Jasa peminjaman dana via online telah menjadi tren baru sejak beberapa tahun belakangan ini, banyaknya permintaan dari para konsumen telah membuat startup-startup di ranah fintech P2P kian marak bermunculan.
Dengan cara seperti ini, proses peminjaman dana menjadi lebih mudah dan efisien, pengguna hanya perlu menyertakan data diri serta beberapa persyaratan lain, dan dalam kurun waktu kurang dari 24 jam, dana akan segera dicairkan melalui transfer bank.
Tapi di sisi lain, cara ini juga ternyata cukup beresiko bagi para konsumen. Banyak laporan dari masyarakat tentang penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan para oknum penyedia jasa pinjaman dana online, mulai dari teror penagihan, scamming, cara penagihan yang tidak profesional, penyalahgunaan identitas, dan lain sebagainya.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti itu, sebaiknya kita pahami dulu beberapa hal yang perlu diwaspadai sebelum memutuskan meminjam dana dari sebuah layanan fintech.
Hati-Hati Dalam Memilih Layanan
Hal pertama yang perlu di waspadai adalah penyedia layanan online lending-nya itu sendiri.
Sampai saat ini, ada ratusan startup fintech yang menyediakan layanan tersebut dan yang telah resmi terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya ada sekitar 73 startup, beberapa diantaranya yaitu : TunaiKita, Cicil, RupiahPlus, Pendanaan.com, KIMO, Dana Merdeka, Kredivo, Rupiah Cepat, Kredit Cepat, Pinjam Yuk,
daftar fintech yang ada di OJK , bisa diklik disini
Pilih Fintech Dengan Bunga Paling Rendah
Dengan memilih layanan yang menawarkan bunga rendah, tentu saja pengguna akan lebih diuntungkan dan bisa terhindar dari resiko denda tinggi, mengingat banyak sekali fintech-fintech yang mematok bunga dengan jumlah besar.
Ingat Baik-Baik Tanggal Jatuh Temponya
Demi menjaga kenyamanan konsumen dan penyedia layanan, sebaiknya kita tidak melupakan kapan pinjaman kita harus segera dilunasi dan kapan tanggal jatuh tempo pinjaman tersebut. Dengan membayar cicilan pinjaman tepat waktu sebelum jatuh tempo, kita akan terhindar dari denda.
Jika Proses Pencairan Terlalu Mudah, Kita Patut Waspada
Setelah menemukan layanan yang dirasa tepat dan meyakinkan, jangan lupakan hal ini, hati-hati jika fintech tersebut menawarkan proses pencairan dana dengan cara yang terlalu mudah dan cepat. OJK mengatakan jika suatu fintech yang kredibel biasanya memiliki prosedur panjang dan harus menyertakan sejumlah persyaratan-persyaratan tertentu.
Lakukan Cross Check Sebelum Meminjam
Jika semua kriteria telah terpenuhi, mulai dari legalitasnya, keamanan data, dan bunga cicilan, hal selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah memeriksa ulasan dari para konsumen yang sudah pernah menggunakan layanan dari fintech yang kita pilih.
Walaupun fintech tersebut sudah terverifikasi, belum tentu pelayanannya akan memuaskan, maka sebaiknya kita mendengar respon dari mereka yang telah menggunakan layanan tersebut.
Fintech di Indonesia Hadirkan Solusi Kebutuhan Modal Usaha UKM
Industri fintech di Indonesia sudah diakui oleh pemerintah.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan sudah membentuk divisi khusus untuk menangani dan mengawasi perkembangan industri ini di tanah air.
Kemajuan industri fintech di Indonesia ternyata ikut menyesuaikan diri dengan perkembangan bisnis UKM di Indonesia.
Mereka juga mengimbangi perkembangan e-commerce di Indonesia yang menjadi wadah kantor atau toko online bagi para pemilik UKM.
Sektor Pinjaman Online
Fintech di Indonesia kemudian menyadari, perkembangan bisnis UKM tidak dapat berjalan lancar tanpa adanya kepemilikan modal yang cukup.
