing menawarkan alternatif cerdas untuk memenangkan pertempuran tanpa harus terjebak dalam konfrontasi frontal. Secara sederhana, strategi ini mengacu pada pendekatan di mana perusahaan menyerang posisi pasar yang tidak dijaga atau kurang dipertahankan oleh pesaing. Dengan kata lain, perusahaan tidak mencoba untuk menantang langsung pemimpin pasar di medan pertempuran utama, melainkan mencari celah yang belum dimanfaatkan dengan baik, misalnya segmen pasar baru, kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi, atau bahkan wilayah geografis tertentu. (Grafik 1).

Image or Photo Marketeers Max

Keberhasilan strategi flanking terletak pada kemampuannya untuk mengidentifikasi kelemahan dalam strategi pesaing. Pemimpin pasar sering kali terlalu fokus pada audiens utama mereka atau pada produk-produk yang sudah mapan, sehingga mereka gagal untuk memperhatikan peluang di pinggiran pasar.

Di sinilah, flanking marketing masuk. Alih-alih menantang produk utama atau segmen inti pesaing, perusahaan yang menerapkan flanking marketing akan meluncurkan produk atau layanan yang memenuhi kebutuhan segmen pasar yang kurang diperhatikan, memberikan mereka keunggulan kompetitif tanpa harus menghabiskan sumber daya dalam pertempuran langsung.

Flanking marketing sering kali dianggap sebagai strategi yang cerdik dan tidak terlalu agresif. Meskipun tujuannya tetap untuk merebut pangsa pasar dari pesaing, pendekatannya jauh lebih halus. Perusahaan yang menggunakan strategi ini berfokus pada inovasi dan pemahaman mendalam tentang pasar dan konsumen. Mereka tidak hanya melihat pesaing sebagai musuh, tetapi juga sebagai tolok ukur untuk menemukan peluang yang belum dimanfaatkan. Dengan demikian, flanking marketing memungkinkan perusahaan untuk tumbuh dan berkembang tanpa harus terlibat dalam perang harga atau promosi besar-besaran yang sering kali menguras anggaran.

Dalam buku Marketing Planning in a Total Quality Environment (2020), Winston, Stanton, dan Linneman mengatakan bahwa flanking marketing merupakan strategi dengan memasuki segmen pasar yang tak terjamah dan menjadi pemain dominan di segmen tersebut. Ketiganya mengakui strategi ini mirip dengan niche marketing. Namun, yang membedakan adalah flanking merupakan bagian dari rangkaian strategi untuk melawan satu atau lebih kompetitor, sementara niche berfokus mengejar target penjualan dalam rentang waktu yang ditentukan.

Ada tiga pakem penting yang disebut ketiganya dalam buku tersebut. Pertama, flanking marketing harus dilakukan di ranah uncontested segments. Segmen yang diincar adalah segmen yang tidak ada kompetitor di dalamnya. Kalau ada kompetitornya, namanya bukan lagi flanking, tapi offensive marketing.

Kedua adalah kejutan. Yang namanya kejutan butuh persiapan. Merek harus memiliki pengetahuan pasar yang mendalam tentang segmen yang dibidik, sehingga sebelum pemain lain merebut segmen ini, pelaku flanking marketing sudah lebih dulu mengambil alih segmen ini.

Ketiga, penetrasi cepat. Begitu produk siap dijual, produk harus didukung juga dengan kampanye yang mumpuni, untuk mempercepat penetrasi produk ke segmen yang disasar.

Meskipun flanking marketing terdengar seperti strategi yang sempurna untuk perusahaan kecil atau menengah yang ingin menghindari konfrontasi langsung dengan raksasa industri, strategi ini juga memiliki tantangan tersendiri. Untuk berhasil, perusahaan harus benar-benar memahami dinamika pasar dan memiliki kemampuan untuk merespons dengan cepat. Jika tidak, pesaing yang lebih besar mungkin menyadari kelemahan mereka sendiri dan dengan cepat menutup celah yang coba dimanfaatkan oleh perusahaan yang lebih kecil.

Meskipun ada risiko, strategi ini tetap menjadi strategi yang sangat menarik bagi perusahaan yang ingin memenangkan persaingan tanpa harus bersaing langsung dengan pemimpin pasar. Keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada ketepatan waktu dan kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi celah yang belum dimanfaatkan. Fleksibilitas dan kecepatan dalam merespons perubahan pasar juga menjadi faktor kunci yang menentukan keberhasilan strategi ini.

