Tips Bijak Bisnis Franchise dan Usaha Waralaba

ukms.or.id – Tips Bijak Bisnis Franchise dan Usaha Waralaba , Dalam kegiatan bisnis waralaba dapat dijumpai adanya beberapa “mitos” atau anggapan yang seolah-olah pass benar padahal belum tentu demikian.

Para pelaku bisnis waralaba , terutama penerima waralaba (franchisee), harus dapat menyikapi mitos tersebut dengan hati-hati agar tidak sampai terjerumus dalam kesalahan fatal. Berikut diulas sejumlah mitos di bisnis waralaba dari Robert L. Purvin, Jr.

Robert L Purvin Jr. adalah ketua (chairman) dan CEO dari American Association of Franchisees and Dealers yang pernah menulis buku berjudul The Franchise Fraud . mengatakan bahwa Dia pernah dalam bisnis waralaba dapat dijumpai adanya 6 mitos yang dianggap benar (padahal tidak selalu demikian), yaitu:79

1. Mitos 1: “Waralaba adalah investasi yang aman”.

2. Mitos 2: “Penerima waralaba ber ada dalam bisnisnya sendiri, tetap senantiasa didukung oleh pembe waralaba”.

3. Mitos 3: “Penerima waralaba memiliki usaha waralabanya sendir

4. Mitos 4: “Penerima waralaba akan memperoleh aset yang berham berupa penggunaan nama dagang dan merek dagang dari je waralaba tertentu yang digelutinya”.

5 Mitos 5: “Waralaba menjanjikan suatu sistem usaha yang telah ter keberhasilannya” bukti

6. Mitos 6: “Waralaba memungkinkan dilakukannya penetrasi terha dap suatu pasar secara massal”.

Mitos Seputar Usaha Waralaba

Mitos 1: “Waralaba adalah investasi yang aman” (Franchising is a safe investment).

Mitos 1 ini tidak selamanya benar, sebab sebagaimana kegiatan bisnis dan investasi pada umumnya, kegiatan waralaba juga mempunyai kemungkinan untung, rugi, bahkan bisa bangkrut Pemberi waralaba yang sering mengiklankan dirinya sebagai waralaba yang pasti untung, patut dicurigai. Menyikapi mitos semacam ini, para calon penerima waralaba diharapkan menimbang-nimbang dengan saksama sebelum memilih jenis waralaba yang akan diikutinya.

Pertimbangkan reputasi bisnis waralaba yang akan kita ikuti, cari informasi tentang pemiliknya, dan cari pendapat pembanding (second opinion) dari para penerima waralaba yang telah menjadi anggotanya. Jangan lupa pertimbangkan pula kemampuan keuangan kita, terutama apabila kelak menghadapi risiko rugi atau bangkrut. Kita tentu saja harus tetap mempunyai cadangan dana untuk hidup sehari-hari apabila risiko terburuk menimpa bisnis waralaba yang kita ikuti.

Robert L. Purvin Jr menyatakan “pernyataan yang dibuat oleh industri waralaba bahwa ikut dalam waralaba adalah jaminan keberhasilan adalah tidak benar dan tidak bertanggung jawab. Itu merupakan penipuan”.

Mitos 2: “Penerima waralaba berada dalam bisnisnya sendiri, tetapi

senantiasa didukung oleh pemberi waralaba” (Franchisees are in business for themselves, but supported by their Franchisors). Mitos 2 ini tidak selamanya benar karena dalam praktiknya tidak semua pemberi waralaba memberikan dukungan terus-menerus kepada para penerima waralaba. Tidak semua perjanjian waralaba mencantumkan ketentuan tentang adanya bentuk dukungan terus-menerus dari pemberi waralaba. Untuk menyikapi hal ini, para calon penerima waralaba disarankan membaca dengan saksama draft perjanjian varalaba agar tidak kecewa di kemudian hari.

Mitos 3: “Penerima waralaba memiliki usaha waralabanya sendiri” (Franchisees own their franchised business).