Bagi yang sudah berdiri, diharapkan dengan mendapatkan pinjaman online, perkembangan bisnisnya dapat semakin kokoh di zona ekonomi di Indonesia.
Peluang Kerjasama Fintech dan Industri Keuangan
Peluang kerjasama fintech dengan industri keuangan seperti perbankan ini telah muncul sejak dua tiga tahun terakhir.
Ditandai dengan kemunculan brand-brand fintech yang menyediakan pinjaman dengan cepat dan mudah.
Termasuk di dalamnya ada peran serta koperasi simpan pinjam dan juga lembaga perbankan milik pemerintah yang bergerak di bidang pembiayaan.
Kolaborasi ini diperlukan untuk memastikan bahwa efisiensi operasional usaha dapat mencapai hasil yang diharapkan berbagai pihak.
Dengan tingkat suku bunga yang rendah, diharapkan pinjaman dari fintech tidak membebani UKM yang meminjam dana dari mereka.
Menjangkau Kalangan yang Beresiko
Kusnaeryah, Ketua Harian Asosiasi Pendanaan Bersama Fintech Indonesia (AFPI) memandang kehadiran fintech ini dapat menjangkau kalangan yang beresiko.
Terutama karena mereka tidak memenuhi kriteria pinjaman di bank atau perusahaan keuangan lainnya.
Ketika bank menuntut ada syarat-syarat tertentu agar peminjam mendapatkan pinjaman, fintech tidak memberikan syarat khusus seperti perbankan.
Tentunya, ini memudahkan mereka yang membutuhkan dana cepat bisa diperoleh dalam waktu singkat.
Dengan demikian, kehadiran fintech dapat menjamin ketersediaan modal bagi para pengusaha UKM di bidangnya masing-masing.
Produk Fintech Online di Indonesia
Produk fintech online di Indonesia salah satunya adalah Uang Teman, yang dapat memberikan pinjaman kepada siapa saja.
Sejauh ini, peminjam dari UangTeman berasal dari berbagai kalangan termasuk UKM.
Selain UangTeman, ada juga Kredivo yang sudah memiliki banyak pelanggan.
Kredivo tidak meminta syarat yang rumit supaya peminjam bisa membawa pulang dana darinya.
Syaratnya mudah seperti hanya menyediakan KTP saja dan memasukkan data-data lain di platform permohonan dana.
Peminjam sudah bisa membawa pulang dana yang dibutuhkannya, dalam waktu hanya 24 jam.
Di samping itu, ada juga KoinWorks, platform P2P landing yang menyediakan pinjaman dana untuk para pebisnis.
Kelas pinjaman dibagi dalam beberapa tingkatan, ada grade A sampai dengan F.
Peminjam hanya perlu memasukkan data dan grade pinjaman yang berani dibayarkannya.
Kemudian, KoinWorks akan meninjau kebutuhan pinjaman tersebut.
Dalam waktu singkat, peminjam yang lolos mendapatkan bantuan dana dari para investor yang turut bergabung sebagai pendana di platform KoinWorks tersebut.
Bagi anda yang membutuhkan dana, anda hanya perlu masuk ke aplikasi atau situs web KoinWorks.
Caranya sama seperti yang lainnya, mendaftar sebagai pendana atau peminjam.
Pilihan peminjam akan membuat anda dapat membawa pulang sejumlah dana yang anda butuhkan untuk menambah dana operasional UKM anda.
Demikian pemaparan tentang fintech di Indonesia yang hadirkan solusi kebutuhan modal usaha untuk UKM.
Semoga bermanfaat, terutama informasi terkait fintech yang sudah beroperasi di Indonesia.
baca juga
800 Jenis Usaha Yang Menjanjikan Dengan Modal Kecil
350 Daftar Waralaba Dan Franchise Mulai Dari 1 Juta sd 1 Milyar
Layanan fintech Indonesia Kredivo dan Moka Bekerja Sama untuk Pembayaran Digital di Indonesia
Platform pembayaran digital di Indonesia, Kredivo, yang dikembangkan oleh startup FinAccel, telah membentuk kemitraan strategis dengan Moka.