Sebagai tambahan, dalam ekosistem bisnis saat ini yang sangat dipengaruhi oleh media sosial dan digitalisasi, flanking marketing dapat lebih mudah dilakukan melalui platform-platform ini. Dengan penggunaan media sosial, perusahaan dapat menjangkau segmen pasar yang lebih spesifik dan personal, menciptakan pesan yang disesuaikan untuk kebutuhan mereka. Sebagai contoh, banyak perusahaan kecil yang sukses memanfaatkan flanking marketing melalui Instagram atau TikTok untuk menyasar audiens yang belum dijangkau oleh perusahaan besar.

Seperti yang dilakukan oleh JINISO. Merek jeans anyar ini tak memilih untuk mengadu nasib dengan merek-merek di segmen yang harganya cukup mahal. Dian Fiona, Co-Founder JINISO mengemas produknya sebagai produk timeless dan affordable. Dian meyakini bahwa fesyen tidak harus menggunakan sesuatu yang mahal.

baca juga

    JINISO juga tampil dengan kampanye yang mengejutkan seperti kolaborasi dengan Amah. Amah adalah karakter dalam film How to Make Millions Before Grandma Dies, sosok perempuan paruh baya bernama asli Usha Seamkhum. Hal ini berdampak signifikan karena selain peningkatan pada penjualan, juga berdampak pada awareness dan engagement dari konsumen loyal maupun baru.

    “Strategi kami adalah community marketing, di mana kami fokus membangun hubungan yang kuat dengan komunitas penggemar dan pelanggan. Dengan mengutamakan interaksi dan partisipasi, kami bertujuan untuk memahami lebih dalam kebutuhan dan keinginan komunitas sehingga bisa menyesuaikan produk kami dengan lebih baik,” kata Dian.

    Selain itu, Dian juga melihat di Indonesia banyak perempuan muslim yang berhijab namun tetap ingin tampil trendi dengan mengenakan jeans. Sayangnya, banyak jeans yang kurang mengakomodir kebutuhan mereka.

    “Banyak jeans yang kalau dipakai terasa ketat dan itu tidak diperbolehkan mereka kenakan. Dari sini, saya melihat peluang baru untuk menghadirkan jeans yang membawa solusi bagi para perempuan muslim tersebut,” katanya.

    Karena ada kebutuhan para perempuan hijaber tersebut, produk JINISO juga disesuaikan dengan model boyfriend jeans dengan ukuran lebih longgar sehingga lebih nyaman dan aman dipakai oleh para hijaber.

    Di industri telekomunikasi Indonesia dengan pasar yang sudah penuh, Telkomsel melihat bahwa masih ada ceruk pasar di luar pangsa telekomunikasi yang bisa digarap. Melalui produk layanan streaming-nya, MAXStream, Telkomsel membidik pasar penonton layanan streaming yang juga memberi kesempatan perusahaan untuk mengonversi pangsa tersebut menjadi pengguna Telkomsel.

    Satu surprise move yang dilakukan Telkomsel adalah membangun MAXStream Studios, yakni production house untuk membuat konten film maupun serial. Langkah ini menjadi yang pertama dilakukan oleh perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Dengan perilisan MAXStream Studios, Telkomsel juga memperbarui layanan MyTelkomsel miliknya, agar bisa digunakan langsung untuk menonton konten yang tersedia di layanan MAXStream.

    “Sinergi ini ke depannya akan mendorong orang agar mau menggunakan MyTelkomsel. Karena konten yang ada di MAXStream bisa dilihat di MyTelkomsel,” kata VP Customer Journey & Digital Experience Telkomsel, Nirwan Lesmana.

    Kesimpulannya, flanking marketing adalah salah satu strategi pemasaran yang tidak hanya relevan untuk perusahaan kecil atau menengah, tetapi juga untuk perusahaan besar yang ingin mengeksplorasi segmen pasar baru tanpa harus menghabiskan sumber daya dalam pertarungan langsung dengan pesaing utama.

    Dengan memahami kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi, mencari celah yang kurang diperhatikan oleh pesaing, dan merespons dengan cepat terhadap perubahan pasar, perusahaan dapat memenangkan pertempuran pemasaran dengan cara yang lebih cerdas dan efisien.

    Flanking marketing menuntut inovasi, adaptasi, dan ketepatan dalam mengambil tindakan. Ini adalah strategi yang lebih tentang mengeksplorasi peluang daripada sekadar berfokus pada pesaing. Dengan demikian, perusahaan yang mampu menerapkan flanking marketing dengan baik akan mendapatkan posisi yang kuat di pasar, bahkan dalam lingkungan yang penuh persaingan.Dian Fiona – Co-Founder JINISO

    “Banyak jeans yang kalau dipakai terasa ketat. Saya melihat peluang baru untuk menghadirkan jeans yang membawa solusi bagi para perempuan berhijab.”

    Leave a Comment

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Scroll to Top