Mitos 3 ini tidak selamanya benar. Penerima waralaba yang telah membayar biaya waralaba (franchise fee) dan biaya royalti memang secara otomatis sudah berhak untuk menjalankan bisnis waralabanya. Namun demikian, para calon penerima waralaba mesti berhati-hati karena perjanjian waralaba dapat diakhiri sewaktu-waktu oleh penerima waralaba, sehingga bisnis waralaba sangat bergantung pada niat dan itikad baik pemberi waralaba. Untuk menyikapi hal ini, para calon penerima waralaba harus melihat ketentuan dalam perjanjian waralaba tentang apa saja hak yang harus diterimanya jika perjanjian tersebut diputus secara sepihak oleh penerima waralaba.

Mitos 4: “Penerima waralaba akan memperoleh aset yang berharga berupa penggunaan nama dagang dan merek dagang dari jenis waralaba tertentu yang digelutinya” (The Franchisee gains a valuable asset in the trade name and trade marks of the typical franchise).

Mitos 4 ini tidak selamanya benar, sebab tidak semua nama dagang atau merek dagang yang diwaralabakan adalah tergolong nama/merek terkenal yang telah teruji di masyarakat. Nama dagang/merek dagang baru dapat digolongkan sebagai aset yang berharga manakala nama/ merek tersebut sudah terkenal dan teruji di masyarakat sehingga dapat meningkatkan minat masyarakat untuk membeli produk waralaba tersebut. Namun demikian, nama/merek terkenal saja tidaklah cukup jika tidak diimbangi dengan upaya pemberi waralaba untuk menjaga nama baik merek tersebut dari serangan para pembajak atau pemalsu merek.

Mitos 5: “Waralaba menjanjikan suatu sistem usaha yang telah terbukti keberhasilannya” (Franchising promises a “proven” business system).

Mitos 5 ini juga tidak selamanya benar, sebab tidak semua sistem bisnis waralaba telah teruji di masyarakat. Di samping itu, keberhasilan sebuah gerai waralaba di suatu tempat belum tentu menjamin keberhasilan gerai waralaba di tempat lain. Untuk menyikapi hal ini, para calon penerima waralaba sebaiknya melakukan studi awal yang cukup sebelum memutuskan bergabung dalam sebuah jaringan waralaba. Kalau perlu, lakukan studi banding dengan mengamati gerai-gerai waralaba yang sudah ada. Amati pula kemampuan para pesaing yang sudah ada maupun calon pesaing. Pertimbangkan engan bijaksana apakah kita lebih memilih jaringan waralaba yang dah mapan ataukah jaringan waralaba yang masih baru.

angan waralaba yang sudah mapan, meskipun memiliki kemung nan meraup untung lebih besar, namun sering menetapkan syarat ang berat dan mahal kepada para calon anggotanya. Sebaliknya, jaringan waralaba yang masih baru membutuhkan proses waktu un tuk mencapai kemapanan, namun biasanya menetapkan syarat yang lebih mudah dan lebih murah. Karena syaratnya mudah dan murah, kita punya peluang untuk memiliki lebih banyak gerai waralaba.

Mitos 6: “Waralaba memungkinkan dilakukannya penetrasi terhadap suatu pasar secara massal” (Franchising creates a critical mass of market penetration).

Mitos 6 ini juga tidak selamanya benar. Waralaba memang menungkinkan dilakukannya penetrasi pasar secara cepat dan massal, terutama oleh waralaba yang telah teruji dan memiliki nama besar. Sebaliknya, waralaba yang masih baru tumbuh dan belum teruji membutuhkan proses waktu untuk mencapai tingkat kemapanan. Lagi-lagi dalam hal ini kita dihadapkan pada dua pilihan, yaitu apakah condong memilih waralaba yang sudah terkenal ataukah waralaba yang belum terkenal. Keduanya mempunyai sisi positif dan negatif. Semuanya terpulang pada niat, minat, dan kemampuan bisnis serta kondisi keuangan kita.

Bagi para pemula yang belum punya pengalaman bisnis, menjadi anggota jaringan waralaba baru dapat menjadi alternatif yang baik. Dengan menjadi anggota jaringan waralaba yang baru, kita dapat belajar dan tumbuh bersama-sama perusahaan tersebut. Karena organisasi bisnisnya masih kecil, kita dapat lebih menjalin hubungan yang lebih akrab dengan pemiliknya sehingga kita memiliki peluang untuk menjadi mitra usaha utama atau bahkan menjadi sekutu bisnis di masa depan.

