Industri Susu , Bergesernya Permintaan Susu , Permintaan susu dalam negeri terus bergeser dalam beberapa tahun terakhir dari susu bubuk dan kental manis menjadi susu cair. Kabar baiknya, bisnis ini terus bergeliat dari sisi produksi, investasi, dan serapan tenaga kerja.
Industri susu di Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang dan memenuhi kebutuhan domestik yang semakin meningkat. Meskipun menghadapi sejumlah tantangan seperti produktivitas yang rendah dan infrastruktur kurang memadai, peluang untuk mengembangkan industri ini tetap terbuka lebar. Dengan peningkatan teknologi, kemitraan strategis, investasi infrastruktur, dan dukungan pemerintah yang kuat, industri susu dalam negeri dapat tumbuh lebih cepat.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan sepanjang tahun 2023 semakin bergeliat dengan banyaknya investasi baru. Sepanjang tahun lalu, realisasi investasi sektor ini sebesar Rp 23,4 triliun dan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 37.000 orang. Bisnis tersebut juga diperkirakan terus bergeliat dalam beberapa tahun ke depan.
“Terjadi perubahan demand di pasar, dari susu bubuk dan susu kental manis, menjadi susu cair (UHT dan pasteurisasi) dalam beberapa tahun terakhir,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika.
Putu menyebut, secara umum produksi terbesar di industri pengolahan susu saat ini didominasi susu cair dan krim dengan kontribusi sebesar 49%. Kemudian diikuti oleh susu kental manis 17% dan susu bubuk 17,5%. Moncernya produksi susu lokal tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, namun juga bisa memenuhi permintaan ekspor dengan beragam produk seperti susu formula, makanan bayi, es krim, keju, yogurt, susu bubuk, susu kental manis, serta susu cair dan krim.
“Saat ini, kondisi perkembangan sektor ini cukup baik, sudah ada 88 pabrik industri pengolahan susu dan turunannya, dengan total kapasitas produksi mencapai 4,64 juta ton per tahun,” ujarnya.
baca juga
Industri pengolahan susu turut memberikan andil besar terhadap pertumbuhan industri agro. Pada tahun 2023, industri agro mampu tumbuh 4,15%, yang menjadi penopang utamanya adalah industri makanan dan minuman dengan pertumbuhannya mencapai 4,47%. Sementara itu, industri pengolahan susu termasuk di dalam industri makanan dan minuman.
Pada kuartal I tahun 2024, industri makanan dan minuman tumbuh sebesar 5,87%, meningkat dibandingkan periode kuartal I 2023. Sedangkan untuk kontribusi industri agro terhadap produk domestik bruto atau PDB industri pengolahan nonmigas sebesar 51,54%, dan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 9%.
Putu optimistis, kinerja industri pengolahan susu akan semakin gemilang seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat dan bertumbuhnya kelas menengah. Selain itu, berubahnya gaya hidup masyarakat menjadi lebih sehat, konsumsi produk susu olahan diyakini akan terus tumbuh tinggi ke depannya.
“Saat ini, tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia sebesar 16,9 kilogram (kg) per kapita per tahun setara susu segar. Jumlah ini perlu dipacu lagi untuk bisa bersaing dengan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) lainnya. Apalagi, peluang peningkatan konsumsi susu di Indonesia masih sangat besar, yang membuat investor berlomba-lomba untuk meningkatkan investasi di industri pengolahan susu,” kata Putu.
Kendati demikian, diperlukan langkah untuk menjaga ketersediaan bahan baku. Sebab, kondisi saat ini, hanya sekitar 20% bahan baku susu yang dipasok dari dalam negeri. Masalah ini disebabkan oleh laju pertumbuhan produksi susu segar di dalam negeri, yaitu sebesar rata-rata 1% dalam enam tahun terakhir. Akibatnya, tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu yang tumbuh rata-rata 5,3%.
“Kendala utama dalam pengembangan produksi susu segar dalam negeri (SSDN) adalah masih sedikitnya populasi sapi perah di Indonesia sekitar 592 ribu ekor, rendahnya produktivitas sapi perah rakyat sebesar 8-12 liter per ekor per hari, dan tingginya rasio biaya pakan dengan hasil produksi susu yang mencapai 0,5-0,6,” ujar Putu.
Sementara itu, Tri Melasari, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Kementerian Peternakan (Kementan) menambahkan, Indonesia memang perlu menambah jumlah populasi sapi perah. Produksi sapi perah nasional sekarang ini menurutnya masih didominasi oleh skala usaha peternakan rakyat dengan persentase sekitar 90%. Umumnya setiap peternak memiliki dua hingga tiga ekor sapi dengan produksi rata-rata delapan hingga 13 liter per ekor per hari.
Jumlah produksi tersebut diperkirakan terjadi penurunan pasca terjadi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang sebagian besar menyerang ternak sapi perah. Sedangkan secara konsumsi, Tri Melasari menghitung kebutuhan reguler untuk konsumsi susu nasional sekitar 4,6 juta ton. Sementara produksi susu nasional hanya 0,9 juta ton per tahun.
”Peternakan rakyat ini berpotensi bisa menyerap tenaga, tapi masih minim perusahaan yang bergerak di peternakan sapi perah sehingga diperlukan dukungan pemerintah apalagi lahan untuk peternakan sapi perah masih sangat luas di luar pulau Jawa,” katanya.
