Jadikan Pelanggan Sebagai Hero

ukms.or.id – Jadikan Pelanggan Sebagai Hero, Kesalahan umum yang kerap dilakukan merek dalam komunikasi pemasaran adalah memposisikan diri mereka sebagai pahlawan dalam cerita. Sebaliknya, jadikanlah pelanggan sebagai pahlawan dalam setiap cerita. Lalu, di mana posisi merek? 

Dalam sebuah komunikasi pemasaran, sering dijumpai iklan-iklan yang terlalu mengagung-agungkan produk atau layanannya. Misalnya, seseorang sedang batuk, dia meminum obat batu sebuah merek, dalam beberapa menit orang tadi terbebas dari batuknya. Dengan kata lain, perusahaan cenderung lebih memfokuskan semua upaya pemasaran pada apa yang mereka tawarkan.

Upaya tersebut sebenarnya merupakan logika yang terbalik pada pemasaran. Sebab, seorang pemasar harusnya dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan dari audiens mereka. Sehingga tanpa disadari, strategi melayani diri sendiri meminimalkan peluang emas untuk terhubung dengan target pasar dan persona pembeli.

Untuk itu, pemasar perlu mengubah cara komunikasi dengan memberikan peran utama kepada pelanggan. Tujuannya agar mereka merasa dihargai dan mau mengunduh konten yang disajikan, mengikuti di media sosial, mengisi formulir kontak, melakukan pembelian, dan bahkan melakukan advokasi secara sukarela. Selain itu, dengan menjadikan pelanggan sebagai peran utama bisa meminimalisasi hard selling yang jelas-jelas ditolak oleh pelanggan. 

Donald Miller dalam bukunya berjudul Building Story Brand (2017) menegaskan prinsip dalam membangun brand story adalah memposisikan pelanggan sebagai hero. Menjadikan pelanggan sebagai tokoh protagonis dalam keseluruhan cerita. Penokohan ini merupakan elemen utama sebuah cerita, selain latar, plot, konflik, dan resolusi. 

Pelanggan menjadi tokoh utama yang menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri. Artinya, ketika menghadapi sebuah masalah, pelanggan mampu mengatasi masalah tersebut dan diharapkan bisa mendapatkan akhir cerita yang menggembirakan alias happy ending.

Lalu, di mana posisi merek? Dalam konsep ini, merek bisa mengambil peran sebagai enabler. Artinya, dalam sebuah cerita biasanya sang jagoan akan menghadapi musuh utama. Agar bisa mengalahkan musuh, sang jagoan ini membutuhkan senjata. Dengan senjata itu, ia bisa memerangi musuh dan akhirnya menang. Nah, merek memposisikan diri sebagai pihak yang menyediakan senjata bagi hero untuk berperang.

Dengan begitu, seorang pemasar akan diakui sebagai orang terpercaya yang memiliki sumber daya untuk membantu mengatasi masalah mereka. Untuk bisa memberikan peran utama sebagai pahlawan bagi pelanggan, pemasar harus bisa menemukan karakter yang kuat sesuai dengan positioning. Kemudian, setelah itu menemukan masalah yang akan dipecahkan.

Dalam cerita, pelanggan dengan karakter pahlawan memulai hidup dalam kondisi damai. Lalu, terjadi sebuah masalah yang membawa pahlawan memulai perjalanan baru. Untuk menyelesaikan masalah, pelanggan sebagai pahlawan tertarik untuk menggunakan produk yang ditawarkan guna menyelesaikan masalah.

Prinsip storybrand selanjutnya, pahlawan percaya terhadap produk yang ditawarkan. Kemudian, pemasar menyerukan mereka untuk melakukan keputusan pembelian. Produk atau yang dibeli diposisikan sebagai senjata untuk melawan musuh atau persoalan. Dengan melakukan pembelian, sang pahlawan terhindar dari masalah yang dihadapi.

Sedangkan untuk alur cerita terakhir, pahlawan yang menggunakan produk berakhir dengan kesuksesan mengatasi masalah. Grafik 1.

Sementara itu, cerita-cerita yang menampilkan pelanggan sebagai hero tersebut bisa dikemas dengan beragam genre. Tergantung dari segmen mana yang menjadi sasaran dari brand story tersebut. Misalnya, agar cerita bisa diterima audiens, khususnya segmen muda, pemasar bisa membawakannya dengan genre komedi. Sebab, genre ini sangat digemari oleh Gen Z di media sosial. Bahkan, kerap kali konten viral di media sosial mengusung konsep komedi.

