Customer Intimacy, Operational Excellence , Mengesan di Setiap Journey, Membangun customer intimacy di semua titik perjalanan pelanggan menjadi elemen penting dalam customer management. Ini bisa diwujudkan dengan servis prima
yang melampaui SOP yang kaku.
Saat membuat perencanaan marketing, pemasar sebaiknya tidak lepas dari strategi customer management. Salah satunya adalah dengan memperhatikan customer journey di era sekarang. Saat ini, pelanggan hidup di era phygital, di mana terjadi integrasi antara dunia fisik dan digital. Lintasan hidup pelanggan terjadi di dua platform tersebut. Sementara itu, journey pelanggan saat ini terjadi dalam tahap 5A, yakni aware, appeal, ask, act, dan advocate. Karena itu, merek harus hadir di setiap tahap.
Relasi merek dengan pelanggan yang mendalam akan membuahkan advokasi. Customer Intimacy menekankan pentingnya memahami kebutuhan dan preferensi pelanggan secara mendalam. Ini bisa dibangun dengan pelayanan dan aktivitas operasional yang prima dan memuaskan. Di sini, operational excellence didukung dengan produk dan layanan yang memenuhi standar tertinggi efisiensi dan kualitas. Meski demikian, intimacy bisa dibangun dengan cara-cara yang lebih dari sekadar menjalankan SOP, alias membangun layanan yang tidak kaku namun tetap berkualitas.
Dalam membangun customer journey yang optimal bagi konsumen, tim marketing bertugas membangun hubungan erat dengan pelanggan, mengumpulkan data, dan menerjemahkannya menjadi strategi yang efektif. Dengan informasi ini, tim operasi dapat menyesuaikan proses produksi dan distribusi untuk memenuhi ekspektasi pelanggan dengan lebih baik. Sinergi ini memungkinkan perusahaan untuk menawarkan produk yang tidak hanya relevan tetapi juga dikirim dengan efisien dan tepat waktu.
Kolaborasi antara tim marketing dan operasional harus menghasilkan customer journey yang baik agar konsumen semakin intim. Namun, jangan membebani tim operasional dengan janji-janji yang sulit dipenuhi demi agar produk dikenal konsumen. Menemukan keseimbangan ini adalah tahapan dari kolaborasi keduanya.
Untuk membangun pengalaman pelanggan yang mengesankan saat berinteraksi dengan merek, dua divisi tersebut harus saling menopang. Tim marketing menjadi gerbang pertama saat fase presales, lalu operasional akan melanjutkan dengan pelayanan dan produk yang diberikan di fase pembelian maupun aftersales.
Selain membangun keintiman dengan pelanggan, ada beberapa alasan mengapa customer journey menjadi hal yang diperhatikan pelaku bisnis. Dalam survei yang dilakukan oleh SuperOffice, ada tiga hal yang menjadi alasan mengapa pelaku bisnis berinvestasi dalam pengalaman pelanggan. Pertama, 42% pelaku bisnis meyakini pengalaman pelanggan dapat meningkatkan performa cross-selling dan up-selling. Semakin dekat dengan konsumen, semakin mudah merek melakukan dua proses tersebut. (Grafik 1)
Grafik 1. Tiga Alasan Kenapa Pelaku Bisnis Perlu Mengaudit Customer Journey
Kedua, 33% pelaku bisnis yakin customer journey bisa meningkatkan retensi konsumen. Semakin intim pelanggan dengan merek, wajar bila pelanggan semakin sering berbelanja pada merek yang sama.
Ketiga, 32% pelaku bisnis yang disurvei yakin kalau customer journey bisa meningkatkan kepuasan pelanggan. Seperti kata Michael LeBoeuf dalam bukunya “How to Win Customers and Keep Them for Life“, pelanggan yang puas adalah strategi pemasaran terbaik. Semakin puas konsumen, semakin sering mereka berbelanja, dan semakin mudah bagi merek untuk memberikan penawaran baru. Tiga hal tersebut berkelindan.
baca juga
Di industri asuransi, kolaborasi ini menjadi semakin penting. Sebagai industri yang bertumpu penuh pada pelayanan, operasional menjadi inti dari bisnis ini. Dan komunikasinya dengan divisi pemasaran, menerjemahkan layanan perusahaan kepada konsumen menjadi cara perusahaan asuransi bisa dikenal.
Laurentius Iwan Pranoto, Head of PR, Marcomm & Event Asuransi Astra, mengatakan bahwa asuransi sangat bergantung kepada kepercayaan nasabahnya. Kepercayaan ini dibangun melalui customer journey. “Di sini, kolaborasi antara marketing dan operasional penting untuk membangun proses bisnis agar optimal,” kata Iwan.
Menjual dan memasarkan layanan harus dilakukan dengan terintegrasi. Kolaborasi ini adalah perihal mencari keseimbangan antara biaya operasional juga kemudahan yang diterima konsumen. “Jangan sampai konsumennya menerima kemudahan tapi operasionalnya babak belur di belakang,” ucapnya.
Di industri otomotif, customer journey juga menjadi salah satu pertimbangan dalam melakukan pembelian. “Ketika membeli mobil, konsumen bukan cuma membeli mobil saja, tapi juga servis dan pelayanannya,” kata Anton Jimmi Suwandy, Marketing Director PT Toyota Astra Motor.
Toyota yang bermisi menggalakkan elektrifikasi kendaraan melihat bahwa customer journey menjadi kunci guna mengedukasi para pengguna kendaraan konvensional untuk beralih ke kendaraan listrik. Karenanya, integrasi pemasaran dengan operasional menjadi penting dalam mengedukasi konsumen. Salah satunya melalui penguatan dealer operation.
Penguatan ini dilakukan dengan penambahan layanan aftersales seperti tukar tambah. Kini, pengguna kendaraan Toyota bisa melakukan proses tukar tambah kendaraan di showroom. Ini memungkinkan terjadinya komunikasi antara operasional dengan konsumen. Terbangunnya komunikasi memungkinkan operasional mengedukasi konsumen soal produk kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan.
Anton menambahkan, Toyota berencana membangun kafe-kafe di bengkel dan showroom. Tujuannya adalah untuk meningkatkan tingkat kunjungan konsumen ke showroom maupun bengkel. Diintegrasikan dengan tim pemasaran, peningkatan customer journey ini membawa konsumen lebih banyak, membuka komunikasi lebih luas, dan membangun relasi yang lebih intim dengan konsumen.
“Relasi intim dengan pelanggan memudahkan kami database, referensi, referral, dan meningkatkan penjualan,” pungkas Anton.
“Jangan sampai konsumen menerima kemudahan tapi operasionalnya babak belur di belakang.”
Laurentius Iwan Pranoto- Head of PR, Marcomm & Event Asuransi Astra