Tip Menjadi Pemberi Waralaba (Franchisor)

Perkembangan waralaba di Indonesia tidak hanya ditandai banyaknya pelaku usaha yang berstatus sebagai penerima waralaba (franchisee), namun juga ditandai dengan munculnya banyak pengusaha lokal yang berani menjadi pemberi waralaba (franchisor) dengan mengem bangkan jaringan waralaba secara mandiri. Pemberi waralaba lokal tersebut, beberapa di antaranya bahkan sudah ada yang berhasil mengembangkan jaringan bisnis hingga ke mancanegara, terutama di negara-negara Asia Tenggara. Fenomena ini sangat membanggakan sebab keberhasilan ekspansi bisnis waralaba lokal hingga ke man canegara pada akhirnya dapat berdampak positif menaikkan pamor Indonesia serta meningkatkan penerimaan devisa negara.

Di samping waralaba lokal yang sudah ada, saat ini masih banyak pengusaha Indonesia yang ingin mengembangkan jaringan bisnis waralaba sebagai salah satu cara untuk melakukan ekspansi bisnis. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, ekspansi bisnis melalui waralaba dalam keadaan tertentu dinilai lebih menguntungkan dibandingkan membuat jaringan usaha milik sendiri. Pengusaha yang ingin berekspansi namun terkendala modal, kekurangan personal, dan belum punya jaringan bisnis yang mencukupi, dapat memilih membuat jaringan bisnis waralaba secara mandiri.

Pelaku usaha yang ingin membuat waralaba sendiri atau menjadi pemberi waralaba (franchisor) setidaknya harus memperhatikan hal hal sebagai berikut:

1. Pertimbangkan kesiapan perusahaan kita sebelum memutuskan untuk membuat jaringan bisnis waralaba. Perusahaan yang ingin membuat jaringan waralaba harus sudah mampu menunjukkan kinerja yang baik, setidaknya mampu meraih keuntungan dalam 5 tahun berturut-turut.

2. Jika kita sudah butuh berekspansi usaha, maka pertimbangkan lebih dulu apakah kita lebih untung membuat cabang sendiri ataukah membuat jaringan waralaba. Kalau kebutuhan kita terhadap cabang usaha hanya sedikit, maka kita lebih baik membangun cabang sendiri. Sebaliknya, jika kita membutuhkan banyak cabang dalam waktu singkat maka kita lebih baik membuat jaringan waralaba.

Sebelum membuat jaringan waralaba, pelajari dulu cara kerja waralaba yang sudah ada, baik waralaba asing maupun waralaba kal Pelajari dengan benar apa saja kelebihan dan kekurangan waralaba tersebut, agar kita dapat mengambil pelajaran positif dari pengalaman bisnis waralaba milik pihak lain.

Lakukan evaluasi dengan benar apakah usaha kita sudah memenuhi 6 kriteria waralaba sebagaimana diatur PP 42/2007 dan Permendag 31/2008. Evaluasi awal ini diperlukan agar permohonan kita untuk mendapatkan STPW kemungkinan besar dapat dikabulkan oleh Pemerintah.

5. Pastikan bahwa kita telah memiliki Sertifikat HAKI paling tidak berupa Sertifikat Hak Merek. Akan lebih baik lagi jika kita juga memiliki Sertifikat HAKI lainnya seperti Sertifikat Hak Paten, Sertifikat Hak Cipta, atau yang lainnya.

6. Pastikan bahwa kita telah memiliki sistem bisnis yang khas dan teruji sehingga memiliki nilai jual untuk ditawarkan kepada para calon penerima waralaba. Sistem bisnis tersebut juga harus memiliki standar pelaksanaan yang jelas, namun mudah untuk diaplikasikan oleh para calon penerima waralaba.

7. Sebelum mengembangkan jaringan waralaba dalam skala besar, ada baiknya kita lebih dulu melakukan uji coba waralaba dalam skala kecil sehingga kita dapat memperkecil risiko kegagalan usaha.