Moka adalah sebuah perusahaan yang membangun sistem point-of-sale berbasis cloud.
Kolaborasi ini memungkinkan pengguna Kredivo untuk melakukan pembayaran offline dengan pedagang yang dilengkapi dengan perangkat Moka.
Co-founder dan CEO FinAccel Akshay Grad mengatakan kemitraan ini akan membantu membangun infrastruktur pembayaran digital di Indonesia.
FinAccel memiliki visi yang sama dengan Moka untuk meningkatkan transaksi digital baik dari sisi penjual dan pembeli di Indonesia.
Dengan Moka, vendor dapat melacak pembayaran mereka secara digital, dan pengguna dapat mengajukan kredit menggunakan Kredivo dalam hitungan menit.
Menyamai Vonder Pembayaran Digital Lain
FinAccel bekerjasama dengan Moka juga dengan tujuan untuk menyamai gerak Grab dan Go Jek di Indonesia.
Berdasarkan keterangan dari co-founder dan CEO Moka Haryanto yang dikutip dari techcrunch.com bahwa kolaborasi perusahaan-perusahaan ini menunjukkan komitmen kedua perusahaan.
Komitmen yang dibangun bersama untuk eningkatkan inklusi keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi dilakukan bersama melalui pembayaran digital.
Perusahaan Moka sendiri menyambut hangat kemitraan ini.
Konsumen mendapat manfaat karena mereka dapat menggunakan kredit dari Kredivo untuk berbelanja di pedagang Moka.
Para pebisnis juga akan mendapat manfaat karena fasilitas kredit dapat meningkatkan AOV—yakni nilai pesan rata-rata.
Program Transaksi Offline Kedua Kredivo
Hasil kerjasama dengan moka ini nantinya akan menjadi program transaksi offline kedua Kredivo.
Sebelumnya, startup Kredivo sudah berkolaborasi dengan rantai ritel ponsel OkeShop.
Dalam kerjasama itu memungkinkan pengguna untuk membeli gadget apa pun di outlet OkeShop menggunakan kredit Kredivo.
Menurut Kredivo, pembayaran digital menjadi semakin umum di Indonesia, tetapi pertumbuhannya terhambat oleh penetrasi kartu kredit yang rendah.
Oleh karena itu, platform ini dirancang untuk menghindari masalah ini dengan menyediakan layanan kartu kredit digital yang mudah dan cepat.
Berkontribusi Positif untuk Indonesia
Kredivo dan Moka adalah dua layanan fintech yang telah mengalami pertumbuhan pesat di Indonesia.
Pada Juli 2018, FinAccel mengumpulkan US $ 30 juta, sementara Moka mendapatkan US $ 24 juta.
Pada bulan Desember, Moka juga meluncurkan agregator pembayaran bernama Moka Pay untuk merampingkan dan mengikat berbagai proses dan opsi pembayaran offline.
Moka saat ini melayani lebih dari 14.000 pedagang di seluruh Indonesia.
Solusi “Beli Sekarang Bayar Nanti” Kredivo untuk pelanggan bahkan menjadi pilihan belanja online menjadi lebih mudah daripada sebelumnya.
baca juga
Investor Bisnis
Daftar 99 Fintech
Daftar 50 Virtual Office dan Service Office Jakarta
50 Tempat Meeting dan Gathering di Jakarta
100 Daftar Notaris PPAT dan Pengacara di Jakarta
Panduan Trading Forex Sukses
Tentang FinAccel
FinAccel adalah perusahaan teknologi yang mengeluarkan brand Kredivo di Indonesia.
FinAccel sebenarnya merupakan perusahaan baru yang berbasis di Asia Tenggara yang menawarkan layanan kartu kredit digital di Indonesia.
Perusahaan ini meluncurkan layanan ‘Kredivo’ dua tahun lalu untuk membantu konsumen membayar online di Asia Tenggara.
