Waralaba dan Ekonomi Kreatif

ukms.or.id – Waralaba dan Ekonomi Kreatif , Sektor Ekonomi Kreatif di Indonesia diharapkan akan lebih cepat berkembang karena pengelolaan sektor tersebut saat ini disatukan dalam badan khusus setingkat menteri bernama Badan Ekonom Kreatif Indonesia (BEKI).

Dengan hadirnya BEKI , industri kreat nasional kelak diharapkan dapat mewarnai budaya global menyusul sukses K-Pop (Korea), Brit-Pop (Inggris), Hollywood (AS), Bollywood (India), Hongkong, Taiwan, dan China.

Dalam tahap awal, Kepala BEKI pertama, Triawan Munaf, memilih subsektor kuliner, fesyen, dan musik sebagai prioritas utama sebab ketiga subsektor ini punya kontribusi terbesar.

Waralaba berkaitan dengan HAKI dan Ekonomi Kreatif. Para pelaku ekonomi kreatif adalah para pemilik HAKI yang memiliki hak eksklusif untuk memanfaatkan sendiri HAKI-nya atau memberikan lisensi HAKI kepada pihak lain. Pemberian lisensi HAKI dapat mendatangkan keuntungan berupa royalti bagi para pemilik HAKI.

Namun demikian, pemberian lisensi HAKI (misalnya Hak Merek) bisa berpotensi merusak reputasi merek tersebut jika pihak penerima lisensi

dak menjalankan sistem bisnis yang baik dan benar. Untuk mengatasi persoalan semacam ini, para pemilik HAKI dapat mengembangkan sensi waralaba yang di dalamnya mengandung lisensi HAKI plus sensi Sistem Bisnis.

Dengan memakai lisensi waralaba, para penerima sensi diwajibkan menggunakan sistem bisnis yang sudah dibakukan oleh para pemilik HAKI (selaku pemberi lisensi).

Pemberian lisensi waralaba juga bisa mendatangkan keuntungan lebih besar bagi para pemilik HAKI jika dibandingkan hanya memberikan isensi HAKI. Pemberi lisensi waralaba akan mendapatkan dua macam penghasilan royalti berupa “biaya royalti” (royalty fee) dan “biaya waralaba” (franchise fee).

Biaya royalti adalah bentuk penghargaan atas pemberian lisensi HAKI, sedangkan biaya waralaba adalah bentuk penghargaan atas pemberian lisensi Sistem Bisnis.

“Ekonomi Kreatif” dapat diartikan sebagai sektor ekonomi yang mengutamakan kualitas sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif, sehingga sektor ekonomi ini sangat berkaitan dengan pemanfaatan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang meliputi HAKI milik privat, HAKI milik publik, dan HAKI milik komunitas.

Hal ini menyebabkan ke-15 subsektor ekonomi kreatif selalu mengandung unsur HAKI.

Waralaba dan Ekonomi Kreatif

Manusia kreatif adalah manusia yang memiliki daya kreasi atau daya Opta sehingga berhak mendapatkan perlindungan HAKI berbentuk Hak Cipta.

Sedangkan manusia inovatif adalah manusia yang memiliki daya inovasi untuk menemukan teknologi baru atau desain baru sehingga berhak mendapatkan perlindungan HAKI berbentuk Hak Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DTLST), Rahasia Dagang dan Perlindungan Varietas Tanaman (PVT). Keseluruhan HAKI tersebut dapat dimiliki oleh privat (perorangan atau badan hukum).

Ekonomi Kreatif berkaitan pula dengan pemanfaatan HAKI milik publik Warisan Budaya Benda (tangible cultural heritage) maupun Warisan yang berupa Warisan Budaya (cultural heritage), baik yang berbentuk Budaya Tak Benda (intangible cultural heritage).

Selain itu, Ekonomi Kreatif juga berkaitan dengan pemanfaatan HAKI milik komunitas yang berbentuk hak Indikasi Geografis dan Indikasi Asal.

Pada abad ke-21 saat ini, pengaruh negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) tidak lagi hanya di bidang politik, namun lebih banyak di bidang ekonomi termasuk ekonomi kreatif.

Produk-produk ekonomi kreatif negara maju banyak yang membanjiri pasar negara berkembang sehingga negara berkembang seakan tak punya lagi kedaulatan di bidang ekonomi.