Image or Photo Marketeers Max

Berdasarkan riset UMN Consulting yang dilakukan pada tahun 2021, iklan yang memuat konten komedi disukai sebanyak 59,4%. Kemudian diikuti oleh iklan yang langsung mempromosikan produk dan iklan yang menyentuh hati. Masing-masing memiliki persentase 34,5% serta 30,1%.

Adapun riset yang dilakukan melibatkan 1.177 responden dengan rentang usia 15 hingga 25 tahun. Mayoritas dari responden yang terlibat dalam penelitian ini berprofesi sebagai mahasiswa di DKI Jakarta. Grafik 2.

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menjadi perusahaan perbankan yang kerap memberikan tokoh utama dalam cerita-cerita yang disajikan baik untuk edukasi maupun pemasaran. Tujuannya agar bisa memprioritaskan kepentingan-kepentingan nasabah dalam menyelesaikan permasalahannya. Perseroan berkomitmen untuk membuat hidup nasabah lebih mudah lagi.

Norisa Saifuddin, Senior Vice President Bank BCA menuturkan, dalam membuat cerita yang menjadikan pelanggan sebagai pahlawan cukup menantang Sebab, perlu menyesuaikan karakter, pemilihan talenta, hingga alur cerita yang dibuat. Kondisi semakin rumit lantaran demografi nasabah BCA cukup beragam mulai dari 60% Milenial dan Gen Z, sedangkan sisanya generasi yang lebih senior.

Perbedaan selera konten membuat BCA harus bisa menyajikan cerita yang lebih universal agar bisa diterima seluruh kalangan. Sehingga proses perencanaan dan produksi bisa memakan waktu yang cukup lama. Bahkan, tak jarang perseroan melibatkan pihak-pihak eksternal seperti sineas dan artis papan atas.

“Tantangan membuat cerita pasti selalu ada. Jadi, harus jeli mencari sudut pandang yang relevan dengan anak muda, sehingga mereka mau menyebarkan konten, sekaligus bisa diterima oleh generasi senior,” kata Norisa.

Selain itu, pemasar perlu menemukan diferensiasi dari setiap cerita yang disajikan. Setiap pemasar perlu memantau pergerakan percakapan dan minat dari pelanggan di media sosial secara berkala. Caranya dapat dilakukan dengan menggunakan analisis percakapan media sosial.

“Sekarang perangnya adalah perang mendapatkan atensi netizen, jadi bagaimana kami mendapatkan atensi tentunya dengan cara-cara yang baru dan berbeda. Tujuannya selalu satu yaitu menjawab pain point customer,” ujarnya.

Hal sama dilakukan pula oleh Tropicana Slim, merek gula dalam negeri yang menjadikan pelanggan sebagai tokoh pahlawan dalam ceritanya. Dalam setiap cerita, pelanggan sebagai pusat perhatian dengan menggambarkan perjalanan hidup dalam mengatasi masalah sehari-hari terutama gaya hidup yang lebih baik. 

“Kami memfokuskan perhatian pada pengalaman pelanggan sebagai pahlawan cerita yang mendapat nilai dan manfaat dari produk untuk mengatasi masalah. Sederhananya, merek kami menjadi rahasia sukses dari tokoh hero tersebut,” kata Noviana Halim, Brand Manager Tropicana Slim.

Secara umum, Noviana menyebut, cerita yang menjadikan pelanggan sebagai pahlawan membantu untuk membangun koneksi emosional dengan pelanggan. Termasuk pula membedakan diri dari pesaing atau membangun diferensiasi sehingga menciptakan identitas merek yang kuat. Sedangkan dari sisi pelanggan, dapat meningkatkan kesadaran merek, memperkuat loyalitas, dan mempermudah komunikasi nilai.

Keterlibatan sosial dari pelanggan juga bisa terpotret melalui cerita yang disajikan. Dari sini kemudian pemahaman produk akan terbangun yang menggerakkan tindakan untuk melakukan keputusan pembelian. Bahkan, tak jarang pelanggan menjadi brand advocate secara sukarela. 

“Sebelum menyusun cerita, riset sangat penting. Ini melibatkan pemahaman mendalam tentang target audiens, kompetitor, serta tren dan nilai-nilai yang relevan dalam industri. Durasi riset dapat bervariasi tergantung pada kompleksitas industri dan tujuan merek, namun sebaiknya dilakukan secara berkelanjutan untuk memastikan cerita tetap relevan dan efektif seiring berjalannya waktu,” ujarnya.

Image or Photo Marketeers Max

“Kami memfokuskan perhatian pada pengalaman pelanggan sebagai pahlawan cerita yang mendapat nilai dan manfaat dari produk. Sederhananya, merek kami menjadi rahasia sukses dari tokoh hero tersebut.”

Noviana Halim
Brand Manager Tropicana Slim.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours