Trendjacking , Numpang Tren dan Jangan Kebablasan

ukms.or.id – Trendjacking , Numpang Tren dan Jangan Kebablasan. Perbincangan yang sedang hangat di media sosial bisa menjadi sarana yang tepat untuk beriklan dan mendekatkan diri dengan konsumen. Meski begitu, pemasar dituntut untuk tidak melakukan hard selling pada konten yang sedang trending.

Trendjacking merupakan salah satu teknik konten marketing yang yang dilakukan merek dengan memanfaatkan tren yang sudah besar atau menuju besar di masyarakat.

Tran ini biasanya
merupakan tren pop culture atau budayes pop yang lazim atau sedang marak diperbincangkan oleh netizen Indonesia. Sebenarnya, ini merupakan teknik lawas yang biasa disebut newsacking dengan memanfaatkan berts berita populer di media untuk kampanye pemasaran.


Berdasarkan laporan Statista, pada tahun 2022, Facebook masih menjadi media sosial
yang banyak digunakan oleh masyarakat dunia. Tercatat, jumlah pengguna aktif terbanyak dibandingkan media sosial lainnya. yaitu sebanyak 2,9 miliar pengguna. Kemudian, dikuti oleh YouTube berada di urutan kedua dengan pengguna akof sebanyak 2.56 mar dan WhatsApp dengan dua miliar pengguna aktit. Artinya, media-media sosial tersebut masih berpotensi menjadi kendaraan bagi konten-konten trending.


Secara umum, strategi trendjacking dalam konten pemasaran memiliki manfaat sekaligus risiko yang besar, terutama bagi merek yang masih takut-takut dalam melakukannya atau masih pemula dalam digital marketing.

Salah satu manfaatnya adalah merek bisa menjangkau audiens yang lebih luas, khususnya pada segmen netizen muda yang rentan terpapar tren

Selain itu, strategi ini juga bisa menjadi sarana bagi merek untuk merajuvenasi brand Image. Sehingga strategi trendjacking bisa mempermudah dalam mempercantik dini di kalangan generasi muda sebagai target pasar Strategi ini merupakan cara paling cepat dan hemat apabila merek ingin muncul dalam setiap perbincangan di media sosial.


Namun, apabila salah memilih tren untuk dasosiasikan dengan merek maka bisa jadi justru menjadi bumerang dan berpotensi kehilangan konsumen loyal Biasanya, ini terjadi pada merek-merek yang memiliki konsumen loyal dan kalangan orang tua. Sebab, pemanfaatan content marketing dengan strategi trendjacking cenderung menyasar kalangan pemuda


Kemudian, jika memilih tren yang salah berpotensi merusak brand values yang telah dibangun bertahun-tahun. Jika sebuah tren bersentimen negatif maka bisa menyebabkan marak kehilangan reputasi. Risiko terakhir datang apabila semua merek menggunakan strategi trendjacking dengan tema yang sama.

Cepat dan Tepat
Trandjacking sangat membutuhkan kecepatan. Selain soal kualitas, ketepatan dalam memanfaatkan momentum menjadi faktor kesuksesan strategi ini. Selain itu, merek perlu memastikan bahwa tren yang ingin ditunggang memiliki relevansi dengan dengan karakter merak tersebut. Then yang dipilih harus disesuaikan dengan pesan dan brand positioning baik secara langsung maupun tidak langsung.


Hal lain yang patut diperhatikan merek saat melakukan trendjacking adalah mindset. Merek harus betul-betul memahami ketika tran tersebut berlanjut. Termasuk di dalamnya respons orang-orang yang menonton konten baik secara positif maupun negatif.


