UKM , Buka Telinga Lebar-Lebar , Konsumen menjadi pilar penyangga keberhasilan sebuah usaha. Berinovasi dengan mendengar apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen menjadi kunci kesuksesan bisnis ini. Pebisnis harus membuka telinga lebar-lebar untuk mendengarkan konsumen.
Mendengarkan konsumen adalah kewajiban setiap bisnis. Tanpa itu, bisnis tidak akan tahu apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen. Mendengarkan juga menunjukkan bahwa merek ingin lebih dekat dengan konsumennya.
Flashy, merek tas yang berdiri sejak tahun 1998, merupakan salah satu yang membuktikan hal ini. Merek ini didirikan oleh Windy Wulandary. Flashy berawal dari keresahan pribadi Windy, yang sulit menemukan tas dengan desain menarik dan harga terjangkau.
Saat itu, Windy masih kuliah di tahun ketiga. Dia kesulitan mencari tas kuliah yang “cewek banget”. Ada beberapa merek yang ia suka, tetapi modelnya tidak sesuai. Dengan modal Rp 500 ribu dan inspirasi dari majalah Non-no, Windy pergi ke penjahit tas dan mulai merancang tas sendiri. Tas itu unik dan ramah di kantong.
Pada awalnya, Flashy beroperasi dengan sistem pre-order. Desain tasnya menonjolkan warna-warna cerah, berbeda dari tren saat itu. Warna seperti merah, biru, dan kuning menjadi ciri khas Flashy. Pada masa itu, kebanyakan tas wanita berwarna netral seperti hitam atau cokelat. Nama “Flashy” dipilih untuk menggambarkan kesan “berkilau” dan mencolok.
Keputusan penting lainnya adalah pemilihan bahan parasut sebagai material utama. Parasut dipilih karena harganya terjangkau, ringan, dan fleksibel. Bahan ini cocok untuk target pasar Flashy, yaitu pelajar SMA dan mahasiswa yang ingin tas trendi dan praktis.
baca juga
Flashy awalnya fokus pada tas perempuan. Namun, seiring waktu, mereka memperluas produknya. Mereka mulai memproduksi dompet, pakaian perempuan, dan aksesori lainnya. Harganya berkisar antara Rp 44.000 hingga Rp 250.000.
Salah satu kunci sukses Flashy selama hampir tiga dekade adalah menjaga hubungan baik dengan konsumen. Windy selalu mendengarkan umpan balik pelanggan dan sering mengadopsi ide mereka dalam desain baru. Bagi Windy, kesuksesan Flashy bukan hanya mengikuti tren, tetapi juga menciptakan produk yang unik dengan gaya khas Flashy.
“Sudah jadi kebiasaan bagi kami untuk mendengarkan masukan dari Flashy People (pengguna dan fans produk Flashy), tapi kami juga tetap berpegang pada guideline fesyen kami,” kata Windy.
Selama 26 tahun berbisnis, krisis sudah tak asing bagi Flashy. Berdiri saat krisis moneter menerjang Indonesia hingga melalui pandemi COVID-19, manis pahit sudah pernah dilalui bisnis ini.
Flashy pernah punya delapan toko fisik yang tersebar sampai ke Denpasar. Karena beragam pertimbangan, dan juga karena penjualan kini lebih banyak masuk dari online, Windy mau tak mau harus menutup gerai-gerainya. Kini, gerai fisiknya hanya ada di Jl. Dipati Ukur No.1, Lebakgede, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat.
Perkembangan teknologi dan pesatnya persaingan di dunia bisnis fashion menuntut Flashy untuk terus berinovasi. Pada tahun 2008, bisnis ini membuat website pertamanya.
Lambat laun, Windy paham bahwa pembeli berbelanja secara online tak cuma lewat website namun juga melalui marketplace. Tak lama setelah mendirikan website-nya, Flashy akhirnya membuka toko di marketplace.
Karena mengawali usahanya dengan format pre order, masuk ke ranah online tidak begitu sulit bagi Flashy. Dibekingi pemasaran melalui media sosial dan mengikuti ajang pameran regional, penjualan Flashy melejit. Teranyar, hingga Oktober 2024, omzet bisnis ini mampu meraup hingga kisaran Rp 2 Miliar.
Sukacita Windy selama merawat Flashy bukan cuma perihal omzet saja. Ceritanya, ia pernah menerima pesan dari seorang pembeli lewat media sosial yang menampilkan foto tas Flashy yang sudah cukup lama. Tuturnya, pembeli tersebut menanyakan kapan Flashy akan merilis kembali model yang seperti ini, meskipun Windy juga sedikit lupa model tahun berapa tas itu karena sudah saking lamanya.
Ada juga pembeli yang memamerkan kartu member Flashy melalui media sosial. Kata Windy, dulu Flashy memang memiliki program membership untuk konsumennya, meskipun sudah tak lagi menerima anggota baru. Ceritanya, kartu tersebut dulu dimiliki orang tua konsumen, yang sekarang sudah dipegang oleh sang anak.
Selain berfokus pada desain, Flashy juga memiliki komitmen terhadap lingkungan. Untuk meminimalisasi limbah produksi, Flashy mengolah kembali sisa-sisa bahan menjadi produk yang dapat digunakan, seperti ikat rambut dan pouch kecil. Pendekatan ini tidak hanya membantu mengurangi limbah, tetapi juga menunjukkan kepedulian Flashy terhadap lingkungan.
Sejak awal, Flashy berkomitmen untuk memberdayakan masyarakat sekitar dalam proses produksinya. Windy bekerja sama dengan penjahit-penjahit lokal di Padalarang dan Cicalengka untuk memproduksi berbagai model tas, seperti backpack, selempang, dan shopping bag. Bahan baku seperti parasut diambil dari pasar-pasar lokal di Jawa Barat, termasuk Tamim dan Cigondewah. Dalam hal detail produk, seperti bordir dan sablon, Flashy menggandeng pengrajin setempat, sehingga turut membantu menggerakkan ekonomi masyarakat.
Windy percaya bahwa kombinasi antara kreativitas, komitmen terhadap lingkungan, serta kemampuannya dalam memahami kebutuhan konsumen, adalah faktor utama yang membuat Flashy tetap relevan dan diminati oleh generasi muda hingga saat ini.
Mendengarkan konsumen dan terus berinovasi serta menjaga keunikan produknya, Flashy telah membuktikan bahwa merek ini tak hanya mampu menjaga hubungan baiknya dengan konsumen lintas generasi, namun juga menjadi bagian dari perjalanan hidup konsumennya.
“Sudah jadi kebiasaan bagi kami untuk mendengarkan masukan dari Flashy People.”
Windy Wulandary,
Pendiri Flashy