AI For Marketing

AI For Marketing

Adopsi artificial intelligence (AI) dalam aktivitas marketing mulai masif di kalangan merek. Meski tingkat adopsinya berbeda-beda untuk setiap industri, AI sudah tentu menjadi keharusan di masa depan. Memang AI tak akan menggantikan manusia. Tapi merek tanpa AI akan digantikan dan dikalahkan oleh merek dengan AI.

Salah satu teknologi mutakhir yang belakangan sedang naik daun dan diperbincangkan oleh banyak orang adakah artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. AI saat ini tampil dengan tingkat yang jauh lebih maju sekaligus kompleks. Semakin banyak wilayah aktivitas manusia yang tersentuh oleh AI ini, tak terkecuali bisnis dan marketing.

Bila ditelusuri dari sejarahnya, teknologi AI sudah lama ada. Ada yang menyebut sejarah AI berawal pada tahun 1950 dan dipopulerkan oleh ilmuwan matematika Alan Turing, seperti digambarkan dalam film The Imitation Game (2014). Lalu, pada tahun 1956, digelar konferensi pertama AI yang dikenal dengan sebutan Konferensi Dartmouth yang menandai hadirnya AI sebagai disiplin akademis.

Banyak orang mengira bahwa AI merupakan teknologi baru yang masih berjarak. Padahal, sejak lama, dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa disadari, orang-orang sudah terpapar AI melalui ponsel maupun komputer mereka. AI sekarang sedemikian berkembang pesat karena teknologi-teknologi pendorongnya. Sebut saja computing power, open source software, internet, cloud computingmobile devicesbig data, dan sebagainya.

Kehadiran AI yang semakin maju disambut secara berbeda. Kaum optimistis menganggap AI seperti halnya teknologi-teknologi lainnya hadir sebagai perangkat yang membantu dan memudahkan manusia untuk menjalankan aktivitas kehidupannya. Di kutub lain, bagi kaum pesimistis, AI dianggap sebagai ancaman karena dianggap bakal menggantikan peran manusia dan di titik ekstrem akan mengancam hidup manusia. Lalu, di kubu mana pemasar sebaiknya berada?

The Human-Inspired Tech

Kita tentu sepakat bahwa teknologi biasanya menjadi agen utama perubahan industri alias pembawa disrupsi. Namun, kita tak perlu merisaukan mereka. Sebaliknya, pemasar harus agile dalam mengadopsi teknologi baru. Apalagi semua teknologi tersebut, termasuk AI, bukanlah teknologi-teknologi yang intimidatif dan tidak perlu ditakutkan sama sekali.

Dalam buku Marketing 5.0 Technology For Humanity (Wiley, 2021), teknologi tersebut disebut dengan the human-inspired tech atau human-like technologies Sebutan ini mengacu pada teknologi-teknologi maju yang diciptakan berdasarkan inspirasi pada cara kerja manusia.

Image or Photo Marketeers Max

Mengacu pada Grafik 1. Tentang Bionics: Six Ways Technology Mimics Humans, kemampuan berpikir manusia menjadi inspirasi bagi teknologi AI. Kemampuan natural intelligence manusia ditiru oleh mesin atau komputer dalam wujud artificial intelligence. Cara kerjanya mirip dengan cara kerja otak manusia. Di AI, ada machine learning yang perlu dilatih dan diajari agar semakin mampu berpikir seperti manusia.

Selain itu, kemampuan manusia berkomunikasi satu sama lain menjadi inspirasi bagi teknologi natural language processing (NLP). Panca indra manusia menjadi inspirasi bagi teknologi sensor, kemampuan bergerak menjadi inspirasi bagi teknologi robotik, kemampuan berimajinasi menginspirasi teknologi mixed reality (AR/VR), dan kemampuan terhubung satu sama lain menginspirasi Internet of Things (IoT) dan Blockchain.

baca juga

    Kolaborasi Manusia x AI

    Mesin dalam hal ini AI dan manusia tidak perlu dipertentangkan satu sama lain karena keduanya memiliki wilayah kerja yang berbeda. Mesin bisa bekerja efektif dan cepat dalam mengolah data dalam skala besar, cocok untuk pekerjaan repetitif dan terprogram, hingga pemrosesan logis yang berbasis pada algoritma.Sedangkan manusia memiliki kemampuan untuk menarik insight, wisdom, berpikir kreatif dan menemukan solusi out of the box, memiliki empati, dan mampu memahami persoalan secara kontekstual dan dengan akal sehat.