Pada dasarnya, kredivo merupakan kombinasi dari kartu kredit digital dan PayPal.
Layanan ini tersedia di Indonesia yang diakui sebagai negara berekonomi terbesar di Asia Tenggara.
Untuk konsumen, layanan ini menawarkan opsi pengembalian pinjaman 30 hari dan kemudian opsi jangka panjang yang lebih lama yaitu tiga, enam, dan 12 bulan pengembalian.
Opsi 30 hari bebas bunga, tetapi opsi lain dikenakan bunga sebesar 2,95 persen per bulan.
Demikian pembahasan tentang layanan fintech Kredivo dan perusahaan yang mengeluarkannya.
Pengetahuan baru ini kiranya dapat menambah informasi seputar kegunaan dan peran Kredivo di layanan pembiayaan belanja online atau offline di Indonesia.
Fintech Akulaku Membeli Saham Bank Yudha Indonesia
Fintechnews Singapore mengabarkan bahwa Akulaku yang didukung alibaba sekarang menjadi pemegang saham dari salah satu bank lokal di Indonesia.
Akulaku adalah startup fintech pendanaan di Indonesia yang saat ini dilaporkan telah membeli saham sebesar Rp 500 miliar (sekitar SG $ 48 juta) dari PT Bank Yudha Bhakti Tbk (BBYB), secara bertahap.
Pada saat ini, Bank Yudha Bhakti telah mengantongi Rp 158,7 miliar (sekitar SG $ 15 juta) dari kesepakatan.
Setelah tahap pertama, Bank Yudha Bhakti akan melakukan rights issue di bulan Mei dan Akulaku akan bertindak sebagai pembeli siaga.
Bank Yudha Menggunakan Teknologi Akulaku
Sebagai hasil dari kesepatakan ini, kedepan Bank Yudha Bhakti akan mengadopsi teknologi dari Akulaku ke dalam bisnisnya.
Bank Yudha akan membuatnya menjadi bagian dari rencananya menuju transformasi digital perbankan.
Bank Yudha Bhakti juga memiliki rencana untuk menggunakan investasi untuk memperluas pinjamannya di luar individu dan menyasar sektor pertanian dan usaha kecil.
Untuk saat ini, Yudha Bhakti belum memiliki gambaran yang jelas tentang kolaborasi lebih lanjut dengan Akulaku.
Akan tetapi, nasabah Bank Yudha Bhakti dapat memanfaatkan layanan Akulaku ketika melakukan belanja online mereka dengan situs e-commerce yang terhubung dengan Akulaku.
Dampak dari kesepatakan ini ialah saham Bank Yudha Bhakti naik harganya hingga 10%.
Profil Singkat Akulaku
Perlu anda ketahui Akulaku merupakan perusahaan Aplikasi kredit virtual finansial online terbesar di pasar Asia Tenggara.
Akulaku sudah beroperasi di Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan Filipina.
Aplikasi Akulaku merupakan aplikasi bidang usaha portal web atau platform digital dengan tujuan komersial.
Akulaku telah terdaftar sebagi penyelenggara sistem elektronik di Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Pengakuan ini termaktub dalam i Tanda Daftar Sistem Elektronik No.00262/DJAI.PSE/04/2017 tertanggal 28 April 2017 atas nama PT. Akulaku Silvrr Indonesia.
Di samping itu juga tertera pada surat pendaftaran penanaman modal yang disahkan oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) dengan nomor surat 1293/1/IU/PMA/2018.
Operasional Akulaku
Dalam menjalankan kegiatan pembiayaan atau kredit, Akulaku menggunakan salah satu perusahaan afiliasi usahanya, yaitu PT. Akulaku Finance Indonesia.
Perusahaan ini adalah perusahaan pembiayaan yang telah terdaftar serta memiliki izin usaha resmi dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dengan Tanda Bukti Terdaftar No.KEP-436/NB.11/2018.
Fintech Akulaku ini bertujuan untuk mempermudah pembelanjaan konsumen dengan cara kredit.
