Seperti Apa Kelayakan Waralaba?

ukms.or.id – Kelayakan Waralaba , Pernahkah Anda mendengar kata “standar”?

Jawabannya sudah pasti pernah dan sering diperdengarkan.

Kata standar sendiri identik dengan tolak ukur terhadap sesuatu yang akan dicapai.

Pertanyaannya adalah Apakah waralaba memiliki sebuah standar?

Layaknya bisnis pada umumnya, waralaba memiliki standar tertentu seperti kategori kelayakan waralaba. Kelayakan waralaba sendiri diukur dari kematangan dan kinerja finansialnya.

Pernyataan tersebut akan memunculkan pertanyaan terkait bagaimana sistem finansial waralaba bekerja.

Terdapat franchise fee dan royalty fee yang paling sering dipertanyakan atas kelayakan waralaba.

Lantas, apa hubungan keduanya dengan kelayakan waralaba?

Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan tersebut, mari menyimak ulasan berikut ini.

Simplify Franchise Feasibility

Apa yang dimaksud dengan “simplify franchise feasibility”?

Ini merupakan salah satu cara yang efektif dalam mengukur kelayakan waralaba. Beberapa prosedur yang tercakup dalam “simplify franchise feasibility” meliputi laba usaha awal, pembatasan biaya investasi, dan mindset pemilik waralaba.

  1. Laba Usaha Awal

Laba usaha awal merupakan sebuah pemahaman bisnis yang harus dimengerti oleh mereka yang menjalani bisnis waralaba.

Laba usaha awal disederhanakan dalam istilah net cash flow atau arus kas bersih yang tertera pada total penjualanan.

Ini termasuk kategori finansial yang mudah digapai oleh pelaku waralaba.

Akan tetapi, resiko tetaplah hal yang harus diperhitungkan dalam melakoni bisnis.

Melalui laba usaha awal inilah akan diaukms.or.id/l langkah selanjutnya.

Ya, langkah tersebut adalah penentuan pembayaran Royalty Fee yang dibebankan di setiap bulannya kepada pihak yang menjalani waralaba.

Jika bisnis waralaba meraih net cash flow sebanyak 120 juta per tahun, pemilik waralaba akan mendapatkan 40 juta.

Sementara itu, pihak yang menjalankan waralaba mendapatkan total 80 juta dari hasil net cash flow tersebut.

  • Pembatasan Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang “dititipkan” oleh pihak yang menjalankan bisnis waralaba kepada pemilik bisnis waralaba.

Kelayakan waralaba juga dapat diindikasi dari pembatasan biaya investasi.

Bagaimana mekanisme pembatasan biaya investasi?

Sebagai contohnya, jika pebisnis sudah mengetahui penaksiran net cash flow dari Rp.120 Juta per tahunnya adalah Rp.80 Juta, maka didapatlah Rp.160 Juta hingga Rp.240 Juta sebagai rentang Total Biaya Investasi tanpa mencakup Dana Modal Kerja.

Kajian rentang biaya Total Biaya Investasi tanpa mencakup Dana Modal Kerja tersebut sudah melingkupi biaya waralaba awal.

Kenapa Biaya Tersebut Ditetapkan?

Biaya-biaya yang telah dikaji pada poin sebelumnya ditetapkan karena adanya periode balik modal oleh EBITDA (pendapatan yang didapat sebelum diberlakukannya bunga, depresiasi, pajak, dan amortisasi) yang diupayakan berlangsung pada dua hingga tiga tahun.

Apa yang terjadi jika nilai investasi mancapai Rp.300 Juta?

Rentang akhir biaya investasi adalah Rp.240 Juta. Jika terjadi pelonjakan, hal tersebut dapat dikendalikan dengan meminimalisir royalti yaitu hanya berkisar Rp. 20 Juta.

Jika angka tersebut terbilang kecil, maka yang harus dikelola adalah perubahan strategi bisnis.

baca juga

Mindset Pemberi Waralaba

Waralaba merupakan salah satu bentuk kerja sama yang melibatkan modal dari pihak lain. Wajar apabila pihak yang menjalani waralaba mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari net cash flow.

Bagaimana dengan urusan balik modal?

Balik modal adalah hal yang paling dinantikan dan diperhitungkan oleh pihak yang menjalankan waralaba.

Dalam hal ini, balik modal harus terpenuhi dalam jangka waktu 2 hingga tiga tahun.

Sebelumnya, ini sudah tercantum dalam aturan EBITDA (pendapatan yang didapat sebelum diberlakukannya bunga, depresiasi, pajak, dan amortisasi).

You May Also Like

More From Author