Menarik Karena Autentik
Brand storytelling yang autentik merupakan jenis komunikasi yang berfokus pada penciptgaan cerita menarik dan bermakna tentang perusahaan, produk, atau layanan secara jujur. Cerita mengalir dari keunikan dan DNA merek tersebut.
Setiap merek memiliki kisah masing-masing seputar perjalanan bisnisnya dan proses interaksinya dengan konsumen. Layaknya entitas hidup, merek perlu menunjukkan bagaimana eksistensinya melalui brand story. Namun, dalam membangun brand story yang mampu merebut hati konsumen, merek perlu membangun cerita yang autentik dan orisinal.
Brand story yang orisinal dan autentik berarti kembali ke akar eksistensi merek tersebut. Nilai-nilai apa yang dianut merek dan tujuan merek haruslah tersampaikan dalam brand story. Hal tersebut dibalut dalam rangkaian konten yang mampu menarik perhatian konsumen.
Keautentikan dalam brand story mengacu pada seberapa asli dan jujur sebuah merek dalam menyampaikan pesan. Ini menyangkut keseluruhan rantai proses bisnisnya, dari kantor, pabrik, produk dan layanan, hingga ritel maupun toko-tokonya. Merek yang benar-benar autentik akan menceritakan kisah yang konsisten.
Mengapa demikian? Konsumen baik baru maupun lama akan lebih mudah mengenali dan memahami merek lebih dalam melalui cerita
yang autentik dan orisinal. Tak cuma dalam membangun produk, merek perlu menonjolkan diferensiasi dalam kampanye pemasaran berbasis cerita tersebut. (Grafik 1).
Menurut survei yang dilakukan oleh Matter Communication pada awal tahun 2023, 39% konsumen melihat keauntentikan sebagai faktor penting dalam mengenali merek melalui media sosial. Kemudahan penyampaian materi dalam cerita yang dibawakan juga diamini 25% konsumen dalam membantu mereka mengenali merek. Selain itu, keselarasan nilai yang dianut juga diyakini 13% konsumen penting bagi mereka untuk mengenal merek lebih dalam.
Selain itu, memiliki perspektif yang orisinal dan unik, dinilai penting bagi 10% konsumen dalam prosesnya mengenal merek. Lalu, 9% konsumen menilai isu-isu penting yang sedang terjadi menjadi faktor penting dalam mengenal merek. Survei ini dilakukan pada 1.000 responden di Amerika Serikat.
Namun membangun brand story yang orisinal dan autentik bukan perkara mudah. Meski merek memiliki bujet lebih dalam memproduksi konten, rupanya tak banyak merek yang mampu menghasilkan konten yang dinilai autentik dan orisinil. Hal ini dibuktikan oleh temuan Stackla. (Grafik 2).
Hampir 60% konsumen yang disurvei Stackla meyakini bahwa konten yang autentik adalah konten yang diproduksi oleh konsumen. Sementara, mereka yang berkeyakinan bahwa konten yang diproduksi merek adalah autentik hampir 20%. Konten yang diproduksi influencer diyakini autentik oleh 10% responden. Bahkan, 9% responden survei meyakini bahwa tidak ada konten yang autentik. Survei ini dilakukan kepada 2.042 responden di Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.
Dalam menyusun brand story yang orisinal dan autentik, merek perlu menyusun proses kreatif terlebih dahulu. Bagaimana nilai-nilai perusahaan, tujuan merek, dapat tersampaikan melalui cerita tanpa mengurangi esensi dari cerita tersebut.
Merek perlu mengenali target audiens sebelum mulai membuat konten. Penting bagi merek untuk mengetahui target audiens secara demografis, geografis, dan psikografis audiens, baik dari segi usia, gender, hingga tingkat pendapatan. Semakin relevan sebuah cerita dengan kehidupan audiens, maka tinggi kemungkinan konten akan berhasil.
Hal ini yang dilakukan oleh PT Bank Central Asia Tbk (BCA). BCA melihat bahwa industri perbankan adalah industri yang serius. Namun dalam berkomunikasi dengan konsumen, BCA menggunakan metode yang lebih relevan dengan konsumennya.
“Bagi kami di BCA, bisnis perbankan itu adalah bisnis serius. Tapi kalau kita berbicaranya serius ke customer, itu artinya bagi kami, kami tidak beradaptasi dengan customer kami. Karena itu, BCA terus mencoba untuk hadir dengan lebih relate ke customer,” kata Rendy Alimudin, VP Head of Digital Marketing Communication di Marketeers Hangout 2023 di Ciputra Artpreneur bulan lalu dalam sesi Building Iconic Brands.
Brand story tersebut disampaikan melalui konten unggahan di media sosial perusahaan. Salah satu contohnya adalah unggahan seputar biaya transfer BCA senilai Rp 1. Kala itu, konten ini diunggah dengan memanfaatkan momentum pertandingan sepak bola antara Liverpool melawan Manchester United yang berakhir dengan skor 7-0.