Akulaku juga bertujuan untuk memungkinkan konsumen berbelanja apa saja di mana saja tanpa kekhawatiran cash flow.
Visi Akulaku adalah mewujudkan masyarakat cashless dengan cara kredit di pasar Asia Tenggara.
Resmi dari OJK
PT Akulaku Finance Indonesia secara resmi mendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Melalui Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-436/NB.11/2018 tanggal 18 April 2018, Dewan Komisioner OJK memberikan pemberlakuan izin usaha kepada Akulaku Finance.
Pemberlakuan izin usaha ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Dewan Komisioner atas perusahaan tersebut.
Dengan ini, Akulaku Finance Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya wajib menerapkan praktik usaha yang sehat dan senantiasa mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku.
Adapun alamat kantor pusat PT Akulaku Finance Indonesia berada di Gedung Sahid Sudirman Center Lantai 11 Unit C, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 86, Jakarta Pusat.
Demikian pemaparan tentang kabar terbaru dari fintech Akulaku di Indonesia.
Kepemilikan saham di Bank Yudha ini jelas sebuah langkah strategis dari Akulaku untuk bisa mempertegas pengaruhnya di pasar keuangan Indonesia.
Bagaimana menurut anda?
Asosiasi Fintech Untuk Membantu Menumbuhkan Pinjaman P2P Lending
Dikutip dari The Jakarta Post Sekelompok pemberi pinjaman teknologi keuangan (fintech) ingin membantu menumbuhkan industri pinjaman yang lebih sehat di Indonesia.
Mereka juga berkeinginan melindungi konsumen dengan menetapkan penyaringan pinjaman yang ketat untuk para anggotanya.
Asosiasi Pemberi Pinjaman Fintech Indonesia (AFPI) akan membantu merangsang industri P2P Lending di Indonesia.
Pengakuan Pemerintah
Fintech jenis P2P Lending ini mendapatkan pengakuan pemerintah Indonesia baru tiga tahun lalu.
Salah satu bukti pengakuannya ialah dengan memberikan sertifikasi manajemen risiko, sosialisasi pendidikan publik dan kode etik wajib, yang harus segera diunggah ke situs web AFPI.
Ketua AFPI Adrian Gunadi mengatakan asosiasi telah dibentuk untuk meringankan beban kerja Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH).
Salah satunya dalam berurusan dengan perusahaan fintech yang menyediakan layanan pinjaman, termasuk pinjaman peer-to-peer (P2P), crowdsourcing, dan kartu kredit digital.
Pemberi pinjaman tersebut mencakup 30 persen dari semua perusahaan fintech berlisensi, sedangkan 70 persen sisanya adalah perusahaan yang terlibat.
Perusahaan itu antara lain, pembayaran elektronik, manajemen kekayaan, dan asuransi.
“Kami memulai asosiasi ini karena kami ingin industri pinjaman fintech memulai awal yang baik,” kata Adrian, yang juga pendiri platform P2P Investree.
AFPI Membantu Melindungi Konsumen
AFPI juga membantu melindungi konsumen agar memberikan rasa aman bagi konsumen mengambil pinjaman di P2P Lending.
Dengan ini, diharapkan dapat menumbuhkan basis pengguna.
ASFI menerima aduan lewat pusat pengaduan baik melalui email: pengaduan@afpi.or.id atau hotline bebas pulsa 150-505.
Pusat pengaduan ini aktif dari Senin-Jumat dari pukul 8 pagi hingga 5 sore.
Kode Etik P2P Lending
Berkenaan dengan kode etik, wakil ketua AFPI Sunu Widyatmoko mendesak konsumen untuk memperhatikan penetapan tentang suku bunga pemberi pinjaman.
Ada aturan yang menyebut bahwa suku bunga pemberi pinjaman fintech tidak dapat melebihi tingkat suku bunga rata-rata 0,8 persen sehari.
Sementara hukuman tidak dapat melebihi 100 persen dari prinsipal.
Pemberi pinjaman yang menentang aturan ini dapat dituduh melakukan pinjaman predator.