Namun sayang, kebanyakan negara berkembang tampak merasa nyaman dengan kondisi ini sehingga mereka lebih senang meng gantungkan hidup dari impor produk asing dan bantuan dana as ing.

Mereka belum juga sadar pentingnya pengembangan SDM yang kreatif dan inovatif serta perlindungan HAKI guna mengatasi keting galan ekonomi dari negara maju.

Hanya sedikit negara berkembang yang menyadari hal ini, misalnya Korea Selatan, yang berhasil menjadi kekuatan ekonomi baru di dunia.

Dasar hukum ekonomi kreatif adalah Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.

Pada tahun 2006 saat skema industri kreatif mulai disusun, subsektor kuliner belum masuk menjadi salah satu bagian dari ekonomi kreatif sehingga saat itu hanya ada 14 subsektor yang menjadi perhatian pemerintah.

Namun pada tahun 2011, industri kuliner masuk menjadi subsektor ke-15 Masuknya industri kuliner dalam pengembangan ekonomi kreatif d Indonesia merupakan kesadaran pemerintah akan besarnya potensi

jang ada di dalamnya. Selain karena jumlah penduduk Indonesia

ng besar sehingga potensi pasanya juga besar Indonesia pun kaya

an keragaman makanan tradisional di setiap daerah

Set in elonomi kreatif dibagi dalam 15 subsektor, yaitu Perkaman

2. Asitektur

3 Pasar Barang Seni

4. Kerajinan

5. Desain

6. Fesyen/Mode

7. Fim, Video, dan Fotografi

8 Permainan Interaktif

9. Musik

10. Seni Pertunjukan

11. Penerbitan dan Percetakan

12. Layanan Komputer dan Peranti Lunak

13. Radio dan Televisi

14. Penelitian dan Pengembangan (Litbang)

15. Kuliner

Ke-15 subsektor ekonomi kreatif pada dasarnya bisa dijadikan format bisnis waralaba, sebab masing-masing subsektor tersebut mengandung HAKI.

Para pelaku ekonomi kreatif sejatinya adalah para pemilik HAKI yang dapat memanfaatkan sendiri HAKI-nya atau mengajak pihak lain untuk memanfaatkan hak tersebut melalui perjanjian lisensi HAKI atau lisensi waralaba.

Namun demikian, hingga saat ini hanya ada beberapa subsektor ekonomi kreatif yang sudah dikembangkan menjadi usaha waralaba antara lain kuliner, musik, fesyen, acara televisi, seni pertunjukan, video, fotografi, percetakan, kerajinan, komputer, permainan interaktif, dan penelitian-pengembangan (litbang).

Kuliner adalah subsektor ekonomi kreatif yang berkaitan produksi makanan dan minuman serta jasa penyajian makanan dan minuman melalui restoran, rumah makan, warung, kedai, gera, kafe bar, hotel, dan lain-lain.

Industri kuliner di tanah air saat ini may pesat karena didorong besarnya pangsa pasar (jumlah pendudu 240 jiwa) serta banyaknya ragam kuliner khas daerah di Indonesia Beberapa kuliner khas daerah seperti rendang, nasi goreng, sate ayam, soto ayam, dodol garut, es kelapa muda, dan es teler, bahka sudah berhasil menembus pasar manca negara. deng

Usaha kuliner ada yang dikelola sendiri dan ada pula yang diwaralabakan dengan pihak lain.

Beberapa perusahaan waralabe kuliner nasional berhasil menembus pasar mancanegara seper California Fried Chicken (CFC), Kebab Turki Baba Rafi, Es Teler 77, Ayam Bakar Mas Mono, Pecel Lele Lela, Bumbu Desa, JCO Donut & Coffee, dan lain-lain.

Namun saat ini waralaba kuliner asing juga banyak yang masuk ke Indonesia sehingga pemerintah merasa perlu melakukan pembatasan gerai milik sendiri agar mereka tidak sampai mematikan pengusaha waralaba lokal.

Format bisnis waralaba juga bisa diterapkan pada subsektor musik dan seni pertunjukan yang disajikan dalam bentuk acara televisi.