Konten tersebut secara sederhana hanya menampilkan bahwa BCA mengenakan biaya transfer Rp 1. Namun, dengan caption yang mengatakan bahwa “itu angka 1 bukan angka 7,” hal ini mendapat engagement yang tinggi.
Bagi BCA, menjadi autentik sama artinya dengan mampu beradaptasi. Sikap adaptif ini merupakan akar, ciri khas, dan nilai dari BCA yang disampaikan kepada konsumen. Bahwa perseroan yang berusia 66 tahun ini selalu berusaha untuk adaptif dengan perkembangan yang terjadi.
Begitu pula yang dilakoni oleh PT Blue Bird Tbk. Armada taksi burung biru ini meyakini bahwa kembali ke akar adalah hal yang membuat sebuah brand story menjadi autentik. Mediko Azwar, Chief Marketing Officer PT Blue Bird Tbk. mengakui bahwa proses kreatifnya membutuhkan banyak persiapan baik secara literasi dan uji coba.
Mediko bercerita, ia memutuskan untuk menggali akar perusahaan lebih dalam dengan berbincang dengan pendirinya. Karena Mutiara Fatimah Djokosoetono dan Chandra Suharto telah berpulang, ia menjumpai Purnomo Prawiro, salah satu pendiri Bluebird, dan Noni Sri Aryati Purnomo yang menjabat sebagai Board of Advisor dan President of the Board of Commissioner Bluebird Group Holding. Menjumpai keduanya, Mediko mencoba menggali nilai dan tujuan perusahaan yang ingin disampaikan dalam brand story.
Dari proses kreatif ini, Bluebird melihat bahwa perlu ada revitalisasi penyajian konten yang lebih cocok dengan generasi saat ini. Perseroan menyadari adanya perubahan segmen pasar, terlebih setelah 51 tahun berdiri, tak sedikit pelanggan yang berganti generasi. Namun, nilai dan tujuan yang disajikan perseroan tak berubah.
Hal ini diwujudkan dalam konten yang diunggah dalam saluran YouTube milik perseroan. Perseroan ingin menonjolkan nilai berbagi kebahagiaan dari sudut pandang konsumen dan juga pegawai perseroan.
“Karena it’s all about happiness. Jadi, sebenarnya apa yang kita lakukan itu bukan cuma sekadar mengantar orang dari satu titik ke titik lain, namun juga mendekatkan mereka dengan sesuatu atau seseorang yang bikin mereka happy,” kata Mediko.
Selain itu, Bluebird mencoba mendekatkan diri dengan konsumen melalui brand story yang dilakukan oleh jajaran direksi. Beberapa bulan lalu, Sigit Priawan Djokosoetono yang kala itu menjabat sebagai Direktur Utama, menyamar menjadi supir armada taksi burung biru. Aksi tersebut direkam secara pribadi oleh Sigit dan diunggah ke akun media sosial miliknya.
Unggahan tersebut menjadi viral lantaran sang direktur utama tiba-tiba menjajal untuk narik taksi. Selama seharian, Sigit mangkal di pool Kota Kasablanka dan mengantar enam penumpang, sementara ada dua pesanan yang terlewat. Respons positif pun bermunculan terhadap aksi yang dilakukan Sigit.
Mediko menyebut apa yang dilakukan Sigit merupakan cara dari jajaran direksi perseroan untuk melihat kondisi di lapangan. Baik dari sisi pengemudi dan penumpang, menjadi supir taksi adalah cara yang diakui lumrah dilakukan direksi perseroan untuk meninjau. Cara ini pun pernah dilakukan oleh Noni Sri Aryati Purnomo pada tahun 2019. Begitu pula Adrianto Djokosoetono yang kini menjabat sebagai direktur utama.
Menurut Mediko, aksi dari direksi perseroan merupakan ciri khas dari Blue Bird yang membuat brand story perseroan menjadi orisinil dan autentik. Tanpa mengurangi nilai-nilai dan tujuan yang dimiliki perusahaan, konten tersebut mampu merebut hati konsumen.
Baik BCA dan Blue Bird mengamini bahwa brand story adalah hal yang penting. Menunjukkan bahwa merek memiliki perjalanan dalam sebuah cerita membuat mereka terlihat seperti entitas hidup. Karenanya, brand story perlu menjadi autentik dan orisinal yang membuatnya unik dibandingkan dengan merek lain.
“Buat semua merek, storytelling itu penting. Begitu juga buat manusia. Sesuatu yang punya branding itu harusnya punya story yang dilekatkan pada bagian dari branding-nya,” pungkas Mediko.
“Sesuatu yang punya branding itu harusnya punya story yang dilekatkan pada bagian dari branding-nya.”
Mediko Azwar
Chief Marketing Officer PT Blue Bird Tbk