Urban Sneaker Society (USS) sebagai salah satu merek yang membidik pasar gaya hidup anak muda menjadi perusahaan yang gencar melakukan trendjacking dalam setiap proses pemasarannya ini merupakan perusahaan media end-to-end yang bertujuan untuk menghubungkan kaum muda, merek, dan tren yang selalu berkembang. Melalui akosistem bisnis yang kuat, USS ingin membuat revolusi di industri kreatif yang dapat menciptakan fisiensi pemasaran, dan memberikan interaktivitas yang besar dan dampak antara merek, konsumen, dan masyarakat.


Jeffrey Jouw, Co-founder & Chief Marketing Officer (CMO) USS Networks menuturkan, ada
dua kunci keberhasilan dalam melakukan trandjacking. Kunci pertama adalah riset pasar dengan memanfaatkan berbagai tools yang akurat. Sedangkan kunci kedua adalah tidak melakukan hard selling dalam membuat konten


Menurutnya, butuh proses panjang untuk melakukan riset pasar terkait dengan konten- konten yang bakal diproduksi Biasanya, proses ini membutuhkan waktu dua hingga tiga bulan sebelum eksekusi Tujuannya agar konten bisa menjadi viral dan tentunya berujung pada peningkatan penjualan,


“Risetnya bisa dilakukan dengan memaka survei kecil-kecilan di Instagram seperti melakukan survei kepada follower konten yang mereka suka. Bisa juga dengan melihat data-data di internet atau bekerja sama dengan perusahaan riset pemasaran. Kami tidak ingin membuat konten secara asal-asalan,” ujar sosok yang karb disapa Jejouw


la menambahkan, agar konten bisa diterima para pengguna media sosial yang didominasi oleh kalangan muda dari Milenial, Gen Z maupun di bawahnya, merek perlu berhati-hati dalam menyampaikan pesan. Sebab, generasi ini sangat sensitif dengan konten-konten yang menyratkan makna promosi produk. Sehingga hal ini dapat berpengaruh pada engagement rate konten yang dipublikasikan
Jika salah dalam memilih tren, hal itu bisa menjadi sentimen negatif di media sosial. Risiko

terburuknya adalah kehilangan konsumen loyal “Gen Z tidak suka hal-hal seperti itu. Mereka melihat konten yang shareable. Jadi, jangan sampai bikin kontan yang hard selling,” ujarnya. Untuk mengukur tingkat kesuksesan trendjacking, lanjut Jejouw, diperlukan evaluasi secara berkala.

Merek tidak bisa secara terburu-buru menuntut investasi besar untuk produksi konten berbanding lurus terhadap peningkatan penjualan Sebab bisa jadi peningkatan penjualan justru terjadi ketika tren itu sudah tidak gencar dibicarakan masyarakat.


Pada tahap pertama, merak mengukur keberhasilan trendjacking melalu banyaknya eksposur. Ini dapat dilihat dari jumlah penonton. penyuka, dan pengguna media sosial yang meneruskan publikasi


Pada tahap kedua, merek harus memperhatikan awareness atau pengakuan netizen terhadap suatu produk atau jasa setelah menonton konten, Semakin tingg awareness-mya, maka semakin sukses pula trandjacking yang dilakukan. Sedangkan tahap ketiga, tentunya harus diukur dengan peningkatan perjualan


“Trandjacking sangat efektif membentuk awareness dari pengguna media sosial. Kami yakin ini bisa berdampak pada peningkatan penjualan atau setidaknya bisa tahu masyarakat butuh produk yang dijual dari merak-marak tertentu atau tidak,” kata Jejouw

baca juga

    Fenomena McD dan BTS


    Ada berbagai macam trendjacking yang dimanfaatkan merek-merek tertentu untuk berkampanye di sosial media bak secara nasional maupun internasional Fenomena yang paling berkesan bagi sebagian besar orang adalah upaya yang dilakukan restoran siap saj, McDonald’s (MCD) dengan berkolaborasi dengan boy band asal Korea Selatan (Koresel Bangtan Boys (BTS).