    Dengan alasan tersebut, pemasar tidak perlu takut dan alergi dengan AI. Memang ada fungsi-fungsi dalam pekerjaan manusia yang bisa dibantu oleh mesin AI ini. Namun, manusia seutuhnya tidak tergantikan. Ada ungkapan populer terkait AI ini yang berbunyi: AI tidak akan menggantikan dan mengalahkan manusia, tetapi manusia tanpa AI akan digantikan dan dikalahkan oleh manusia dengan AI.

    Sebab itu, kolaborasi antara manusia dan AI sudah menjadi keharusan. Saat ini, pemanfaatan AI semakin masif di berbagai industri (Grafik 2). Menurut laporan Google Cloud Customer Intelligence Trends Research Survey (2024), pemanfaatan AI terbesar terjadi di marketing & advertising (62%), disusul sales (47%), operations (42%), product management (41%), human resources (37%), dan customer & account service (33%).

    Image or Photo Marketeers Max

    Penerapan

    Penerapan AI di marketing mulai dilakukan oleh banyak pemasar, khususnya dalam customer management, product management, dan brand management. Di era digital ini, persaingan semakin ketat, dan pelanggan menginginkan pengalaman yang lebih personal dan relevan. AI memiliki kemampuan untuk menganalisis data dengan cepat, memprediksi tren, dan memberikan temuan yang mendalam mengenai perilaku pelanggan. AI dapat membantu perusahaan memahami pelanggan mereka lebih baik, meningkatkan efisiensi, dan menghadirkan pengalaman yang lebih terarah.

    Masih mengacu pada konsep Marketing 5.0, pemanfaatan teknologi baru ini bisa dilakukan selaras dengan customer path di era digital yang dikenal dengan 5A atau aware, appeal, ask, act, dan advocate (Grafik 3).

    Dari grafik tersebut, penerapan AI dalam menciptakan pengalaman baru bagi pelanggan cukup kentara. Untuk aktivitas periklanan, AI bisa dimanfaatkan untuk menyasar target potensial, menemukan ide, hingga iklan yang kontekstual. Hal kurang lebih sama dimanfaatkan dalam content marketing, AI bisa digunakan untuk personalisasi konten dan optimasi. Terkait direct marketing, AI bisa digunakan untuk memprediksi dan menganalisis perilaku pembelian konsumen.

    Image or Photo Marketeers Max

    Artinya, AI juga dapat digunakan untuk mengoptimalkan kampanye iklan digital. Melalui teknologi machine learning, AI dapat mempelajari audiens mana yang paling responsif terhadap jenis iklan tertentu dan menyesuaikan strategi pemasaran dengan tepat.

    AI juga bisa dimanfaatkan untuk sales CRM. Ranahnya bisa dilakukan dalam pengelolaan account, chatbot untuk pengelolaan lead, hingga prediksi dan analisis potensi penjualan. Di kanal distribusi, teknologi bisa digunakan dalam bentuk kios self-service, robot frontline, pembayaran berbasis biometrik, IoT dalam ritel, hingga pengalaman virtual.

    Sementara untuk manajemen produk, AI bisa digunakan pengembangan produk dan kustomisasi. Penggunaan AI juga bisa meningkatkan analisis sentimen terhadap produk atau kampanye yang baru diluncurkan. AI dapat menganalisis opini publik dari media sosial, ulasan, dan forum diskusi online untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap merek atau produk tertentu.

    Dan, di ranah servis, AI bisa digunakan dalam bentuk chatbot layanan, dukungan pada layanan customer service, hingga social listening. Chatbot berbasis AI dapat memberikan respons yang cepat dan efisien, menjawab pertanyaan pelanggan, serta membantu dalam proses pembelian. Dus, chatbot dapat meningkatkan pengalaman pelanggan sekaligus meringankan beban tim customer service.

    Di edisi yang sedang Anda baca ini, kami menyuguhkan praktik-praktik pemanfaatan AI dalam marketing. Terus terang, merek-merek ini sebagian besar masih dalam tahap adopsi AI. Sementara, sebagian sudah cukup maju dalam pemanfaatan AI untuk marketing. Meski demikian, tren ke depannya sudah bisa dibaca bahwa AI sudah menjadi keharusan.

    Ingat, di masa depan, merek-merek yang tidak memanfaatkan AI dalam pemasaran berisiko tertinggal, karena AI tidak hanya menambah efisiensi tetapi juga membuka peluang inovasi yang dapat meningkatkan daya saing. Bagaimana dengan perusahaan Anda?

    Leave a Comment

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Scroll to Top