ukms.or.id – Waralaba dan MLM , Masyarakat saat ini masih banyak yang belum bisa membedakan antara model bisnis waralaba (franchise) dengan Penjualan Berjenjang (Multi Level Marketing/MLM).
Hal inilah yang kadang kala dimanfaatkan oleh segelintir oknum pengusaha yang tidak jujur untuk mengelabui masyarakat dengan cara membuat jaringan usaha MLM palsu berkedok waralaba.
Fakta ini tentu saja dapat merugikan masyarakat, para pelaku usaha waralaba, dan juga para pelaku usaha MLM yang jujur.
Sebagaimana diketahui, setiap perusahaan dapat melakukan ekspan si usaha dengan berbagai macam cara. Cara pertama, perusahaan tersebut dapat membangun cabang-cabang usaha secara mandiri tanpa melibatkan pihak lain.
Cara kedua, perusahaan tersebut hanya berfokus dalam bidang produksi dan menyerahkan tugas distribusi ke pihak lain. Cara ketiga, perusahaan tersebut membangun konglo merasi dengan menguasai semua lini usaha dari mulai produksi, dis tribusi hingga penjualan eceran.
Cara keempat, perusahaan tersebut membuat jaringan waralaba (franchise) dengan mengajak para mitra usaha.
Cara kelima, perusahaan tersebut membangun jaringan pen jualan berjenjang (MLM) dengan mengajak para mitra usaha. Cara keenam, perusahaan tersebut menggunakan model penjualan lang sung (direct selling/DS).
Pembuatan jaringan usaha mandiri dengan membuka cabang-cabang usaha milik sendiri memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain dapat mengontrol manajemen secara penuh dan dapat menguasai keuntungan secara penuh.
Kekurangannya antara lain tingginya biaya operasional yang harus dikeluarkan untuk membiayai aktivitas cabang-cabang usaha. Risiko kegagalan usaha juga menjadi tanggungan sepenuhnya pemilik perusahaan induk.
Berekspansi dengan cara menunjuk pihak lain sebagai distributor juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, kita bisa menghemat biaya distribusi dan meminimalkan risiko distribusi. Kekurangannya, kita tidak bisa leluasa mengontrol jaringan toko pengecer, dan berisiko barang tidak dibayar oleh pihak distributor.
Membangun konglomerasi bisnis yang menguasai sektor hulu hingga hilir tidak mudah dilakukan oleh kebanyakan perusahaan, sebab cara ini membutuhkan modal yang sangat besar, pengalaman yang sangat banyak, koneksi, dan jaringan bisnis yang luas.
Cara ini lebih tepat dterapkan pada perusahaan yang sudah berpengalaman sangat panjang di bidang usaha tertentu, contohnya konglomerasi bisnis penerbitan-percetakan-toko buku kelompok Kompas-Gramedia.
Namun demikian, konglomerasi bisnis bisa hancur berkeping-keping terhempas krisis ekonomi seperti di masa krismon 1997-2002 apabila tidak berfokus pada satu jenis usaha tertentu.
Para pengusaha yang ingin melakukan ekspansi bisnis dapat membuat jaringan usaha dengan mengajak pihak lain “bermitra usaha” membangun bisnis waralaba. Dengan waralaba, kedua pihak (pemberi waralaba dan penerima waralaba) diharapkan dapat bekerja sama membangun jenis usaha yang disepakati dalam perjanjian waralaba. Pemberi waralaba (franchisor) dapat saling berbagi keuntungan dan berbagi risiko usaha dengan para penerima waralaba (franchisee).
Sebagai mitra usaha yang sederajat, pemberi waralaba dan penerima waralaba harus bekerja sama mengembangkan bisnis waralaba yang mereka pilih agar dapat tumbuh berkembang sehingga menguntungkan kedua belah pihak.
Jangan sampai hubungan kemitraan usaha tersebut kemudian justru berkembang tidak sehat menjadi hubungan yang saling bertolak belakang, di mana penerima waralaba justru menjadi pesaing/kompetitor dari pemberi waralaba.