“AFPI juga membangun basis data peminjam bermasalah. Jika peminjam tidak melunasi pinjaman dalam waktu 90 hari, mereka akan masuk daftar hitam, ”katanya.
Sementara itu, komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi mengatakan organisasinya mendukung pembentukan AFPI.
Menurutnya, lembaga ini akan membantu OJK, yang tugasnya termasuk mengawasi fintech.
Salah taunya dalam mengatur operasional fintech Indonesia yang luas dan lebih baik tanpa mengekang inklusi keuangan.
Pertumbuhan Fintech di Indonesia
“Fintech tumbuh pesat di Indonesia. Kami sekarang memiliki 99 pemberi pinjaman berlisensi, tetapi ada 177 pemberi pinjaman menunggu untuk dilisensikan, ”kata Riswinandi seperti dikutip dari The Jakarta Post.
OJK mencatat total pencairan fintech sebesar Rp 22,6 triliun (US $ 1,57 miliar) tahun 2018, melebihi perkiraan Rp 20 triliun.
OJK sejauh ini telah merilis tiga peraturan fintech untuk melindungi konsumen: Peraturan No. 77/2016 tentang pemberi pinjaman P2P.
Ada juga Peraturan No. 34/2018 tentang crowdfunding ekuitas dan Peraturan No. 13/2018 tentang inovasi fintech, yang berfungsi sebagai payung hukum bagi hukum masa depan.
Namun, OJK juga sangat yakin bahwa fintech dapat membantu mendorong inklusi keuangan dari 67 persen tahun lalu menjadi 75 persen pada akhir tahun 2018.
OJK yakin juga bahwa fintech dapat bekerja sama dengan dua asosiasi fintech seperti AFPI dan OJK untuk menghindari pengaturan industri yang berlebihan.
Pengertian P2P Lending
Buat anda yang belum tahu apa itu P2P Lending.
Pinjaman peer-to-peer (P2P) Lending adalah praktik meminjamkan uang kepada individu atau bisnis melalui layanan online yang mencocokkan pemberi pinjaman dengan peminjam.
Perusahaan pemberi pinjaman peer-to-peer menawarkan layanan ini umumnya beroperasi online.
Perusahaan dapat berjalan dengan overhead yang lebih rendah dan menyediakan layanan lebih murah daripada lembaga keuangan tradisional, seperti perbankan.
Demikian pemparan tentang pertumbuhuan lembaga fintech di indonesia yang perlu anda ketahui.
Dana Cita dan Persolan Ruang Pinjaman Mahasiswa di Indonesia
Startup fintech Indonesia, Dana Cita, telah mengembangkan usahanya ke Filipina.
Aplikasi ini akan diluncurkan di negara itu di bawah merek lokal, Bukas – sebuah kata yang dapat berarti “terbuka” dan “besok” dalam bahasa Filipina.
Dana Cita yang berbasis di Jakarta adalah platform pinjaman peer-to-peer (P2P) online yang membantu siswa mengakses pinjaman untuk membiayai studi mereka.
Di sini, siswa dapat meminjam biaya mulai dari untuk mendapatkan gelar dari universitas hingga kursus kejuruan singkat.
Dana Cita mengklaim telah mendapatkan peminjam di lebih dari 150 lembaga pendidikan di 18 provinsi di Indonesia.
Pendana Dana Cita
Dana Cita adalah startup Indonesia ketiga yang lulus dari program akselerator Lembah Silikon Y Combinator.
Selain investasi dari Y Combinator, itu juga mengumpulkan dana awal yang tidak diungkapkan dari GE32 Capital.
Perusahaan tersebut juga merupakan pendukung awal Spotify.
Pada Januari tahun 2019, perusahaan Dana Cita melaporkan telah mendapatkan dana dari Patamar Capital yang berbasis di San Francisco.
Bahkan Go-Jek juga membentuk kemitraan strategis dengan Dana Cita, begitu pula dengan dua perusahaan pemberi pinjaman P2P yakni Aktivaku dan Findaya.