Saat ini televisi nasional di Indonesia banyak menayangkan acara pemanduan bakat yang berasal dari waralaba asing seperti Indonesian Idol, Indonesia’s Got Talent, Eat Bulaga, The Voice, X-Factor, Akademi Fantasi, Raising Star, Master Chef, Hell’s Kitchen, Iron Chef, dan lain lain.

Acara pemanduan bakat di televisi nasional tersebut berasal dari acara sejenis yang ada di Amerika Serikat, Inggris, Australia, Meksiko, dan Filipina.

Banyaknya waralaba asing yang menyerbu Indonesia tentu saja ada plus minusnya. Penetrasi waralaba asing ke dalam negeri dapat merangsang para pelaku ekonomi kreatif nasional agar bisa meningkatkan kemampuan dan profesionalisme.

Namun demikian, apabila serbuan waralaba asing tersebut tidak dikendalikan dengan bijak, hal tersebut dapat berpotensi mematikan para pelaku usaha waralaba lokal.

Banyaknya waralaba asing juga dapat menguras devisa negara karena para penerima waralaba dari dalam negeri diwajibkan membayar royalti ke pihak asing.

Para pelaku ekonomi kreatif di bidang seni kerajinan dapat pula mengembangkan usaha waralaba seperti yang dilakukan oleh Dew Tanjung, anak muda yang berhasil mengembangkan usaha waralaba “De Tanjung” yang bergerak di bidang usaha pembuatan kartu pernikahan, suvenir, dan pernak-pernik pernikahan.

Dewi yang hanya berbekal ijazah D3 dan mulai usaha mandiri sejak 2003 dengan modal awal hanya Rp50 ribu ini saat ini telah berhasil mengantongi omset hingga Rp1 miliar per tahun.

Masyarakat yang ingin menjadi penerima waralaba De Tanjung harus mau merogoh kocek sebesar Rp60 juta dan Rp90 juta untuk membeli lisensi waralaba. Saat ini Dewi telah memiliki enam gerai di Malang, Jawa Timur, dan berencana akan membuka gerai di Jakarta, Surabaya, Medan, dan kota-kota besar lainnya.

Pelaku ekonomi kreatif di bidang percetakan juga dapat mengen bangkan usaha waralaba seperti yang dilakukan pengusaha muda asa kota Yogyakarta, Saptuari Sugiharto, pemilik waralaba Kedai Digital Usaha waralaba percetakan digital ini sudah berhasil membuka leb dari 60 gerai yang tersebar di 36 kota di Indonesia.

Alumnus Fakultas Geografi UGM ini mulai mengembangkan usaha percetakan digita dengan sistem waralaba sejak pertengahan tahun 2007.

Waralaba dapat pula diterapkan pada bidang fotografi yang merupakan salah satu subsektor ekonomi kreatif. Jangan pernah meremehkan sembarang hobi, termasuk hobi fotografi.

Di tangan anak-anak muda ang kreatif dan inovatif, hobi ini dapat berkembang menjadi usaha waralaba jasa fotografi seperti yang dilakukan “Malibu 62 Studio”.

Perusahaan waralaba ini sudah berdiri sejak tahun 1994 di Jakarta dan telah berhasil mengantongi banyak penghargaan bergengsi seperti rekor MURI, Franchise Top of Mind, Top Brand, UKM Terbaik di ndonesia, dan lain-lain.

Selain Malibu saat ini juga dijumpai waralaba sens, yaitu M Photo Kios dan Bornis Studio.

anan interaktif (games) melalui jaringan internet atau yang biasa “game online” saat ini sudah menjadi makanan sehari-hari anak dan remaja Indonesia.

Peluang ini disambut hangat para ekonomi kreatif dengan membuka usaha warung internet yang menyediakan jasa “game online”.

Usaha semacam berkembang pesat hingga menjadi bisnis waralaba seperti akukan perusahaan waralaba “Warnet Gue” dan “Wiz Game

Center & Internet Cafe”. Warnet Gue yang telah berdiri sejak 10 tahun lalu telah memiliki 70 gerai warnet.

Sedangkan waralaba Wiz Game yang berdiri sejak 2004 kini telah memiliki 8 gerai. Selain kedua perusahaan waralaba tersebut, juga ada waralaba “Games Xtreme” yang berasal dari Korea Selatan dan mulai masuk ke Indonesia sejak tahun 2008.

Fesyen/mode adalah subsektor ekonomi kreatif yang kontribusinya terbesar kedua setelah kuliner. Industri fesyen nasional telah berkem bang sangat pesat dan telah diakui kualitasnya di pasar dunia.

Bebera pa perancang busana dan perhiasan dari Indonesia berhasil mengem bangkan bisnis hingga ke manca negara, termasuk ke sejumlah nega ra maju di Eropa, Amerika, dan Asia.

Usaha fesyen dapat pula dibuat menjadi bisnis waralaba seperti yang dilakukan “Luzi House”, perusa haan waralaba parfum terbesar di dunia asal Swiss yang telah berdiri sejak tahun 1926.

Para pelaku usaha nasional yang ingin membuka gerai Luzi House harus mau menyediakan modal Rp80 juta hingga Rp150 juta untuk membuka satu gerai.

Di dalam negeri kita juga menjumpai usaha waralaba fesyen bernama “Butik Sepatu Eltaft” yang bergerak di bidang pembuatan sepatu wanita.

Selain itu masih banyak dijumpai usaha waralaba fesyen seperti Batik Brotoseno, Anin Rumah Batik, Alit Kids, Bridal Johnny Andrean, Salon Rudy Hadisuwarno, Julia Jewelry, dan lain lain. Para perancang busana (termasuk busana muslim) dapat pula mengembangkan usahanya dalam bentuk waralaba agar lebih cepat berekspansi di dalam negeri dan luar negeri.

Industri musik di tanah air sudah berhasil menjadi tuan rumah di negeri sendiri sejak lama. Subsektor ekonomi kreatif ini juga bisa dikembangkan menjadi usaha waralaba seperti yang dilakukan musisi Ahmad Dhani, Gilang Ramadhan, Purwa Caraka, Inul Daratista, Rossa, dan Anang Hermansyah.

Ahmad Dhani berhasil membuka usaha waralaba “Ahmad Dhani School of Rock”, sedangkan Gilang Ramadhan membuka usaha waralaba “Gilang Ramadhan Studio Drummer”.

Purwa Caraka membuka usaha waralaba bernama “Purwa Caraka Music Studio”. Inul Daratista berhasil mengembangkan usaha waralaba “Inul Vizta Karaoke”, begitu pula dengan Rossa dan Anang yang juga bergerak di bidang usaha waralaba karaoke.

Ekonomi kreatif subsektor Penelitian dan Pengembangan (Litbang) juga dapat dikembangkan menjadi usaha waralaba.

Masyarakat masih belum mengenal waralaba litbang, karena menganggap litbang hanya fokus pada kegiatan ilmiah. Saat ini sudah ada yang memelopori waralaba litbang, yaitu waralaba bibit kelapa sawit oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Medan, Sumatera Utara.

Waralaba Bibit Kelapa Sawit PPKS menawarkan tiga model kerja sama: waralaba Varietas, waralaba Benih, dan waralaba Bibit.

Dalam waralaba Varietas, PPKS selaku pemilik varietas mereproduksi pohon induk hasil pemuliaan yang selanjutnya digunakan oleh penerima waralaba untuk memproduksi benih kelapa sawit.

Dalam waralaba Benih, PPKS menyerahkan benih hasil persilangan untuk dikecambahkan di Seed Processing Unit milik penerima waralaba. Sedangkan dalam waralaba Bibit, PPKS menyerahkan kecambah untuk dibibitkan oleh penerima waralaba.

baca juga

    Dasar hukum waralaba bibit kelapa sawit adalah PP 42/2007 tentang Waralaba dan UU 29/2000 tentang PVT.

    Pemberi waralaba wajib memiliki varietas unggul dan mampu menyediakan teknologi dan bimbingan penyediaan bibit kelapa sawit.

    Sedangkan penerima waralaba wajib memiliki lahan usaha, modal, surat Tanda Registrasi Usaha Perbenihan (TRUP), dan pengalaman berkebun kelapa sawit.

    Petani yang ingin menjadi mitra usaha dapat menghubungi PPKS di Jl. Brigjen Katamso 51 Medan, Telp: (061) 7862477, Fax: (061) 7862488, Email: admin@iopri.org.

    Leave a Comment

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Scroll to Top