    Cara tersebut sukses tidak hanya di Negeri Gingseng, tapi juga di negara lain termasuk indonesia
    McD mengeluarkan menu spesial yang berkolaborasi dengan BTS pada 9 Juni 2021
    dengan mengeluarkan BTS Meal ini merupakan hasil kolaborasi yang terdiri dari makanan berupa sembilan potong nugget McNuggets kentang goreng dan minuman cola berukuran medium. Serta dilengkapi dua saus khusus yaitu sweet chili sauce, dan cajun sauce yang
    terinspirasi dari resep populer dari McDonald’s

    Korsel
    BTS Meal dikemas sangat menarik sesua dengan ciri khas boy grub al Korea Selatan ini. Misalnya saja cup minuman dan kemasan


    nugget bemussa ungu lengkap dengan logo BTS yang bisa dibeli dengan harga Rp 50 ribu per porsi. Inovasi pemasaran tersebut langsung diserbu para ARMY, sebutan penggemar BTS di berbagai kota besar di Indonesia


    Stok makanan pun ludes terjual dalam hitungan menit dan menjadi mending topic di hampir seluruh media sosial. Bahkan, siasat tersebut tidak hanya menjadi perbincangan positit, namun juga menjadi sentimen negati Sebab, itu terjadi pada saat masyarakat dunia sedang melawan pandemi COMID-19 yang membuat seluruh pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial

    Seolah tak peduli dengan wabah, masyarakat berbondong-bondong membeli BTS Meal di gerai terdekat. Meskipun tidak diperkenankan makan di tempat, tetap saja terjadi penumpukan antrean melalut pesanan ojek online.


    Lee Young-se, Profesor Departemen Imu Konsumen di Universitas Nasional Incheon menanggapi fenomena tersebut dengan menyebut kolaborasi itu punya tujuan lain. Adapun tujuannya adalah ingin mendapatkan perhatian di media sosial

    “Katika media sosial menghasilkan angka itu membuat orang ingin tahu apa yang sedang trending dan mengapa itu bisa menjadi tranding Konsumen secara umum banyak yang merasa aman ketika mengikuti tren, sehingga iklan yang memanfaatkan keramaian di platform ini menjadi lebih efektif,” ujar Lo


    Dia bilang, peran media sosial kini tidak lagi sebatas menyampaikan pesan dan brand
    kepada konsumen. Hal ini membuat informasi yang disampaikan kepada konsumen tarkadang tidak lengkap dan berjalan satu arah. Padahal media sosial merupakan platform yang digunakan konsumen untuk berbincang dan memberikan feedback.


    Menggandeng idola dari generasi millenial dan Gen Z sebenarnya bukan langkah baru yang diambil oleh McDonald’s. Pasalnya, restoran siap saj ini telah meluncurkan menu spesial bersama rapper anal Amerika Serikat (AS), Travis Scott. Pada menu tersebut, konsumen bisa mendapatkan burger yang menjadi favorit sang musi


    Namun, berbeda dengan BTS Meal yang diluncurkan kesejumlah negara di seluruh dunks, menu Travis Scott ini hanya tersedia di AS Adapun pemilihan BTS sebagai con dari sebuah brand sebenarnya bukan sesuatu yang mengherankan. Banyak brand menjadikan grup idola beranggotakan tujuh personil ini untuk memasarkan produknya

    Beberapa di antaranya adalah Samsung Electronics yang meluncurkan ponsel pintar edisi BTS, FILA, Hyundai Motor, Lotte Duty Free Bahkan, perusahaan e-commerce Indonesia, Tokopedia, juga tidak ketinggalan memboyong BTS sebagai brand ambassador mereka.


    “Hasilnya, tidak perlu diragukan lagi Setiap kegiatan yang dilakukan dan berkaitan dengan band yang bersangkutan selalu masuk ka jajaran trending topic di media sosial. Tentunya mendapatkan perhatian banyak orang bahkan yang bukan penggemar sekalipun,” kata Lea

    Leave a Reply