“Kolaborasi yang kuat dengan antar penyedia jasa keuangan dan perusahaan teknologi dapat menjangkau lebih banyak orang yang mengalami kesulitan mengakses layanan keuangan, seperti komunitas yang tidak memiliki rekening bank,” kata presiden Go-Jek Andre Soelistyo.
Profile Dana Cita
Dana Cita adalah pemberi pinjaman fintech yang menyediakan pinjaman mahasiswa dengan bunga yang terjangkau.
Visinya adalah untuk membuat pendidikan tinggi dapat dicapai oleh semua orang Indonesia.
Seperti yang diketahui Indonesia jelas tertinggal dari negara-negara tetangganya dalam hal pendaftaran perguruan tinggi, dengan tingkat pendaftaran sekitar 28 persen.
Filipina dan Thailand masing-masing sekitar 36 persen dan 49 persen.
Selain itu, total biaya kuliah untuk gelar empat tahun adalah sekitar 1,4x PDB per kapita saat ini, yang relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Presiden Indonesia Joko Widodo kemudian meminta sektor perbankan dan keuangan untuk mengatasi kelangkaan pinjaman siswa di negara ini.
Itulah awal mula kemunculan fintech Dana Cita yang membuka pintu untuk peluang pinjaman mahasiswa guna meraih pendidikan tinggi.
Kelangkaan Produk Pinjaman Siswa di Indonesia
Salah satu pendiri Dana Cita, Susli Lie mengatakan bahwa kurangnya pinjaman siswa tidak baik untuk Indonesia.
Pasar negara maju merasa bahwa pendidikan tinggi adalah sesuatu yang menjadi hak mereka dan bahwa pemerintah harus menyediakannya.
Menurut Lie, jika kita melihat tingkat pendaftaran di tingkat dasar dan menengah, Indonesia masih mengejar ketinggalan.
Bank menyediakan porsi kecil pinjaman belajar untuk siswa dibandingkan untuk konsumen lainnya.
Selain itu, pemahaman pengaturan keuangan siswa secara mendasar kurang, yang membuat pinjaman siswa lebih berisiko.
Karenanya, di Indonesia, pemahaman dan pengaturan inilah yang menyulitkan bank untuk menyediakan lumbung pinjaman bagi siswa.
Pendekatan fintech
Secara umum, pemberi pinjaman fintech menggunakan teknologi untuk mengumpulkan dan mendapatkan akses ke data.
Lie mengatakan bahwa perusahaan fintech juga dapat bermitra dengan bank dalam hal penyediaan produk khusus.
Selain itu, startup fintech lebih gesit karena mereka dapat mengambil berbagai jenis risiko dan terbuka terhadap inovasi.
Lie mengatakan berusaha menyelesaikan masalah sosial yang berarti pada skala hampir selalu membutuhkan keterlibatan pemerintah.
baca juga
Keterlibatan Pemerintah
Di negara-negara Anglo-Saxon seperti Kanada, Australia atau Selandia Baru, dan AS, pemerintah di sana bermitra dengan sektor swasta untuk menjamin pendidikan tersier yang terjangkau.
Mereka melakukannya dengan mengalokasikan pajak untuk menjamin dana pendidikan ini.
Lie percaya bahwa pemerintah Indonesia dapat membantu perusahaan dan bank fintech untuk melakukan hal serupa dengan negara-negara tersebut.
Pemerintah juga diharapkan dapat secara langsung berinvestasi dalam institusi pendidikan yang berkualitas tinggi.
Lie memuji OJK (otoritas jasa keuangan Indonesia) karena mengizinkan perusahaan fintech untuk berinovasi dan menguji pasar.
Jika pemerintah terus mengizinkan perusahaan fintech untuk memahami pelanggan mereka dengan lebih baik, perusahaan-perusahaan ini akan menjadi lebih baik dalam memberikan solusi.
Demikian kemunculan Dana Cita di Indonesia, buat anda yang masiih mahasiswa dan membutuhkan dana, mungkin bisa menghubungi mereka untuk dapat bantuan keuangan.
+ There are no comments
Add yours