Gula Aren Temon

ukms.or.id/– Gula Aren Temon , Kualitas Harga Mati. Persaingan bisnis dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari harga hingga kualitas. Tapi, ungkapan “ada harga ada kualitas” hampir selalu benar. Kualitas akan membawa produk kepada pembeli yang tepat dengan harga yang pas.

Bicara produk, kualitas biasanya menjadi acuan pertama konsumen dalam membeli barang. Makin bagus kualitasnya, makin tinggi minat belinya. Kualitas juga yang membentuk sebuah merek.

Inilah hal yang dikejar terus oleh Heri Suyanto. Pemilik Gula Aren Temon ini mampu memproduksi varian gula aren yang bisa menembus kancah global. Dagangannya kini sudah menjamah Jepang, Denmark, dan Kanada.

Usaha yang dirintis di Desa Temon, Dusun Tenggar, Pacitan, Jawa Timur ini bisa menjadi produk pilihan konsumen di belahan dunia sana. Gula Aren Temon sudah mengekspor gula cair sebanyak 1,3 ton. Omzet usaha ini pertahun mencapai Rp 500 juta.

Untuk sampai ke tahapan ekspor, Heri mengakui ini membutuhkan proses panjang. Kualitas menjadi kunci bagaimana gula aren dari Desa Temon ini mampu tembus sampai benua Eropa. “Kualitas dan konsistensi, ini adalah hal yang benar benar kami jaga,” ujar Heri.

Awalnya, usaha ini bukanlah hal yang direncanakan oleh Heri. Sebelum menggawangi Gula Aren Temon, Heri dan istri merantau dan tinggal di Kalimantan. Pada tahun 2019, ia mendapat kabar mertuanya sakit dan harus kembali ke Pacitan.

Heri dan istri kembali untuk merawat ibu mereka hingga tahun 2020. Menjalani beberapa pengobatan, ibu dari istri Heri tak kunjung sembuh dan akhirnya berpulang pada April 2020. Keduanya sempat berencana kembali ke Kalimantan, namun karena pandemi COVID-19, akses untuk pulang pun menjadi sulit. Heri pun harus putar otak.

Satu hal yang ia sadari, Desa Temon merupakan satu dari sekian desa yang memiliki banyak petani aren. Akhirnya, ia berkeputusan untuk memberdayakan sumber daya alami yang ada di desanya. Berdua dengan sang istri, Heri menggawangi posisi produksi, istrinya menjadi nakhoda bagian pemasaran.

Dalam proses merintis bisnisnya, Heri sadar, akan sulit menjual gula aren jika tidak punya variasi produk yang beragam. Akhirnya, pada akhir 2020, Heri mencoba membuat varian baru dengan diversifikasi produk, yakni gula aren semut atau bubuk.

Setelah melalui beragam uji coba, Heri mencoba membuat beberapa varian gula aren yang diminati pasar secara luas. Mulai dari gula aren semut, gula aren cetak dalam bentuk kubus dan batok, gula aren cair, dan juga kopi dan jahe yang diramu dengan gula aren. Untuk gula aren semut, Heri mematok harga Rp 50.000 per kg, gula aren cetak Rp 40.000 per kg, sementara kopi dan jahe dengan gula aren dijual Rp 80.000 per kg.

Dalam mengembangkan usahanya, Heri menggandeng petani-petani aren yang ada di desanya. Dia bilang ada 70% petani yang sudah terdaftar di Dinas Kehutanan, atau 72 petani yang diajak bermitra dengannya. Petani ini merupakan anggota dari kelompok petani hutan di Dusun Tenggar.

Terjebak pandemi, tentu sulit bagi Heri untuk menjajakan produknya secara fisik. Platform marketplace dan media sosial jadi bahtera Heri saban hari dalam menjajakan produknya. Di sebuah forum jual beli media sosial, Heri mendapat pesanan dari seorang eksportir yang meminta sampel produk gula aren.

Setelah membeli beberapa sampel dari Heri, eksportir ini terpikat. Heri dapat pesanan ekspor pertamanya yakni ke Kanada. Mulai dari situ, Heri banyak menemui eksportir lain dari forum jual beli di media sosial untuk pengiriman ke luar negeri seperti Denmark, dan Jepang.

Tentu ada standar yang perlu dipenuhi supaya produk Heri bisa diterima di tiga negara tersebut. Mulai dari pembinaan rumah produksi, legalitas badan usaha, sampai lolos uji sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), alias uji standar keamanan dari produk pangan. 

Ekspor menjadi pengakuan dari kualitas produk-produk Gula Aren Temon. Meski secara proporsi, penjualan ke luar negeri masih belum sebesar penjualan di dalam negeri. Namun, pernah melakukan ekspor membawa pengakuan kualitas juga dari pasar lokal.

“Kualitas, apa lagi sudah pernah ekspor, ini menambah kepercayaan konsumen terhadap brand kami,” kata Heri.

Menjaga kualitas ekspor nyatanya tak mudah. Heri mengakui bahwa untuk mencapai kualitas gula aren yang diinginkan pasar, maka setiap petani dan rumah produksi juga harus menyamakan standar kualitasnya. Dalam menyamakan standar kualitas, Heri menemui sejumlah tantangan.

Menurutnya, bagi masyarakat setempat, beberapa menganggap bahwa menjadi petani aren adalah bagian dari budaya turun temurun. Artinya ada beberapa petani yang sudah punya pakem sendiri dalam mengolah gula arennya. Memberikan edukasi perihal standar kesehatan produk pangan tak selalu mudah menurut Heri.

Sebagai UKM, Gula Aren Temon juga mengalami masalah permodalan. Punya pesanan, tapi tak punya modal operasi. “Kami harus membangun kepercayaan di depan investor dan pemberi modal,” ucapnya.

Apa yang menjadi suka cita bagi usaha ini, selain menembus pasar ekspor, adalah lolos uji sertifikasi kualitas produk. Tiap tahunnya, Heri dan mitra punya target untuk lulus sertifikasi produk. Tahun ini, Gula Aren Temon mencoba untuk lolos sertifikasi organik.

baca juga

    Ke depannya, Heri punya rencana besar untuk bisnisnya. Salah satunya pengembangan kapasitas produksi. Dengan menggandeng 72 petani saat ini, produksi bisa mencapai 6 ton sebulan. Ia pernah sampai kehabisan stok, sehingga pembeli harus menunggu masa panen berikutnya.

    Heri berencana menggandeng petani dari desa tetangga, yakni Desa Karanggede, di Dusun Sidomulyo. Dengan menggandeng petani di Karanggede, kapasitas produksi bisa naik sampai 12 ton per bulan. 

    Gula Aren Temon hanya punya satu toko yakni di Desa Temon, Pacitan, Jawa Timur. Tidak ada rencana dari Heri untuk menambah toko. Ia berencana membangun bersama Dusun Tenggar menjadi sentra edukasi tentang perkebunan aren untuk masyarakat yang ingin menjadi petani aren.

    Pembangunan sentra edukasi ini akan mencakup juga tempat pembibitan. Tempat pembibitan ini nantinya akan menjadi wadah pengembangbiakan bibit unggul. 

    KUTIPAN

    “Kami harus membangun kepercayaan di depan investor dan pemberi modal.”

    You May Also Like

    More From Author