8. Jika dirasa perlu, kita juga dapat meminta bantuan Konsultan Waralaba atau meminta nasihat pengurus Asosiasi Waralaba atau berkonsultasi dengan pejabat Ditjen Perdagangan Dalam Negeri yang menguasai seluk-beluk bisnis waralaba.

9. Kita juga dapat meminta bantuan Konsultan HAKI untuk membantu mengurus pendaftaran HAKI dan pendaftaran Perjanjian Lisensi HAKI. Kita juga dapat menghubungi Ditjen HKI dan Kanwil Depkumham untuk mengurus HAKI

10.Pastikan para calon penerima waralaba kita adalah orang-orang yang layak dan sesuai dengan kriteria waralaba yang kita inginkan. Lakukan penyeleksian calon penerima waralaba dengan benar,

dan jika sudah terpilih lakukan training dengan benar agar mereka dapat mempraktikkan sistem bisnis yang kita inginkan.

11 Perlakukan para penerima waralaba sebagai mitra bisnis yang sejajar. Pahami kesulitan mereka, dan bantulah agar kemampuan bisnis mereka ikut berkembang bersama kita. Lakukan program pendampingan atau pemantauan usaha secara berkesinambungan untuk memastikan agar kegiatan usaha mereka sesuai dengan sistem bisnis yang kita inginkan.

12. Jangan menetapkan besaran biaya waralaba (franchise fee) dan biaya royalti yang terlalu tinggi sehingga membuat orang tidak tertarik menjadi anggota kita. Penetapan besarnya biaya waralaba dan royalti sebaiknya dilakukan setelah menghitung dengan benar kebutuhan kita serta setelah membandingkan dengan biaya waralaba lokal yang sejenis dengan usaha kita.

13. Susunlah anggaran promosi yang memadai dan buatlah iklan yang efisien dan efektif agar dapat mengangkat pamor waralaba kita d mata masyarakat. Promosi dan iklan yang tepat dapat membantu menaikkan omset usaha gerai-gerai kita serta dapat merangsang minat masyarakat untuk menjadi anggota waralaba kita.

14. Jangan lupa untuk terus belajar dan mencoba kiat-kiat bisni yang baru agar usaha waralaba kita dapat terus tumbuh da berkembang. Jangan lupa pula untuk selalu belajar dari par pesaing dan dari para senior yang sudah lebih dahulu berhas Jangan pernah menganggap para pesaing sebagai “musuh” yan harus dihancurkan. Bersainglah secara sehat dan hindari prakt bisnis yang tidak bermartabat supaya bisnis kita dapat bertaha lama dan dicintai masyarakat.

Tip Menjadi Penerima Waralaba (Franchisee)

Apabila kita belum berpengalaman dalam berbisnis, kita dapat bergabung dalam jaringan waralaba yang sudah ada dengan cara menjadi penerima waralaba (franchisee). Kita dapat memutuskan untuk menjadi anggota jaringan waralaba yang sudah mapan dan terkenal, atau menjadi anggota jaringan waralaba yang belum mapan atau belum terkenal. Kedua macam waralaba tersebut masing-masing memiliki sisi positif atau negatif, tergantung bagaimana cara kita menyikapinya.

Pengusaha pemula akan menghadapi risiko besar jika membuka usaha sendiri dari nol karena dia belum punya pengalaman dan belum punya sistem bisnis yang teruji. Untuk memperkecil risiko, pengusaha pemula bisa belajar bisnis dengan cara menjadi penerima waralaba (franchisee). Sebagai penerima waralaba, dia langsung bisa memulai bisnis karena sudah ada sistem bisnis yang harus dijalankan. Dia juga akan mendapat pelatihan bisnis dari perusahaan pemilik waralaba.

Kelak jika sudah berpengalaman, tidak ada salahnya jika dia mulai membuka usaha sendiri di bidang lain yang tidak bertentangan dengan perjanjian waralaba. Jadi, waralaba dapat menjadi sekolah bisnis yang baik bagi para pengusaha pemula. Mereka akan langsung diajari praktik bisnis waralaba secara nyata, sehingga hal ini berbeda dengan sekolah bisnis yang lebih banyak mengajarkan aspek teori bisnis.

Dalam bisnis waralaba dikenal adanya kewajiban untuk membayar bi aya waralaba atau franchise fee dan kewajiban membayar biaya roy alti. Biaya waralaba meliputi biaya awal yang besarnya berkisar dari Rp10 juta hingga Rp1 miliar. Biaya waralaba ini meliputi pengeluaran yang dikeluarkan oleh penerima waralaba untuk membuat tempat usaha sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh pemberi wara laba (franchisor). Biaya waralaba (franchise fee) biasanya harus dike luarkan pada tahap awal sebelum mengoperasikan gerai waralaba.

Biaya Royalti, umumnya dibayarkan oleh penerima waralaba (fran chisee) setiap bulan dan diambilkan dari laba operasional. Besarnya biaya royalti berkisar 5 hingga 15 persen dari penghasilan kotor. Biaya royalti yang layak adalah 10 persen. Lebih dari 10 persen biasanya adalah termasuk biaya pemasaran yang perlu dipertanggung-jawab kan. Pembayaran biaya royalti adalah bentuk kompensasi dari peng gunaan HAKI milik franchisor, sedangkan pembayaran biaya wara laba adalah bentuk kompensasi dari penggunaan sistem bisnis milik franchisor.

baca juga

    Tip menjadi penerima waralaba (franchisee) adalah:

    1. Pilihlah jenis waralaba yang sesuai dengan minat dan bakat kita, sehingga dengan demikian kita dapat menjalani usaha tersebut dengan suka cita meskipun harus menghadapi rintangan dan kesulitan.

    1. Lakukan studi awal dan survei sederhana untuk mengetahui berbagai macam waralaba yang ada di Indonesia. Kita dapat melakukan hal ini dengan cara membaca buku-buku tentang waralaba, menjelajahi situs internet yang terkait dengan waralaba, bertanya kepada para penerima waralaba yang sudah ada, ataupun cara-cara lain. Langkah persiapan semacam ini dibutuhkan agar

    kelak kita dapat lebih siap dalam menghadapi negosiasi dengan pemberi waralaba.

    Kenali kemampuan bisnis kita termasuk kemampuan keuangan kita. Pilihlah jaringan waralaba yang sesuai dengan kondisi keuangan kita serta memiliki sistem bisnis yang mudah untuk diaplikasika

    Pilihlah lokasi tempat usaha yang strategis sehingga memiliki peluang meraup keuntungan paling besar. Pelajari juga tingkat persaingan yang ada di lokasi tempat usaha tersebut. Lakukan pengkajian untuk menilai apakah masih ada “ceruk pasar” yang dapat kita masuki di seputar lokasi tempat usaha.

    5. Kalau memungkinkan, carilah lokasi baru yang belum dilirik para pesaing namun menyimpan potensi pemasaran yang dahsyat di kemudian hari.

    6. Pilihlah waralaba yang memiliki potensi pemasaran yang baik. 7. Kenalilah siapa pemilik waralaba/pemberi waralaba dan lihat reputasinya. 8. Kenalilah hak-hak kita sebagai penerima waralaba.

    9. Pelajari Prospektus Penawaran Waralaba dan draft perjanjian waralaba dengan teliti dan berhati-hati. Tanyakan jika ada klausul perjanjian yang menurut kita tidak masuk akal atau tidak sesuai harapan.

    10 Kenalilah dengan baik jaringan waralaba yang akan kita ikuti dengan cara mengunjungi kantor pusatnya dan gerai-gerai yang dimilikinya.

    11.Berhati-hatilah terhadap penipuan berkedok jaringan waralaba. Para penipu tersebut pada umumnya menjanjikan keuntungan yang pasti bagi para calon anggota jaringannya.

    12. Tanyakan surat-surat izin yang dipunyai oleh perusahaan pemberi waralaba. Surat izin yang perlu ditanyakan meliputi: Akta Pendirian Perusahaan, SIUP, TDP, Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW), Sertifikat HAKI, dan lain-lain. Konfirmasikan surat-surat izin tersebut kepada instansi yang berwenang mengeluarkan izin tersebut.

    You May Also Like

    More From Author

    + There are no comments

    Add yours