Porsi pembagian keuntungan, risiko usaha, hak dan kewajiban, dan aturan lain-lain, harus disepakati terlebih dahulu dengan penerima waralaba dan kemudian dituangkan dalam bentuk perjanjian waralaba.
Dengan menjadi penerima waralaba, para mitra usaha mendapat banyak keuntungan antara lain memperoleh transfer pengalaman usaha, bimbingan usaha, dukungan merek terkenal, serta berbagi keuntungan dan risiko dengan pemberi waralaba.
Saat ini banyak dijumpai waralaba lokal yang hanya mensyaratkan modal puluhan juta rupiah sebagai syarat keanggotaan, sehingga mudah diakses oleh pengusaha mikro dan kecil. Di sisi lain, pengusaha menengah dan besar, dapat mengambil peran sebagai pemberi waralaba lokal, atau menjadi penerima waralaba asing.
Para pengusaha yang ingin melakukan ekspansi usaha dapat pula membuat jaringan pemasaran (marketing network) dengan menggunakan sistem penjualan langsung/penjualan berjenjang (DS/ MLM).
Dengan cara ini, perusahaan DS/MLM dapat menggandeng para Mitra Usaha untuk membantu menjualkan produk (barang/ jasa) yang dihasilkan perusahaan tersebut. Para Mitra Usaha adalah “wirausaha mandiri” yang bukan merupakan bagian dari struktur organisasi perusahaan.
Penghasilan para Mitra Usaha berasal dari Komisi, Bonus, atau Penghargaan lain yang diberikan oleh perusahaan DS/MLM berdasarkan prestasi penjualan produk.
Dalam jaringan DS/MLM, penjualan produk tidak boleh dilakukan melalui toko-toko pengecer atau supermarket. Penjualan produk perusahaan DS/MLM hanya boleh dilakukan melalui para Mitra Usaha sebagai anggota jaringan pemasaran.
Istilah Direct Selling (DS) memang lebih dulu muncul dibanding Multi Level Marketing (MLM). Istilah Direct Selling merujuk pada aktivitas penjualan barang atau produk secara langsung kepada konsumen, di mana aktivitas penjualan tersebut dilakukan oleh seorang penjual langsung (direct seller) dengan disertai penjelasan, presentasi atau demo produk.
Praktik-praktik Direct Selling sesungguhnya sudah berlangsung sejak zaman dahulu kala. Esensinya adalah adanya tenaga penjual independen yang menjualkan produk dari produsen kepada konsumen.
Perusahaan dapat menjual produk kepada konsumen secara langsung tanpa melalui toko pengecer maupun gerai waralaba. Cara ini lazim dinamakan Penjualan Langsung (Direct Selling/DS) yang dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Penjualan Langsung Satu Jenjang atau Single Level Marketing (SLM) Penjualan Langsung Berjenjang atau Multi Level Marketing
2.
Perusahaan Penjualan Langsung Satu Jenjang (Direct Selling/Single Level Marketing) atau perusahaan DS/SLM sering kita jumpai di acara iklan televisi yang bersifat khusus. Dalam acara televisi tersebut. perusahaan DS/SLM menawarkan berbagai macam produk menank
yang dibutuhkan masyarakat. Mereka memeragakan cara penggunaan produk dan menunjukkan berbagai manfaat produk bagi konsumen.
Produk yang ditawarkan bervariasi seperti: alat-alat dapur, obat herbal, sandal kesehatan, alat-alat olahraga, obat pelangsing tubuh, suplemen minuman kesehatan, mainan anak-anak, dan lain-lain.
Masyarakat konsumen yang ingin membeli produk tersebut dapat langsung menghubungi nomor telepon yang tertera di televisi dan kemudian membayar harga produk melalui transfer bank.
Saat ini di masyarakat terdapat perusahaan “MLM palsu” yang ber tujuan mengeruk dana-dana masyarakat secara ilegal. Perusahaan penipu semacam ini sering mengiming-imingi masyarakat dengan keuntungan tinggi dalam waktu singkat.
Mereka tidak jarang me nampilkan contoh-contoh anggotanya yang “sudah sukses” dalam waktu singkat, agar masyarakat mau bergabung dalam jaringannya. Padahal “orang-orang sukses” tersebut hanyalah hasil tipuan belaka, yang diambilkan dari orang-orang terdekat pemilik usaha atau dari anggota yang lebih dulu bergabung.
Perusahaan “money game” dan “MLM palsu” ini akan bangkrut tiba-tiba jika tidak ada lagi orang yang mau bergabung menjadi anggota jaringannya.
Waralaba (franchise) adalah salah satu sistem pemasaran produk (barang/jasa) yang banyak digunakan di Indonesia.
Sistem ini, meskipun secara sekilas mirip dengan DS/MLM, keduanya memiliki perbedaan mendasar. Pemahaman tentang persamaan dan perbedaan antara sistem waralaba dan sistem DS/MLM diperlukan antara lain untuk mengantisipasi munculnya perusahaan DS/MLM Palsu yang dalam beberapa kasus menyatakan dirinya sebagai perusahaan waralaba.
Karena nama baik DS/MLM mulai kurang dapat dipakai sebagai kedok penipuan, saat ini perusahaan DS/MLM Palsu lebih senang menggunakan kedok sebagai perusahaan waralaba. Mereka antara lain menggunakan modus jual beli pulsa handphone berkedok usaha waralaba, namun kalau kita cermati dengan saksama, usaha tersebut sejatinya adalah usaha berbau Money Game atau Skema Piramid.
Perusahaan DS/MLM Palsu ini, seperti halnya perusahaan tipu-tipu lainnya, selalu menggunakan trik-trik yang hampir sama, yaitu:
1. memberi iming-iming bagi hasil atau keuntungan besar dalam waktu singkat,
2. memberikan kepastian jaminan keamanan dana investor (investor dijamin pasti untung dan dananya pasti aman).
3. penghasilan utama perusahaan ini bukan dari berjualan produk melainkan dari uang pendaftaran anggota,
4. merangsang anggota jaringan untuk menggaet anggota baru
sebanyak mungkin,
5. hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi merugikan banyak orang. Orang yang diuntungkan hanyalah orang yang mendaftar lebih dulu, atau orang tertentu yang merupakan anggota sindikat penipu tersebut, atau orang tertentu yang sengaja “disukseskan” agar dapat mengelabui masyarakat.
6. memberikan berbagai macam bonus pada segelintir orang untuk menarik minat masyarakat agar mau bergabung dalam jaringan nya. Bonus tersebut dapat berbentuk bonus: naik haji, umrah, pelunasan utang, mobil, rumah, motor, dan lain-lain.
7. mereka juga senang memakai kedok agama untuk menarik minat masyarakat serta untuk memberi kesan bahwa bisnis mereka pastilah halal dan berkah.
Perusahaan DS/MLM Palsu banyak dijumpai di dalam negeri dan di luar negeri, baik yang beroperasi di lapangan atau di internet.
Mereka menggunakan berbagai macam nama seperti kerja sama investasi, kerja sama usaha, program investasi, multi level marketing, network marketing, profit sharing, e-commerce, internet marketing, arisan berantai, simpan pinjam, asuransi plus investasi, dan lain-lain.
Perusahaan DS/MLM Palsu menggunakan sistem Money Game dan Skema Piramid untuk menipu para investor. “Money Game” atau “Penggandaan Uang” secara sederhana dapat diartikan sebagai cara berbisnis yang tidak wajar dan cenderung menipu yang dilakukan oleh perusahaan Investasi Palsu,
dengan cara menawarkan produk investasi yang dijamin pasti aman dan pasti untung, serta memberikan bagi hasil yang sangat tinggi dalam waktu singkat. Produk investasi
ng ditawarkan dapat berupa kerjasama bisnis pertanian, bisnis pulsa kyon peternakan burung onta, perdagangan emas, tabungan investasi pasar modal, dan lain-lain.
Sedangkan yang dimaksud “Skema Piramid” adalah jaringan MLM terlarang yang hanya haj kerjasama berfokus mencan anggota sebanyak mungkin guna mendapatkan dana modal
Agar tidak terkecoh dengan trik-trik perusahaan DS/MLM Palsu tersebut, maka kita harus memahami dengan benar apa sebenarnya waralaba tersebut.
Setelah itu, barulah kita dapat mengenali persamaan dan perbedaan waralaba dengan DS/MLM. Dengan sistem cara demikian, kita dapat lebih mengenali kedua sistem pemasaran tersebut, dan selanjutnya dapat mengenali trik-trik atau tipuan perusahaaan DS/MLM Palsu.
Pemasaran produk menggunakan sistem waralaba maupun sistem Penjualan Langsung/Penjualan Berjenjang (DS/MLM) mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaan waralaba dengan DS/MLM antara lain:
1. Waralaba dan DS/MLM adalah sama-sama merupakan bagian
dari sistem perdagangan produk (barang/jasa) sehingga keduanya
menjadi kewenangan Menteri Perdagangan untuk melakukan
pengaturan dan pengawasan.
2. Waralaba dan DS/MLM di samping harus memenuhi izin umum (seperti SIUP, TDP, NPWP ), juga wajib memenuhi izin khusus. Perusahaan waralaba harus mempunyai izin khusus bernama Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW). Di sisi lain, Perusahaan DS/ MLM harus mempunyai izin khusus bernama Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL).
- Produk waralaba dan produk DS/MLM sama-sama tidak dijual melalui toko-toko-toko pengecer atau supermarket. Produk produk tersebut dijual melalui jaringan pemasaran yang melibatkan para Mitra Usaha. Mitra Usaha dalam bisnis waralaba disebut pula penerima waralaba (franchisee). Sedangkan Mitra Usaha dalam bisnis DS/MLM dapat berupa Distributor, Dealer, atau Anggota Jaringan.
4. Dalam beberapa kasus, ada pula dijumpai “outlet” di Supermarket yang menjual produk waralaba, namun demikian “outlet” tersebut hanyalah ruangan yang disewa oleh penerima waralaba untuk menjual produk dagangannya. Di sisi lain, para Mitra Usaha anggota jaringan DS/MLM dapat pula menyewa tempat di supermarket untuk keperluan promosi dan penjualan produk. Cara cara semacam ini masih diperbolehkan asalkan penjualan produk tidak boleh dilakukan melalui manajemen dititipkan ke toko/supermarket. toko/supermarket atau
5. Kegiatan bisnis waralaba dan DS/MLM sama-sama didasarkan pada Perjanjian Tertulis. Dalam bisnis waralaba, perjanjian tertulis dibuat antara perusahaan pemberi waralaba (franchisor) dengan penerima waralaba (franchisee). Di sisi lain, perjanjian tertulis dalam DS/MLM dibuat antara perusahaan DS/MLM dengan Mitra Usaha selaku Distributor.
6. Perusahaan yang bergerak di bidang waralaba dan DS/MLM dapat berasal dari perusahaan dalam negeri, perusahaan asing maupun perusahaan patungan. Dengan kata lain, investasi di bidang wara laba dan DS/MLM terbuka bagi perusahaan PMA maupun perusa haan PMDN.
7. Pengawasan sehari-hari terhadap kegiatan bisnis waralaba maupun DS/MLM secara nasional dilakukan oleh Dirjen Perdagangan Dalam Negeri melalui Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan, Kementerian Perdagangan. Sedangkan pengawasan sehari-hari terhadap kegiatan bisnis waralaba dan DS/MLM di daerah-daerah dilaksanakan oleh Dinas Perdagangan setempat.
8. Kegiatan bisnis waralaba dan DS/MLM hingga saat ini belum diatur secara khusus dalam bentuk Undang-Undang. Keduanya hanya diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).
9. Perusahaan pemberi waralaba (franchisor) maupun perusahaan DS MLM sama-sama diwajibkan untuk membuat program pelatihan bisnis agar para anggotanya dapat memiliki kemampuan bisnis dan penjualan.
10. Perusahaan pemberi waralaba dan perusahaan DS/MLM sa ma-sama diwajibkan untuk memberikan dukungan yang ber kesinambungan kepada para anggotanya. Bentuk dukungan tersebut antara lain berupa jaminan kelancaran pasokan produk, bantuan promosi melalui media massa, dukungan manajemen, bantuan teknis, jaminan mutu produk, dan pendaftaran produk kepada instansi berwenang.
1.Produk yang dijual dengan sistem waralaba atau DS/MLM sama sama harus mencantumkan nama perusahaan pemberi waralaba atau perusahaan DS/MLM. Pencantuman nama perusahaan pada label produk diperlukan guna menghindari terjadinya praktik pemalsuan produk serta sebagai jaminan mutu produk.
baca jjuga
Perbedaan antara sistem waralaba dengan DS/MLM antara lain:
Perusahaan pemberi waralaba (franchisor) tidak hanya memberi izin kepada penerima waralaba (franchisee) untuk menjual produk, namun juga disertai pemberian izin penggunaan Sistem Bisnis dan sensi HAKI. Sebaliknya, perusahaan DS/MLM hanya memberikan zin kepada Mitra Usaha untuk menjual produk tanpa diiringi izin penggunaan Sistem Bisnis dan lisensi HAKI.
2 Perusahaan pemberi waralaba maupun penerima waralaba sama sama wajib memiliki surat izin khusus, yaitu Surat Tanda Pen daftaran Waralaba (STPW). Di sisi lain, dalam bisnis DS/MLM, Surat izin khusus berupa Surat Izin Usaha Penjualan Langsung SUPU) hanya diwajibkan bagi perusahaan DS/MLM. Para Mitra Usaha dalam DS/MLM tidak diwajibkan mengurus SIUPL
Penerima waralaba diwajibkan membayar biaya waralaba (fran chise fee) dan biaya royalti (royalty fee). Biaya waralaba pada um nya harus dibayarkan sekaligus pada awal membuka usaha, dangkan biaya royalti harus dibayarkan setiap bulan dari hasil jualan produk. Di samping itu, penerima waralaba juga masih harus mengeluarkan biaya pembelian bahan baku dari pemberi aba. Sebaliknya, Mitra Usaha DS/MLM hanya wajib mem biaya pendaftaran dan biaya pembelian starter kit serta bi pembelian produk yang akan dijual.
4. Dalam DS/MLM, para Mitra Usaha yang ingin mengundurkan diri atau diberhentikan oleh perusahaan, dimungkinkan untuk mengembalikan produk, dan “starter kit” kepada perusahaan. Di sisi lain, dalam bisnis waralaba, tidak ada kewajiban semacam ini yang dibebankan kepada pemberi waralaba.
5. Penghasilan Mitra Usaha dalam bisnis DS/MLM ditentukan oleh perusahaan, yaitu berupa Komisi, Bonus, atau Penghargaan berdasarkan prestasi penjualan produk. Di sisi lain, penghasilan penerima waralaba tidak ditentukan oleh pemberi waralaba melainkan ditentukan berdasarkan kemampuan bisnisnya sendiri untuk menghasilkan omset usaha dan keuntungan usaha.
6. Risiko kegagalan Mitra Usaha DS/MLM lebih kecil dibandingkan risiko yang dihadapi penerima waralaba. Mitra Usaha DS/MLM yang gagal usaha masih dapat mengembalikan produk dan starter kit. Sementara, Penerima Waralaba yang mengalami kegagalan usaha akan menanggung biaya lebih besar karena mereka telah membayar biaya waralaba, biaya royalti, biaya pembelian bahan baku, dan biaya-biaya tersebut tidak dapat dikembalikan.
7. Pendaftaran waralaba dapat dilakukan di pusat (Dirjen Perdagang an Dalam Negeri) dan/atau di daerah (Dinas Perdagangan Kabu paten/Kota). Sebaliknya, pendaftaran usaha DS/MLM hanya dapat dilakukan di pusat (Jakarta) melalui Dirjen Perdagangan Dalam Negeri dan/atau Kepala BKPM.
8. Perusahaan DS/MLM harus berbentuk Perseroan Terbatas, sedang kan pemberi waralaba dan penerima waralaba) dapat berbentuk orang perseorangan maupun badan usaha. Pemberi waralaba (franchisor) kebanyakan berbentuk perseroan terbatas, sementara penerima waralaba (franchisee) bisa berbentuk Perseorangan, UD, PD, CV, Firma, Koperasi, dan Perseroan Terbatas.
+ There are no comments
Add yours