Menabung Untuk Gaya Hidup , Menjalani gaya hidup yang menyenangkan dan secara bersamaan tetap aman secara finansial adalah hal yang mungkin untuk diwujudkan.
Gaya hidup konsumtif dan meningkatnya utang menjadi tantangan generasi muda di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir. Di tengah kondisi tersebut, Indonesia juga tidak luput dari sorotan. Hal ini nampak dalam hasil riset OCBC Financial Fitness Index.
Riset tahunan yang digelar oleh OCBC ini bertujuan untuk mengukur kesehatan finansial masyarakat Indonesia. Riset ini dibuat berdasarkan model OCBC Wellness Index Singapore. Survei tahunan yang merupakan riset hasil kerja sama OCBC dengan NielsenIQ ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan finansial generasi muda Indonesia, dengan mengamati sikap dan perilaku mereka dalam mengelola keuangan.
Riset ini dilakukan untuk memahami gambaran perilaku finansial orang Indonesia berdasarkan nilai dan aspirasi hidup. Termasuk mengetahui sikap dan persepsi terhadap berbagai instrumen keuangan. Selain itu, laporan ini merekomendasikan langkah konkret untuk meningkatkan kesehatan finansial di Indonesia.
Amir Widjaya, Executive Director Marketing & Lifestyle Business OCBC mengatakan bahwa Financial Fitness Index (FFI) mempunyai tujuan utama yakni mendorong kebugaran finansial yang menyenangkan untuk semua tanpa terkecuali, di mana hasil riset tahun ini menunjukkan peningkatan kesehatan finansial di rentang penghasilan 5-15 juta, serta kesadaran akan dana darurat. Ini merupakan pencapaian yang patut diapresiasi.
“Dengan informasi yang tepat, inklusi produk perbankan, dan pengelolaan keuangan yang baik, mereka bisa menjadi smart spender dan smart saver. Hasil akhirnya, kesehatan finansial bisa tetap fit dengan lifestyle yang fun, serta menciptakan keseimbangan antara kesenangan saat ini dan kesejahteraan finansial jangka panjang,” ujar Amir.
Pada tahun ini, skor kesehatan finansial masyarakat Indonesia sebesar 41,25 atau relatif stabil jika dibandingkan dengan skor tahun 2023, yaitu 41,16 dan skor tahun 2022 sebesar 40,06. Hal ini menandakan bahwa masyarakat Indonesia berhasil mempertahankan hasil skor finansialnya. Meskipun mengalami kenaikan 0,09 poin, masih banyak upaya untuk mencapai kesehatan finansial (Grafik 1).

Kemajuan lain dari riset ini yang patut diapresiasi adalah terjadinya kenaikan signifikan terkait generasi muda yang memiliki dana darurat , yakni 25%, dibandingkan tahun lalu sebesar 17%. Hal ini bisa menjadi indikator adanya perubahan sikap dan mindset, terutama kalangan muda.
Menanggapi tren tersebut, Inggit Primadevi, Director Consumer Insights di NielsenIQ (NIQ) Indonesia mengungkapkan bahwa generasi muda Indonesia sebenarnya sudah menunjukkan perubahan positif dalam perilaku keuangan dengan tingkat literasi keuangan yang tinggi, mencatat keuangan, dan memiliki dana darurat. Di antara mereka yang sudah mencatat keuangan, 41% sudah memiliki dana darurat (sebesar enam bulan gaji), angka ini naik sebesar 12% dari tahun sebelumnya.
baca juga
“Di sisi lain, anak muda yang belum melakukan pencatatan keuangan baru 21% yang punya dana darurat. Hal ini menandakan peningkatan kesadaran akan literasi keuangan, bukan hanya dalam pengetahuan tapi juga dalam praktik, dengan memiliki dana darurat dan menerapkan kebiasaan mencatat keuangan mereka,” ungkap Inggit.
Meskipun sudah banyak yang memiliki dana darurat, tujuan utama masyarakat menabung adalah untuk kebutuhan lifestyle (barang mewah, hobi mewah, traveling). Data OCBC mengungkapkan bahwa 39% konsumen Indonesia memiliki tujuan materialistik dalam pengeluaran mereka (Grafik 2).

Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung mengalokasikan sebagian besar anggaran mereka untuk pembelian barang-barang mewah dan gaya hidup. Ini menunjukkan adanya tren peningkatan keinginan untuk memiliki barang-barang berkualitas tinggi dan eksklusif.
Aktivitas traveling menempati posisi teratas. Disusul dengan kategori gadget mahal/terkini dan kendaraan mewah/antik yang memiliki persentase pengeluaran sebesar 12% dan 9%. Hal ini menunjukkan bahwa produk-produk teknologi dan otomotif menjadi prioritas bagi banyak konsumen. Lalu, barang branded dan perhiasan mewah menempati porsi yang signifikan dalam pengeluaran konsumen.
Hasil riset ini menunjukkan bahwa tujuan materialistik menjadi semakin dominan dalam perilaku konsumen Indonesia. Hal ini mencerminkan perubahan dalam sikap masyarakat terhadap gaya hidup dan menunjukkan bahwa aktivitas traveling dan memiliki barang-barang mewah menjadi semakin penting bagi banyak orang.
Riset juga menunjukkan bahwa 80% masyarakat berusia 25-29 tahun (lajang) masih menghabiskan uang untuk menyesuaikan dengan gaya hidup teman-temannya, dan angka ini naik dari 72% di tahun 2023. Hal ini menandakan bahwa potret akan FOMO (Fear of Missing Out) yang kuat masih terjadi di kalangan generasi tersebut (Grafik 3).

Sementara, masyarakat di usia 25-29 tahun (menikah) berada di angka 78%. Meskipun sama-sama terjadi peningkatan, kenaikannya lebih moderat dibandingkan kelompok lajang. Ini mungkin terjadi karena adanya tanggung jawab keluarga yang perlu dipertimbangkan. Kenaikan pengeluaran gaya hidup untuk kelompok umur 30-35 tahun juga cukup signifikan, menunjukkan bahwa gaya hidup tetap menjadi prioritas, meskipun telah memasuki usia lebih matang.
Secara keseluruhan, tren ini mencerminkan perubahan dalam sikap masyarakat Indonesia terhadap gaya hidup. Orang-orang semakin sadar akan pentingnya hal tersebut, dan mereka bersedia mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk mencapai hal tersebut. Tren ini juga menggarisbawahi perlunya literasi keuangan yang lebih baik untuk membuat keputusan pengeluaran yang lebih bijak.
Dengan memahami baik itu produk maupun layanan perbankan, maka manfaat yang diperoleh bisa maksimal.